Indonesia Tetap Diminati Investor Korsel
A
A
A
SEOUL - Indonesia masih menjadi surga investasi bagi pengusaha Korea Selatan (Korsel). Bukan hanya sebagai pasar semata, Indonesia juga diajak menjadi mitra positif dalam pengembangan teknologi. Pengusaha Korsel berusaha meluaskan pasar produk industri mereka ke negara-negara Asia Tenggara, terutama Indonesia.
Investasi Korsel diyakini bakal memperkuat ekonomi Indonesia dan memperluas diversifikasi industri. "Saya mendorong perusahaan-perusahaan Korea untuk berinvestasi di Indonesia," kata Ketua Korea Industry Convergence Association Choi Manbun kepada SINDOnews.com.
Dia menambahkan banyak perusahaan Korea tertarik berinvestasi di Indonesia karena pasar Korea sangat sedikit dan pasar Indonesia sangat besar. "Indonesia juga berkaitan dengan Asia," imbuhnya.
Choi mengaku sudah dua kali ke Jakarta dan melaporkan prospek investasi di Indonesia kepada industri Korea dan kementerian perindustrian Korea. "Saya melaporkan pasar Korea sangat besar dan penting di Asia," ungkap Choi.
Karena itu, kata dia banyak perusahaan Korea siap bekerja sama dengan mitra di Indonesia. Fokus industri Korea di Indonesia dalam beberapa hal seperti teknologi informasi, piranti lunak, piranti keras dan banyak lagi. Bahkan hiburan dan permainan juga menjadi hal yang menarik dalam bekerja sama. "Kita mendukung kerja sama penuh dalam berbagai bidang," papar dia.
Sementara itu, faktor utama yang menentukan kerja sama industri adalah hak kekayaan intelektual (Haki). Faktanya, dalam hal Haki, menurut Lee Soo Won, penasehat senior Lee International, lembaga Intelectual Property and Law Group, Indonesia baru saja memulai. Dia tidak mengatakan Indonesia sudah memasuki tahapan yang solid. "Indonesia baru saja memulai," kata Lee.
Lee memaparkan kalau Korsel menempati peringkat keempat dalam pengembangan hak kekayaan intelektual setelah Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Menurutnya hak kekayaan intelektual itu menjadi keunggulan suatu negara.
Indonesia dan Korea tidak memiliki konflik dalam Haki, menurut Lee itu akan mudahkan kerja sama antara kedua negara. "Apalagi Haki itu berkaitan dengan personal dan industri. Selama tidak ada konflik, maka tidak ada masalah," ujarnya.
Pengembangan Haki terhadap produk tertentu juga tergantung dengan perusahaan. Lee mengungkapkan banyak perusahaan yang memiliki Haki dalam bidang teknologi. Kemudian, kata dia, Indonesia bisa bekerja sama dengan perusahaan Korea tersebut. "Haki merupakan masalah personal. Banyak Haki Korsel yang berkualitas," ungkap Lee.
Dia juga mengungkapkan Haki juga menjadi pasar keuangan yang sangat besar di Korsel, meski dia tidak bisa memprediksi nilai pasar keuangan Haki. "Kita perlu mengembangkan Haki lebih maju dan baik lagi untuk kepentingan industri," ungkapnya.
Sementara itu, menurut Chairman Visi Nusantara Konektivitas Hazairin Pohan, ekonomi dan industri Korsel maju pesat dan mereka terus mencari sumber-sumber alam dan manusia. Tiga negara yang diincar oleh Korsel adalah: Indonesia, Vietnam, Filipina dan kini ditambah Myanmar. "Indonesia menonjol karena pengaruh politik dominan di ASEAN, ekonomi paling besar dan pasarnya sangat luas," ungkapnya.
Dalam konteks ini Korsel memandang Indonesia sebagai pasar yang strategis. Sampai kini diaspora Korsel di Indonesia diperkirakan telah mencapai setengah juta jiwa, dan jumlah ini akan meningkat terus, karena mereka merasa nyaman di Indonesia serta tanpa adanya komplikasi politik.
"Dewasa ini banyak perusahaan Korsel yang ingin pindah ke Indonesia yang menjadi tempat terbaik bagi mereka. Alih modal dan teknologi akan terus meningkat," ujar Pohan.
