Serikat Pekerja JICT Sebut Penerbitan Global Bond Belum Matang
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan penerbitan Global Bond oleh PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II mendapatkan kritikan dari Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT). Ketua SP JICT Nova Sofyan Hakim menilai menerbitkan obligasi global senilai sekitar Rp21 triliun cenderung tidak direncanakan secara matang.
Pasalnya, menurut dia tidak jelas apa yang mendasari Pelindo II menerbitkan obligasi global. Seharusnya proyek-proyek pelabuhan yang direncanakan dengan surat hutang, dapat dijalankan bukan seolah menjadi proyek mercusuar.
"Kami khawatir ada proyeksi bisnis yang sembrono sebagai dasar penerbitan global bond. Besar risikonya jika mempertaruhkan anak perusahaan yang sehat sebagai jaminan pembayaran bunga bond untuk proyek yang belum tentu menghasilkan. Kan harus dihitung juga imbal hasil investasinya," tuturnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (13/3/2017).
Dia juga khawatir ada upaya membentuk opini publik bahwa Global Bond yang ditarik pada Mei 2015 sudah benar. "Kami melihat penarikan global bond tidak efektif. Ada rencana untuk memutar bond di produk perbankan. Ini kan terlihat seperti tidak ada perencanaan. Ada apa?" tuturnya saat acara sarasehan serikat pekerja pelabuhan di
Lebih lanjut Nova menyayangkan kebijakan direksi baru karena khawatirnya Pelindo II terancam default, lantaran beban bunga yang besar mencapi Rp 1 trilyun lebih per tahun. Sampai saat ini global bond masih tersisa senilai USD 685 juta. Obligasi baru dipakai untuk pelunasan hutang asing USD490 juta, modal kerja USD200 juta dan proyek Kalibaru USD 202 juta.
SP JICT secara resmi meminta pemerintah dan DPR untuk meninjau ulang dan mengusut tuntas global bond Pelindo II. "Kami sesalkan, kenapa Pelindo II dikelola seperti sektor non riil macam perbankan? Masa depan Pelindo II akan sangat suram. Global Bond yang ditarik tanpa perencanaan, bisa jadi penyebab utama kenapa JICT harus dijual sebagai jaminan pembayaran bunga," pungkasnya.
Pasalnya, menurut dia tidak jelas apa yang mendasari Pelindo II menerbitkan obligasi global. Seharusnya proyek-proyek pelabuhan yang direncanakan dengan surat hutang, dapat dijalankan bukan seolah menjadi proyek mercusuar.
"Kami khawatir ada proyeksi bisnis yang sembrono sebagai dasar penerbitan global bond. Besar risikonya jika mempertaruhkan anak perusahaan yang sehat sebagai jaminan pembayaran bunga bond untuk proyek yang belum tentu menghasilkan. Kan harus dihitung juga imbal hasil investasinya," tuturnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (13/3/2017).
Dia juga khawatir ada upaya membentuk opini publik bahwa Global Bond yang ditarik pada Mei 2015 sudah benar. "Kami melihat penarikan global bond tidak efektif. Ada rencana untuk memutar bond di produk perbankan. Ini kan terlihat seperti tidak ada perencanaan. Ada apa?" tuturnya saat acara sarasehan serikat pekerja pelabuhan di
Lebih lanjut Nova menyayangkan kebijakan direksi baru karena khawatirnya Pelindo II terancam default, lantaran beban bunga yang besar mencapi Rp 1 trilyun lebih per tahun. Sampai saat ini global bond masih tersisa senilai USD 685 juta. Obligasi baru dipakai untuk pelunasan hutang asing USD490 juta, modal kerja USD200 juta dan proyek Kalibaru USD 202 juta.
SP JICT secara resmi meminta pemerintah dan DPR untuk meninjau ulang dan mengusut tuntas global bond Pelindo II. "Kami sesalkan, kenapa Pelindo II dikelola seperti sektor non riil macam perbankan? Masa depan Pelindo II akan sangat suram. Global Bond yang ditarik tanpa perencanaan, bisa jadi penyebab utama kenapa JICT harus dijual sebagai jaminan pembayaran bunga," pungkasnya.
(akr)