Belajar Value Investing 6.0
A
A
A
LUKAS SETIA ATMAJA
Financial Expert - Prasetiya Mulya Business School
Vice Chairman-Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD)
SYAHDAN, ada seorang investor saham bernama Lo Kheng Hong (LKH). Ia berasal dari keluarga tidak mampu. Pada 1989, saat berusia 30 tahun, ia mulai berinvestasi saham sembari bekerja di bank.
Tujuh tahun kemudian ia berhenti bekerja dan fokus berinvestasi saham. Kini, ia telah sukses dan dijuluki Warren Buffett of Indonesia. Mari kita belajar sejurus dua jurus dari ”pendekar saham” yang rendah hati ini. Ciaaaaat! Minggu lalu kita sudah belajar bagaimana LKH meraup duit dari saham perusahaan di sektor jasa keuangan, yakni PT Panin Financial Tbk (PNLF). Minggu ini, kita akan belajar bagaimana LKH membuat cuan dari berinvestasi pada saham perusahaan batu bara.
Dua tahun terakhir ini banyak investor/trader saham yang tahu LKH pernah memiliki saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Maklumlah, LKH mengoleksi BUMI dalam jumlah cukup besar. Apalagi, setelah saham BUMI turun terus sejak Maret 2013 dan sempat pingsan di harga terendah Rp50 per saham pada periode Agustus 2015 hingga Juni 2016. Mereka sering mengaitkan LKH dengan saham BUMI yang harganya tinggal gocap (Rp50). Saya akan menulis tentang kisah ini minggu depan.
Banyak yang tidak tahu bahwa LKH pernah membeli saham BUMI sebelumnya, yakni pada Januari 2009. Mari kita belajar bagaimana LKH memanfaatkan kesempatan yang dilahirkan oleh krisis finansial global (subprime mortgage crisis) pada 2008. Harga saham BUMI mulai naik sejak awal 2007 menjadi Rp900, kemudian mencapai puncaknya pada awal Juni 2008 (Rp8.750). Awal 2008, indeks harga saham gabungan (IHSG) masih di level 2.830. Akibat krisis finansial, pada Oktober 2008 IHSG anjlok ke level 1.111. Padahal, kinerja perusahaan-perusahaan publik di Indonesia sebenarnya masih bagus, namun tetap terimbas karena aliran dana asing yang keluar dari Bursa Efek Indonesia sangat masif.
Ketika IHSG turun tajam, LKH memiliki saham PT Astra Otoparts Tbk (AUTO), anak perusahaan PT Astra International Tbk (ASII) yang memproduksi komponen mobil dan sepeda motor. Karena saham AUTO ini termasuk yang kurang likuid alias jarang ditransaksikan oleh investor, harganya tidak turun. ”Saya ingin menjual saham saya yang tidak turun harganya ini untuk ditukar dengan saham-saham yang harganya turun tajam,” ujar LKH menjelaskan. ”Tapi, saya kesulitan menjual saham AUTO karena tidak ada investor yang memasang posisi beli,” lanjut dia.
Beruntung, LKH teringat dengan salah satu pialang sahamnya yang memiliki klien PT Astra International Tbk (ASII). LKH lalu minta tolong pialang tersebut untuk menawarkan saham AUTO kepada ASII. LKH tahu bahwa ASII rajin membeli saham-saham AUTO. Ternyata mereka bersedia membeli saham AUTO pada harga pasar/wajar. LKH senang sekali dan segera menggunakan uang hasil penjualan saham AUTO untuk membeli 12,5 juta saham BUMI di harga Rp510 pada Januari 2009. Ia tertarik dengan saham BUMI karena harganya sudah turun 95%.
