BI Dukung Inovasi dan Intervensi Pembiayaan Sektor Pertanian
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) senantiasa mendukung inovasi dan intervensi dalam upaya meningkatkan pembiayaan di sektor pertanian yang dilakukan secara berkesinambungan.
Hal tersebut termasuk mempelajari dan mengimplementasikan berbagai best practices yang sesuai dengan potensi dan situasi di masing-masing negara.
Demikian disampaikan Asisten Gubernur Bank Indonesia, Dyah Nastiti K Makhijani saat membuka lokakarya yang diselenggarakan bersama oleh Bank Indonesia dan Asia-Pacific Rural and Agricultural Credit Association (APRACA) di Lombok, Rabu (22/3/2017).
"Lokakarya bertujuan mendiseminasikan hasil pilot project yang telah dilaksanakan sebelumnya, mengenai pengembangan jasa keuangan di sektor pertanian dan pedesaan yang berkelanjutan melalui aplikasi best practice yang sesuai dengan kondisi masing-masing negara," kata dia dalam kesempatan tersebut.
Pilot project tersebut merupakan kolaborasi antara APRACA dan International Fund for Agricultural Development (IFAD), dan secara resmi disebut Documenting Global Best Practices on Sustainable Models of Pro-Poor Rural Financial Services in Developing Countries (RuFBeP Project).
Terdapat empat fase pelaksanaan proyek tersebut, yang berlangsung dalam rentang 2014-2018. Fase pertama yang dimulai sejak 2014 adalah identifikasi best practices jasa layanan keuangan pedesaan yang dilaksanakan di lima negara (Thailand, Indonesia, China, Philipina, dan India).
Fase kedua (2015-2016) merupakan pilot project dari best practices yang dilaksanakan di tiga negara (Indonesia, China, dan Philipina). Fase ketiga merupakan diseminasi hasil pilot project dan merumuskan arah untuk mendorong penerapan best practices, dilanjutkan fase keempat yaitu diseminasi hasil RuFBeP project dalam bentuk program pertukaran kunjungan (exchange visit program).
Lokakarya diikuti 68 peserta dari 12 negara. Selain mendiseminasikan hasil pilot project di tiga negara (Indonesia, China dan Philipina), lokakarya juga menghadirkan para ahli di bidangnya, antara lain dari National Bank For Agriculture And Rural Development (NABARD) India dan IFAD yang akan memaparkan berbagai inovasi dan best practices pembiayaan sektor pertanian di berbagai negara di Asia.
Dalam rangka pelaksanaan proyek, di setiap negara dibentuk forum koordinasi berupa Country Working Group. Di Indonesia, Country Working Group dipimpin Bank Indonesia yang terdiri dari beberapa kementerian/lembaga terkait, yaitu Bappenas, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Koperasi dan UKM.
Pilot project dilaksanakan di dua lokasi, yaitu Parigi Moutong¸ Sulawesi Tengah untuk kelompok usaha sektor pertanian dan Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat untuk kelompok usaha sektor perikanan. Tak hanya di tingkat pusat, proyek ini juga melibatkan dinas terkait dan koperasi sebagai mitra pelaksana di lokasi proyek.
Pilot project melibatkan 52 peserta petani dan nelayan dengan skema pembiayaan berbasis konvensional maupun syariah. Pola pengembangan akses keuangan tersebut dilakukan melalui pengembangan skema pembiayaan tanpa agunan dengan suku bunga rendah serta mengenalkan konsep tabungan yang dipadukan dengan asuransi kesehatan.
Menurutnya, dampak positif pilot project di Indonesia antara lain, peningkatan akses masyarakat pedesaan/pesisir terhadap jasa keuangan (pembiayaan, tabungan dan asuransi), penerapan skema pembiayaan inovatif (tanpa agunan, suku bunga rendah), serta peningkatan kinerja usaha petani/nelayan peserta proyek.
Selain itu, koperasi mulai menerapkan skema pembiayaan produktif dengan menerapkan pendekatan konsep value chain sederhana, misalnya melalui kerja sama dengan toko penyedia input.
Sementara, untuk menjaga keberlanjutan dampak positif proyek, diperlukan dukungan dari berbagai stakeholders. Antara lain untuk memperkuat aspek permodalan koperasi, pendampingan untuk meningkatkan kemampuan pengurus koperasi, serta pelatihan/edukasi keuangan (financial literacy) dan pelatihan kewirausahaan bagi nasabah/debitur koperasi.
Selain memaparkan hasil pilot project di tiga negara, lokakarya ini diharapkan akan dapat mendiseminasikan dan mendorong penerapan best practices agar dapat direplikasi dalam skala yang lebih luas.
Termasuk juga membangun kemitraan strategis di level nasional maupun regional untuk implementasi fase proyek selanjutnya dalam rangka mencapai tujuan akhir proyek yakni pengembangan jasa keuangan di sektor pertanian dan pedesaan.
