Taksi Online Mau Ditata, Tapi Enggan Untuk KIR
A
A
A
YOGYAKARTA - Para pemilik taksi online mengaku bersedia menaati aturan pemerintah yang akan dibuat untuk mengatur mereka selama aturan tersebut bisa mereka jalankan. Mereka juga bersedia membayar pajak ke pemerintah untuk legalitas taksi online tersebut.
Salah seorang pengurus Paguyuban Taksi Online, Deny Dirgantoro mengatakan, selama aturan yang dibuat oleh pemerintah bisa mereka jalankan maka mereka akan menaatinya.
Termasuk dalam aturan tarif minimal serta pembayaran pajak ke pemerintah seperti layaknya pengurusan KIR. "Kami bersedia ditata," tuturnya, Kamis (30/3/2017).
Hanya saja, jika aturan KIR diberlakukan, maka ia menanyakan bagaimana dengan kendaraan luar daerah yang juga menjadi taksi online di Yogyakarta. Terlebih, taksi online tersebut 90%nya merupakan mobil yang dibeli dengan akad kredit.
Ketika aturan KIR nanti menghambat, maka dipastikan pemilik angkutan online tidak bisa membayar angsuran mereka. Imbasnya juga banyak terjadi kredit macet kendaraan roda empat. Tentunya hal ini akan mengganggu roda perekonomian di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sejatinya, keinginan mereka untuk melegalkan taksi online tersebut tidak perlu ada uji KIR, apalagi taksi online merupakan kendaraan pribadi. Agar tidak mencemarkan kendaraan pribadi, maka sebaiknya aturan KIR dihilangkan diganti dengan penerbitan stiker khusus.
"Kami nanti beli stiker tersebut di Dinas Perhubungan. Harganya lebih mahal dari KIR dan masa berlakunya juga enam bulan. Itu sebenarnya tidak masalah," tuturnya.
Salah seorang pengurus Paguyuban Taksi Online, Deny Dirgantoro mengatakan, selama aturan yang dibuat oleh pemerintah bisa mereka jalankan maka mereka akan menaatinya.
Termasuk dalam aturan tarif minimal serta pembayaran pajak ke pemerintah seperti layaknya pengurusan KIR. "Kami bersedia ditata," tuturnya, Kamis (30/3/2017).
Hanya saja, jika aturan KIR diberlakukan, maka ia menanyakan bagaimana dengan kendaraan luar daerah yang juga menjadi taksi online di Yogyakarta. Terlebih, taksi online tersebut 90%nya merupakan mobil yang dibeli dengan akad kredit.
Ketika aturan KIR nanti menghambat, maka dipastikan pemilik angkutan online tidak bisa membayar angsuran mereka. Imbasnya juga banyak terjadi kredit macet kendaraan roda empat. Tentunya hal ini akan mengganggu roda perekonomian di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sejatinya, keinginan mereka untuk melegalkan taksi online tersebut tidak perlu ada uji KIR, apalagi taksi online merupakan kendaraan pribadi. Agar tidak mencemarkan kendaraan pribadi, maka sebaiknya aturan KIR dihilangkan diganti dengan penerbitan stiker khusus.
"Kami nanti beli stiker tersebut di Dinas Perhubungan. Harganya lebih mahal dari KIR dan masa berlakunya juga enam bulan. Itu sebenarnya tidak masalah," tuturnya.
(ven)