BI Repo Rate Diprediksi Tetap Kendati The Fed Akan Naikkan Suku Bunga
A
A
A
JAKARTA - Bank Sentral Amerika Serikat alias Federal Reserve akan menggelar Federal Open Market Committee (FOMC) dengan agenda akan menaikkan suku bunga acuan karena perekonomian AS mulai bergairah.
Data ekonomi Negeri Paman Sam pun sudah memperlihatkan perbaikan, dengan data tenaga kerja menguat dan perkembangan inflasi memperlihatkan mendekati proyeksi The Fed sekitar 2,5%.
Pasar lantas memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga dalam rapat FOMC besok. Kenaikan ini berdampak terhadap semua pasar termasuk Indonesia. Saat bersamaan, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia sejak hari ini dan besok juga akan memutuskan suku bunga acuan alias BI 7-day repo rate.
Menanggapi hal ini, ekonom dari Bahana Securities Fakhrul Fulvian menilai BI belum perlu merespons andaikata The Fed memutuskan kenaikan suku bunga, dengan juga menaikkan suku bunga acuan di dalam negeri.
"Pasalnya, inflasi di dalam negeri diperkirakan masih akan berada dalam target Bank Indonesia antara 3%-5% untuk sepanjang tahun ini, meski pemerintah masih melanjutkan rencana kenaikan tarif listrik," ujar Fakhrul dalam risetnya kepada SINDOnews, Rabu (15/3/2017).
Menurut dia, kenaikan suku bunga The Fed kali ini tidak akan terlalu membahayakan pasar dan perekonomian negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Arus modal ke pasar obligasi diperkirakan masih akan mengalir seiring dengan ekspektasi adanya kemungkinan S&P menaikkan rating Indonesia dalam waktu dekat.
Fundamental ekonomi Indonesia memperlihatkan pemulihan, tercermin pada stabilnya nilai tukar, perbaikan neraca perdagangan dan perekonomian yang mulai berjalan baik. Hal ini, sambung Fakhrul, akan menjadi pertimbangan utama bank sentral dalam mempertahankan suku bunga tetap sebesar 4,75% pada bulan ini.
Apalagi hingga akhir tahun lalu kredit perbankan masih tumbuh 7,9% secara tahunan. Tahun ini perbankan menargetkan kredit akan tumbuh sekitar 10%-12%.
Untuk mendorong perbankan lebih agresif menyalurkan kredit, sebenarnya BI sudah bisa mengeluarkan aturan yang lebih detail terkait rencana pembayaran GWM secara rata-rata atau secara teknikal disebut averaging GWM, sehingga bank lebih fleksibel dalam mengatur likuiditasnya.
Dengan lebih aktifnya perbankan dalam menyalurkan kredit, tentunya akan menjadi pendorong bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menurut BI masih bisa bertumbuh antara 5%-5,4% untuk sepanjang tahun ini.
"Estimasi ini sesuai dengan perkiraan Bahana yang sebelumnya sudah memperkirakan ekonomi akan tumbuh sebesar 5,4% pada 2017," ungkap dia.
Data ekonomi Negeri Paman Sam pun sudah memperlihatkan perbaikan, dengan data tenaga kerja menguat dan perkembangan inflasi memperlihatkan mendekati proyeksi The Fed sekitar 2,5%.
Pasar lantas memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga dalam rapat FOMC besok. Kenaikan ini berdampak terhadap semua pasar termasuk Indonesia. Saat bersamaan, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia sejak hari ini dan besok juga akan memutuskan suku bunga acuan alias BI 7-day repo rate.
Menanggapi hal ini, ekonom dari Bahana Securities Fakhrul Fulvian menilai BI belum perlu merespons andaikata The Fed memutuskan kenaikan suku bunga, dengan juga menaikkan suku bunga acuan di dalam negeri.
"Pasalnya, inflasi di dalam negeri diperkirakan masih akan berada dalam target Bank Indonesia antara 3%-5% untuk sepanjang tahun ini, meski pemerintah masih melanjutkan rencana kenaikan tarif listrik," ujar Fakhrul dalam risetnya kepada SINDOnews, Rabu (15/3/2017).
Menurut dia, kenaikan suku bunga The Fed kali ini tidak akan terlalu membahayakan pasar dan perekonomian negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Arus modal ke pasar obligasi diperkirakan masih akan mengalir seiring dengan ekspektasi adanya kemungkinan S&P menaikkan rating Indonesia dalam waktu dekat.
Fundamental ekonomi Indonesia memperlihatkan pemulihan, tercermin pada stabilnya nilai tukar, perbaikan neraca perdagangan dan perekonomian yang mulai berjalan baik. Hal ini, sambung Fakhrul, akan menjadi pertimbangan utama bank sentral dalam mempertahankan suku bunga tetap sebesar 4,75% pada bulan ini.
Apalagi hingga akhir tahun lalu kredit perbankan masih tumbuh 7,9% secara tahunan. Tahun ini perbankan menargetkan kredit akan tumbuh sekitar 10%-12%.
Untuk mendorong perbankan lebih agresif menyalurkan kredit, sebenarnya BI sudah bisa mengeluarkan aturan yang lebih detail terkait rencana pembayaran GWM secara rata-rata atau secara teknikal disebut averaging GWM, sehingga bank lebih fleksibel dalam mengatur likuiditasnya.
Dengan lebih aktifnya perbankan dalam menyalurkan kredit, tentunya akan menjadi pendorong bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menurut BI masih bisa bertumbuh antara 5%-5,4% untuk sepanjang tahun ini.
"Estimasi ini sesuai dengan perkiraan Bahana yang sebelumnya sudah memperkirakan ekonomi akan tumbuh sebesar 5,4% pada 2017," ungkap dia.
(ven)