Skenarionya, jika krisis finansial berlalu dan harga batu bara naik lagi, harga saham BUMI bisa kembali melesat. Skenario bagus inilah yang terjadi setelah LKH membeli saham BUMI. Ia memegang saham BUMI selama delapan bulan dan menjualnya pada harga Rp3.300, meraup keuntungan 550%. LKH berhasil menyulap modal Rp6,4 miliar menjadi Rp41,3 miliar dalam tempo hanya delapan bulan. Ia menjual saham BUMI karena merasa harga saham BUMI telah naik cukup tinggi sehingga ada kekhawatiran harganya bisa turun lagi.
LKH selalu ingat nasihat gurunya, Warren Buffett, ”Be fearful when others are greedy, and greedy when others are fearful”. Apakah LKH tidak khawatir dengan isu tata kelola korporasi (corporate governance) di BUMI? ”Pada waktu itu, tidak ada masalah dengan corporate governance BUMI,” tegas LKH.
Ada cerita menarik di balik kesuksesan LKH di saham BUMI. Pada saat ia membeli saham BUMI, seorang sahabatnya, sebut saja Mr Polan, ikut membeli juga. Namun, saat LKH menjual saham BUMI, Mr Polan tidak ikut menjual. Ia malahan membeli terus saham BUMI karena sangat percaya saham BUMI akan kembali ke Rp8.750.
Sejarah mencatat bahwa saham BUMI hanya bisa naik sampai Rp3.450 di April 2011, lalu turun dan tidak pernah kembali ke titik tersebut. Saat ini harga saham BUMI adalah Rp370. LKH setelah menjual saham BUMI sebenarnya sempat ingin membeli kembali saham AUTO, namun tidak berhasil karena saham AUTO memang tidak likuid. Pelajaran yang bisa dipetik dari cerita di atas adalah investor saham tidak boleh ”serakah” dan harus tahu kapan merealisasikan keuntungan sembari mengucap syukur.
Saat LKH merasa sudah cukup dengan keuntungan 550%-nya, Mr Polan masih memimpikan keuntungan yang jauh lebih besar. LKH dan Mr Polan pernah bersama di posisi yang sama, yakni saham mereka sudah untung miliaran rupiah. Bedanya, LKH sukses merealisasikan keuntungan tersebut, Mr Polan justru gagal.
Financial Expert - Prasetiya Mulya Business School
Vice Chairman-Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD)
SYAHDAN, ada seorang investor saham bernama Lo Kheng Hong (LKH). Ia berasal dari keluarga tidak mampu. Pada 1989, saat berusia 30 tahun, ia mulai berinvestasi saham sembari bekerja di bank.
Tujuh tahun kemudian ia berhenti bekerja dan fokus berinvestasi saham. Kini, ia telah sukses dan dijuluki Warren Buffett of Indonesia. Mari kita belajar sejurus dua jurus dari ”pendekar saham” yang rendah hati ini. Ciaaaaat! Minggu lalu kita sudah belajar bagaimana LKH meraup duit dari saham perusahaan di sektor jasa keuangan, yakni PT Panin Financial Tbk (PNLF). Minggu ini, kita akan belajar bagaimana LKH membuat cuan dari berinvestasi pada saham perusahaan batu bara.
Dua tahun terakhir ini banyak investor/trader saham yang tahu LKH pernah memiliki saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Maklumlah, LKH mengoleksi BUMI dalam jumlah cukup besar. Apalagi, setelah saham BUMI turun terus sejak Maret 2013 dan sempat pingsan di harga terendah Rp50 per saham pada periode Agustus 2015 hingga Juni 2016. Mereka sering mengaitkan LKH dengan saham BUMI yang harganya tinggal gocap (Rp50). Saya akan menulis tentang kisah ini minggu depan.
Banyak yang tidak tahu bahwa LKH pernah membeli saham BUMI sebelumnya, yakni pada Januari 2009. Mari kita belajar bagaimana LKH memanfaatkan kesempatan yang dilahirkan oleh krisis finansial global (subprime mortgage crisis) pada 2008. Harga saham BUMI mulai naik sejak awal 2007 menjadi Rp900, kemudian mencapai puncaknya pada awal Juni 2008 (Rp8.750). Awal 2008, indeks harga saham gabungan (IHSG) masih di level 2.830. Akibat krisis finansial, pada Oktober 2008 IHSG anjlok ke level 1.111. Padahal, kinerja perusahaan-perusahaan publik di Indonesia sebenarnya masih bagus, namun tetap terimbas karena aliran dana asing yang keluar dari Bursa Efek Indonesia sangat masif.
