Sudah Mahal, Gas Melon Jarang Terlihat di Tanah Laut
A
A
A
PELAIHARI - Warga Tanah Laut, Kalimantan Selatan, saat ini direpotkan dengan sering menghilangnya gas elpiji 3 kg atau gas tabung melon di pasaran. Selain langka, harga elpiji 3 kg juga jauh dari harga eceran tertinggi atau HET.
Dalam satu pekan terakhir, harga elpiji 3 kg sempat menembus Rp35.000. Padahal harga dipangkalan Rp17.500.
Langkanya elpiji 3 kg tersebut membuat kelimpungan masyarakat Tanah Laut, khususnya di Pelaihari, ibukota kabupaten Tanah Laut. Tidak jarang warga harus berkeliling kota untuk sekadar mendapatkan satu tabung gas melon.
Wiji Lestari salah seorang pemilik warung nasi goreng mengaku cukup kerepotan dengan sering langkanya elpiji 3 kg. Selain langka menurut Wiji harganya juga jauh di atas harga HET.
“Saya baru saja membeli gas elpiji 3 kg dengan harga Rp28.000, harga ini masih lebih baik dibandingkan dua hari lalu, ketika itu harga elpiji 3 kg dijual pengecer Rp35.000,” kata Wiji kepada MNC Media, Kamis (2/3/2017).
Keluhan penjual nasi goreng di Kelurahan Angsau ini, dibenarkan ibu rumah tangga di beberapa tempat di kota Pelaihari. Padahal menurut mereka saat dilakukan konversi, Pertamina menjamin tidak akan terjadi kelangkaan seperti saat masih menggunakan minyak tanah.
Sementara itu, Eko Tarmanto, salah satu pemilik pangkalan gas elpiji di Angsau mengakui saat ini pihaknya tidak dapat memenuhi permintaan warga, karena kuota yang mereka dapatkan dari agen masih kurang.
“Pangkalan saya setiap bulannya paling banyak hanya menyalurkan 400 tabung per bulan, kadang-kadang hanya 200 tabung saja, padahal di kontrak pangkalan saya mendapat jatah 1.500 tabung per bulan,” kata Eko Tarmanto.
Karena itu, kata Eko, setiap pasokan gas datang tidak bertahan lama. Dalam beberapa jam sudah habis dibeli warga sekitar pangkalan.
Penyaluran elpiji 3 kg di Kabupaten Tanah Laut sendiri, per bulannya mencapai 90.000 tabung. Dan dilayani oleh lima agen yang ada di Kecamatan Bati-Bati dan Kecamatan Pelaihari. Sementara pengisian elpiji 3 kg masih dilakukan di Banjarmasin atau Banjar Baru.
Dalam satu pekan terakhir, harga elpiji 3 kg sempat menembus Rp35.000. Padahal harga dipangkalan Rp17.500.
Langkanya elpiji 3 kg tersebut membuat kelimpungan masyarakat Tanah Laut, khususnya di Pelaihari, ibukota kabupaten Tanah Laut. Tidak jarang warga harus berkeliling kota untuk sekadar mendapatkan satu tabung gas melon.
Wiji Lestari salah seorang pemilik warung nasi goreng mengaku cukup kerepotan dengan sering langkanya elpiji 3 kg. Selain langka menurut Wiji harganya juga jauh di atas harga HET.
“Saya baru saja membeli gas elpiji 3 kg dengan harga Rp28.000, harga ini masih lebih baik dibandingkan dua hari lalu, ketika itu harga elpiji 3 kg dijual pengecer Rp35.000,” kata Wiji kepada MNC Media, Kamis (2/3/2017).
Keluhan penjual nasi goreng di Kelurahan Angsau ini, dibenarkan ibu rumah tangga di beberapa tempat di kota Pelaihari. Padahal menurut mereka saat dilakukan konversi, Pertamina menjamin tidak akan terjadi kelangkaan seperti saat masih menggunakan minyak tanah.
Sementara itu, Eko Tarmanto, salah satu pemilik pangkalan gas elpiji di Angsau mengakui saat ini pihaknya tidak dapat memenuhi permintaan warga, karena kuota yang mereka dapatkan dari agen masih kurang.
“Pangkalan saya setiap bulannya paling banyak hanya menyalurkan 400 tabung per bulan, kadang-kadang hanya 200 tabung saja, padahal di kontrak pangkalan saya mendapat jatah 1.500 tabung per bulan,” kata Eko Tarmanto.
Karena itu, kata Eko, setiap pasokan gas datang tidak bertahan lama. Dalam beberapa jam sudah habis dibeli warga sekitar pangkalan.
Penyaluran elpiji 3 kg di Kabupaten Tanah Laut sendiri, per bulannya mencapai 90.000 tabung. Dan dilayani oleh lima agen yang ada di Kecamatan Bati-Bati dan Kecamatan Pelaihari. Sementara pengisian elpiji 3 kg masih dilakukan di Banjarmasin atau Banjar Baru.
(ven)