"Ada ribuan perusahaan UKM Korea yang ingin pindah ke Indonesia. Maka dalam hal ini kerjasama antar-negara dalam investasi, perdagangan dan industri akan lebih terdorong maju, dan masalah perlindungan Haki dan paten akan menjadi sangat penting," imbuh mantan duta besar Polandia itu.
Investasi Korsel diyakini bakal memperkuat ekonomi Indonesia dan memperluas diversifikasi industri. "Saya mendorong perusahaan-perusahaan Korea untuk berinvestasi di Indonesia," kata Ketua Korea Industry Convergence Association Choi Manbun kepada SINDOnews.com.
Dia menambahkan banyak perusahaan Korea tertarik berinvestasi di Indonesia karena pasar Korea sangat sedikit dan pasar Indonesia sangat besar. "Indonesia juga berkaitan dengan Asia," imbuhnya.
Choi mengaku sudah dua kali ke Jakarta dan melaporkan prospek investasi di Indonesia kepada industri Korea dan kementerian perindustrian Korea. "Saya melaporkan pasar Korea sangat besar dan penting di Asia," ungkap Choi.
Karena itu, kata dia banyak perusahaan Korea siap bekerja sama dengan mitra di Indonesia. Fokus industri Korea di Indonesia dalam beberapa hal seperti teknologi informasi, piranti lunak, piranti keras dan banyak lagi. Bahkan hiburan dan permainan juga menjadi hal yang menarik dalam bekerja sama. "Kita mendukung kerja sama penuh dalam berbagai bidang," papar dia.
Sementara itu, faktor utama yang menentukan kerja sama industri adalah hak kekayaan intelektual (Haki). Faktanya, dalam hal Haki, menurut Lee Soo Won, penasehat senior Lee International, lembaga Intelectual Property and Law Group, Indonesia baru saja memulai. Dia tidak mengatakan Indonesia sudah memasuki tahapan yang solid. "Indonesia baru saja memulai," kata Lee.
Lee memaparkan kalau Korsel menempati peringkat keempat dalam pengembangan hak kekayaan intelektual setelah Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Menurutnya hak kekayaan intelektual itu menjadi keunggulan suatu negara.
Indonesia dan Korea tidak memiliki konflik dalam Haki, menurut Lee itu akan mudahkan kerja sama antara kedua negara. "Apalagi Haki itu berkaitan dengan personal dan industri. Selama tidak ada konflik, maka tidak ada masalah," ujarnya.
Pengembangan Haki terhadap produk tertentu juga tergantung dengan perusahaan. Lee mengungkapkan banyak perusahaan yang memiliki Haki dalam bidang teknologi. Kemudian, kata dia, Indonesia bisa bekerja sama dengan perusahaan Korea tersebut. "Haki merupakan masalah personal. Banyak Haki Korsel yang berkualitas," ungkap Lee.
Dia juga mengungkapkan Haki juga menjadi pasar keuangan yang sangat besar di Korsel, meski dia tidak bisa memprediksi nilai pasar keuangan Haki. "Kita perlu mengembangkan Haki lebih maju dan baik lagi untuk kepentingan industri," ungkapnya.
Sementara itu, menurut Chairman Visi Nusantara Konektivitas Hazairin Pohan, ekonomi dan industri Korsel maju pesat dan mereka terus mencari sumber-sumber alam dan manusia. Tiga negara yang diincar oleh Korsel adalah: Indonesia, Vietnam, Filipina dan kini ditambah Myanmar. "Indonesia menonjol karena pengaruh politik dominan di ASEAN, ekonomi paling besar dan pasarnya sangat luas," ungkapnya.
Dalam konteks ini Korsel memandang Indonesia sebagai pasar yang strategis. Sampai kini diaspora Korsel di Indonesia diperkirakan telah mencapai setengah juta jiwa, dan jumlah ini akan meningkat terus, karena mereka merasa nyaman di Indonesia serta tanpa adanya komplikasi politik.
"Dewasa ini banyak perusahaan Korsel yang ingin pindah ke Indonesia yang menjadi tempat terbaik bagi mereka. Alih modal dan teknologi akan terus meningkat," ujar Pohan.
"Ada ribuan perusahaan UKM Korea yang ingin pindah ke Indonesia. Maka dalam hal ini kerjasama antar-negara dalam investasi, perdagangan dan industri akan lebih terdorong maju, dan masalah perlindungan Haki dan paten akan menjadi sangat penting," imbuh mantan duta besar Polandia itu.
(akr)