Ketika IHSG turun tajam, LKH memiliki saham PT Astra Otoparts Tbk (AUTO), anak perusahaan PT Astra International Tbk (ASII) yang memproduksi komponen mobil dan sepeda motor. Karena saham AUTO ini termasuk yang kurang likuid alias jarang ditransaksikan oleh investor, harganya tidak turun. ”Saya ingin menjual saham saya yang tidak turun harganya ini untuk ditukar dengan saham-saham yang harganya turun tajam,” ujar LKH menjelaskan. ”Tapi, saya kesulitan menjual saham AUTO karena tidak ada investor yang memasang posisi beli,” lanjut dia.
Beruntung, LKH teringat dengan salah satu pialang sahamnya yang memiliki klien PT Astra International Tbk (ASII). LKH lalu minta tolong pialang tersebut untuk menawarkan saham AUTO kepada ASII. LKH tahu bahwa ASII rajin membeli saham-saham AUTO. Ternyata mereka bersedia membeli saham AUTO pada harga pasar/wajar. LKH senang sekali dan segera menggunakan uang hasil penjualan saham AUTO untuk membeli 12,5 juta saham BUMI di harga Rp510 pada Januari 2009. Ia tertarik dengan saham BUMI karena harganya sudah turun 95%.
Skenarionya, jika krisis finansial berlalu dan harga batu bara naik lagi, harga saham BUMI bisa kembali melesat. Skenario bagus inilah yang terjadi setelah LKH membeli saham BUMI. Ia memegang saham BUMI selama delapan bulan dan menjualnya pada harga Rp3.300, meraup keuntungan 550%. LKH berhasil menyulap modal Rp6,4 miliar menjadi Rp41,3 miliar dalam tempo hanya delapan bulan. Ia menjual saham BUMI karena merasa harga saham BUMI telah naik cukup tinggi sehingga ada kekhawatiran harganya bisa turun lagi.
LKH selalu ingat nasihat gurunya, Warren Buffett, ”Be fearful when others are greedy, and greedy when others are fearful”. Apakah LKH tidak khawatir dengan isu tata kelola korporasi (corporate governance) di BUMI? ”Pada waktu itu, tidak ada masalah dengan corporate governance BUMI,” tegas LKH.
Ada cerita menarik di balik kesuksesan LKH di saham BUMI. Pada saat ia membeli saham BUMI, seorang sahabatnya, sebut saja Mr Polan, ikut membeli juga. Namun, saat LKH menjual saham BUMI, Mr Polan tidak ikut menjual. Ia malahan membeli terus saham BUMI karena sangat percaya saham BUMI akan kembali ke Rp8.750.
Sejarah mencatat bahwa saham BUMI hanya bisa naik sampai Rp3.450 di April 2011, lalu turun dan tidak pernah kembali ke titik tersebut. Saat ini harga saham BUMI adalah Rp370. LKH setelah menjual saham BUMI sebenarnya sempat ingin membeli kembali saham AUTO, namun tidak berhasil karena saham AUTO memang tidak likuid. Pelajaran yang bisa dipetik dari cerita di atas adalah investor saham tidak boleh ”serakah” dan harus tahu kapan merealisasikan keuntungan sembari mengucap syukur.
Saat LKH merasa sudah cukup dengan keuntungan 550%-nya, Mr Polan masih memimpikan keuntungan yang jauh lebih besar. LKH dan Mr Polan pernah bersama di posisi yang sama, yakni saham mereka sudah untung miliaran rupiah. Bedanya, LKH sukses merealisasikan keuntungan tersebut, Mr Polan justru gagal.
(dmd)