Lembaga Manajemen Kolektif Nasional Harus Transparan
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) diminta membuat sistem yang transparan dalam penentuan royalti bagi pelaku industri kreatif bidang musik.
Anggota Komisi X DPR Anang Hermansyah mengatakan, aturan royalti lagu yang diwajibkan kepada setiap pengusaha di industri musik sudah dilakukan kajian secara mendalam selama satu tahun. LMKN mendapat kewenangan untuk menarik royalti tersebut sesuai Undang-undang Hak Cipta (UUHC) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Untuk itu, Anang berharap, agar pemerintah dapat memberikan penguatan kepada lembaga nasional yang mumpuni untuk membenahi industri musik di Tanah Air. "Segera pemerintah memberikan penguatan yang mumpuni terhadap lembaga kolektif nasional, untuk ikut membenahi industri musik. LMKN ini bisa diberikan kewenangan itu," ujarnya, dalam keterangan tertulis, Senin (20/3/2017).
Soal besaran royalti yang diwajibkan kepada pengusaha karaoke, lanjut Anang, hal itu sudah melalui kajian bersama. Di mana, karaoke eksekutif room sebesar Rp50.000 dan karaoke keluarga Rp20.000. Pembagian royalti sebesar Rp50.000 itu masih harus dilakukan pembagian kepada pihak terkait, yakni hak cipta, dan hak produser program.
Mengenai transparansi, lanjut Anang, LMKN sedang dalam proses menggunakan teknologi yang dapat mengatur dan mengetahui setiap lagu yang diputar dalam karaoke. "Kalau dibilang tidak transparan, lalu tidak transparannya di mana, semua sudah dipangil dan sudah satu tahun dilakukan kajian. Memang kita menuju transparan itu (lewat teknologi)," jelas Anang.
Sementara itu, pencipta lagu Andre Hehanussa mengatakan, meski angka royalti menjadi sebuah perdebatan semua pihak harus mencari solusi. Semua itu demi masa depan industri musik Indonesia.
"LKMN harus membuat sistem yang transparan. Jika ini dilakukan semua pihak akan mendukung untuk kemajuan industri musik Indonesia di masa mendatang," tandasnya.
Anggota Komisi X DPR Anang Hermansyah mengatakan, aturan royalti lagu yang diwajibkan kepada setiap pengusaha di industri musik sudah dilakukan kajian secara mendalam selama satu tahun. LMKN mendapat kewenangan untuk menarik royalti tersebut sesuai Undang-undang Hak Cipta (UUHC) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Untuk itu, Anang berharap, agar pemerintah dapat memberikan penguatan kepada lembaga nasional yang mumpuni untuk membenahi industri musik di Tanah Air. "Segera pemerintah memberikan penguatan yang mumpuni terhadap lembaga kolektif nasional, untuk ikut membenahi industri musik. LMKN ini bisa diberikan kewenangan itu," ujarnya, dalam keterangan tertulis, Senin (20/3/2017).
Soal besaran royalti yang diwajibkan kepada pengusaha karaoke, lanjut Anang, hal itu sudah melalui kajian bersama. Di mana, karaoke eksekutif room sebesar Rp50.000 dan karaoke keluarga Rp20.000. Pembagian royalti sebesar Rp50.000 itu masih harus dilakukan pembagian kepada pihak terkait, yakni hak cipta, dan hak produser program.
Mengenai transparansi, lanjut Anang, LMKN sedang dalam proses menggunakan teknologi yang dapat mengatur dan mengetahui setiap lagu yang diputar dalam karaoke. "Kalau dibilang tidak transparan, lalu tidak transparannya di mana, semua sudah dipangil dan sudah satu tahun dilakukan kajian. Memang kita menuju transparan itu (lewat teknologi)," jelas Anang.
Sementara itu, pencipta lagu Andre Hehanussa mengatakan, meski angka royalti menjadi sebuah perdebatan semua pihak harus mencari solusi. Semua itu demi masa depan industri musik Indonesia.
"LKMN harus membuat sistem yang transparan. Jika ini dilakukan semua pihak akan mendukung untuk kemajuan industri musik Indonesia di masa mendatang," tandasnya.
(dmd)