Cara Mitra Taksi Online Menyiasati Orderan Sepi Saat Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sepinya orderan akibat pandemi Covid-19 membuat Mitra Grabcar menyiasatinya dengan beralih profesi. Akun @dedemboo milik Nabila Bunyamin, yang merespon thread @GrabID soal peluncuran bantuan Grab terhadap UMKM, mengatakan jika pendapatan orang tuanya sebagai supir GrabCar turun hingga 70% selama pandemi.
“Sepi banget, (pendapatan) turun 70% lebih. Cicilan mobil belum ada info keringanan. Kalau misalnya order delivery makanan dikasih ke GrabCar, rasanya bakal membantu,” tukas akun tersebut.
Cuitan akun @dedemboo itu kemudian ditimpali oleh akun lain, @Bendda_, yang mengungkapkan jika orang tuanya yang berprofesi sebagai supir GrabCar terpaksa harus jualan masker demi mencari nafkah tambahan. “Papaku driver GrabCar dan selama pandemi sepi order. Jadi dia inisiatif bikin masker kain motif,” tukasnya.
Akun @hesbima yang dimiliki Hesbi Maulana semakin menunjukkan kondisi sulit para mitra GrabCar. Hesbi menerangkan jika dirinya terpaksa beralih menjadi penjual kopi robusta karena sepi order di kota asalnya, Pekalongan.
Sementara itu admin @GrabID membalas cuitan @hesbima tersebut dengan memberikan komentar pendek yang intinya mendoakan kesuksesan Hesbi. Kondisi kesulitan order ini tidak hanya terjadi selama pandemi saja. Sebuah akun bernama @Abdulholik1970, yang mengaku sebagai mitra GrabCar telah mengeluhkan kesulitan order sejak November 2019.
“@GrabID saya selaku mitra GrabCar kecewa dengan kondisi order di Jabotabek yang sepi. Apa yang salah sehingga hal ini terjadi," tulisnya pada 12 November 2019.
Fenomena kesulitan order yang dikeluhkan oleh mitra GrabCar terungkap dari penelitian oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Tenggara Strategics yang dirilis Grab belum lama ini menunjukkan bahwa mereka yang bergabung di ekosistem Grab, mulai dari mitra pengemudi, merchant dan agen Grab di 12 kota, telah mengalami peningkatan kualitas hidup dan inklusi keuangan.
"Pekerja informal yang tergabung dalam ekosistem Grab mampu berkontribusi sebesar Rp77,4 triliun pada perekonomian Indonesia di tahun 2019, atau naik 58% dari tahun 2018 sebesar Rp48,9 triliun," demikian klaim riset tersebut.
Yang jelas kondisi lesu darah yang dialami mitra itu sejalan dengan ambruknya investasi SoftBank di luar negeri. Salah satunya investasinya di WeWork.
Berdasarkan presentasi SoftBank, pada Maret 2020 lalu, valuasi WeWork tinggal USD2,9 miliar atau Rp43,5 triliun (asumsi Rp 15.000/USD). Nilai ini turun dari Desember 2019 yang mencapai USD7,3 miliar. SotfBank dikabarkan telah menanamkan investasi di WeWork USD18,5 miliar.
Besarnya kerugian di WeWork inilah yang membuat rencana bos SoftBank Masayoshi Son untuk menambah investasinya hingga 2 miliar di Grab semakin jauh dari kenyataan.
"Sektor teknologi di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dan saya sangat senang dapat berinvestasi bagi masa depan Indonesia melalui Grab dengan investasi sebesar USD 2 miliar," ujar Masayoshi Son, Chairman dan CEO SoftBank Group usai bertemu Presiden Jokowi Juli 2019.
“Sepi banget, (pendapatan) turun 70% lebih. Cicilan mobil belum ada info keringanan. Kalau misalnya order delivery makanan dikasih ke GrabCar, rasanya bakal membantu,” tukas akun tersebut.
Cuitan akun @dedemboo itu kemudian ditimpali oleh akun lain, @Bendda_, yang mengungkapkan jika orang tuanya yang berprofesi sebagai supir GrabCar terpaksa harus jualan masker demi mencari nafkah tambahan. “Papaku driver GrabCar dan selama pandemi sepi order. Jadi dia inisiatif bikin masker kain motif,” tukasnya.
Akun @hesbima yang dimiliki Hesbi Maulana semakin menunjukkan kondisi sulit para mitra GrabCar. Hesbi menerangkan jika dirinya terpaksa beralih menjadi penjual kopi robusta karena sepi order di kota asalnya, Pekalongan.
Sementara itu admin @GrabID membalas cuitan @hesbima tersebut dengan memberikan komentar pendek yang intinya mendoakan kesuksesan Hesbi. Kondisi kesulitan order ini tidak hanya terjadi selama pandemi saja. Sebuah akun bernama @Abdulholik1970, yang mengaku sebagai mitra GrabCar telah mengeluhkan kesulitan order sejak November 2019.
“@GrabID saya selaku mitra GrabCar kecewa dengan kondisi order di Jabotabek yang sepi. Apa yang salah sehingga hal ini terjadi," tulisnya pada 12 November 2019.
Fenomena kesulitan order yang dikeluhkan oleh mitra GrabCar terungkap dari penelitian oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Tenggara Strategics yang dirilis Grab belum lama ini menunjukkan bahwa mereka yang bergabung di ekosistem Grab, mulai dari mitra pengemudi, merchant dan agen Grab di 12 kota, telah mengalami peningkatan kualitas hidup dan inklusi keuangan.
"Pekerja informal yang tergabung dalam ekosistem Grab mampu berkontribusi sebesar Rp77,4 triliun pada perekonomian Indonesia di tahun 2019, atau naik 58% dari tahun 2018 sebesar Rp48,9 triliun," demikian klaim riset tersebut.
Yang jelas kondisi lesu darah yang dialami mitra itu sejalan dengan ambruknya investasi SoftBank di luar negeri. Salah satunya investasinya di WeWork.
Berdasarkan presentasi SoftBank, pada Maret 2020 lalu, valuasi WeWork tinggal USD2,9 miliar atau Rp43,5 triliun (asumsi Rp 15.000/USD). Nilai ini turun dari Desember 2019 yang mencapai USD7,3 miliar. SotfBank dikabarkan telah menanamkan investasi di WeWork USD18,5 miliar.
Besarnya kerugian di WeWork inilah yang membuat rencana bos SoftBank Masayoshi Son untuk menambah investasinya hingga 2 miliar di Grab semakin jauh dari kenyataan.
"Sektor teknologi di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dan saya sangat senang dapat berinvestasi bagi masa depan Indonesia melalui Grab dengan investasi sebesar USD 2 miliar," ujar Masayoshi Son, Chairman dan CEO SoftBank Group usai bertemu Presiden Jokowi Juli 2019.
(akr)