Hal tersebut termasuk mempelajari dan mengimplementasikan berbagai best practices yang sesuai dengan potensi dan situasi di masing-masing negara.
Demikian disampaikan Asisten Gubernur Bank Indonesia, Dyah Nastiti K Makhijani saat membuka lokakarya yang diselenggarakan bersama oleh Bank Indonesia dan Asia-Pacific Rural and Agricultural Credit Association (APRACA) di Lombok, Rabu (22/3/2017).
"Lokakarya bertujuan mendiseminasikan hasil pilot project yang telah dilaksanakan sebelumnya, mengenai pengembangan jasa keuangan di sektor pertanian dan pedesaan yang berkelanjutan melalui aplikasi best practice yang sesuai dengan kondisi masing-masing negara," kata dia dalam kesempatan tersebut.
Pilot project tersebut merupakan kolaborasi antara APRACA dan International Fund for Agricultural Development (IFAD), dan secara resmi disebut Documenting Global Best Practices on Sustainable Models of Pro-Poor Rural Financial Services in Developing Countries (RuFBeP Project).
Terdapat empat fase pelaksanaan proyek tersebut, yang berlangsung dalam rentang 2014-2018. Fase pertama yang dimulai sejak 2014 adalah identifikasi best practices jasa layanan keuangan pedesaan yang dilaksanakan di lima negara (Thailand, Indonesia, China, Philipina, dan India).
Fase kedua (2015-2016) merupakan pilot project dari best practices yang dilaksanakan di tiga negara (Indonesia, China, dan Philipina). Fase ketiga merupakan diseminasi hasil pilot project dan merumuskan arah untuk mendorong penerapan best practices, dilanjutkan fase keempat yaitu diseminasi hasil RuFBeP project dalam bentuk program pertukaran kunjungan (exchange visit program).
Lokakarya diikuti 68 peserta dari 12 negara. Selain mendiseminasikan hasil pilot project di tiga negara (Indonesia, China dan Philipina), lokakarya juga menghadirkan para ahli di bidangnya, antara lain dari National Bank For Agriculture And Rural Development (NABARD) India dan IFAD yang akan memaparkan berbagai inovasi dan best practices pembiayaan sektor pertanian di berbagai negara di Asia.
Dalam rangka pelaksanaan proyek, di setiap negara dibentuk forum koordinasi berupa Country Working Group. Di Indonesia, Country Working Group dipimpin Bank Indonesia yang terdiri dari beberapa kementerian/lembaga terkait, yaitu Bappenas, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Koperasi dan UKM.
Pilot project dilaksanakan di dua lokasi, yaitu Parigi Moutong¸ Sulawesi Tengah untuk kelompok usaha sektor pertanian dan Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat untuk kelompok usaha sektor perikanan. Tak hanya di tingkat pusat, proyek ini juga melibatkan dinas terkait dan koperasi sebagai mitra pelaksana di lokasi proyek.
Pilot project melibatkan 52 peserta petani dan nelayan dengan skema pembiayaan berbasis konvensional maupun syariah. Pola pengembangan akses keuangan tersebut dilakukan melalui pengembangan skema pembiayaan tanpa agunan dengan suku bunga rendah serta mengenalkan konsep tabungan yang dipadukan dengan asuransi kesehatan.
Menurutnya, dampak positif pilot project di Indonesia antara lain, peningkatan akses masyarakat pedesaan/pesisir terhadap jasa keuangan (pembiayaan, tabungan dan asuransi), penerapan skema pembiayaan inovatif (tanpa agunan, suku bunga rendah), serta peningkatan kinerja usaha petani/nelayan peserta proyek.
Selain itu, koperasi mulai menerapkan skema pembiayaan produktif dengan menerapkan pendekatan konsep value chain sederhana, misalnya melalui kerja sama dengan toko penyedia input.
Sementara, untuk menjaga keberlanjutan dampak positif proyek, diperlukan dukungan dari berbagai stakeholders. Antara lain untuk memperkuat aspek permodalan koperasi, pendampingan untuk meningkatkan kemampuan pengurus koperasi, serta pelatihan/edukasi keuangan (financial literacy) dan pelatihan kewirausahaan bagi nasabah/debitur koperasi.
Selain memaparkan hasil pilot project di tiga negara, lokakarya ini diharapkan akan dapat mendiseminasikan dan mendorong penerapan best practices agar dapat direplikasi dalam skala yang lebih luas.
Termasuk juga membangun kemitraan strategis di level nasional maupun regional untuk implementasi fase proyek selanjutnya dalam rangka mencapai tujuan akhir proyek yakni pengembangan jasa keuangan di sektor pertanian dan pedesaan.
(izz)