Blok Migas Pertamina Kini Berada di 12 Negara
A
A
A
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) berkomitmen untuk merealisasikan target produksi 1,9 juta barel oil equivalen per day (BOEPD) pada 2025 guna mendukung pertumbuhan perekonomian nasional. Blok migas Pertamina kini berada di 12 negara.
Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) Syamsu Alam mengungkapkan terdapat tiga blok yang telah berproduksi, yaitu Aljazair, Irak dan Malaysia. Pertamina memiliki tambahan dua blok yang sudah berproduksi di Nigeria dan Gabon. Sementara tujuh blok yang dalam tahap eksplorasi, antara lain Namibia, Tanzania, Myanmar, Prancis, Italia, Kolombia dan Kanada.
"Jadi sekarang kita bersyukur Pertamina ada di 12 negara," ujarnya di Cirebon, Jawa Barat, Minggu (9/4/2017).
Sebab itu, Pertamina menggencarkan akuisisi aset migas selain di dalam juga di luar Negeri. Akusisi aset dari luar negeri (overseas) diandalkan mampu menyumbang 33% dari target produksi tersebut. Pertamina akan melakukan strategi untuk mengelola blok-blok terminasi.
Pertamina sedang menyiapkan pengelolaan delapan blok terminasi pada 2018 yang telah diserahkan pemerintah kepada Pertamina, termasuk di dalamnya Sanga Sanga dan OSES.
"Di domestik Pertamina juga mengoptimalisasikan asset-aset yang dimiliki dengan berbagai proyek, seperti PHE WMO Integration Project, Proyek Pengeboran Parang Nunukan, Proyek Pengeboran Randugunting, Optimalisasi EOR di sumur sumur tua dan lainya. Optimalisasi aset ini dimaksudkan untuk meningkatkan produksi migas agar target perusahaan di sektor hulu tercapai," terangnya.
Sejumlah langkah yang dilakukan Pertamina, tentu tidak lepas dari upaya BUMN ini ingin memberikan kontribusi yang nyata dalam mendukung perekonomian nasional. Indonesia yang kini termasuk negara ke-16 kekuatan ekonominya, pada 2050 akan menjadi negara dengan perekonomian keempat setelah China, Amerika, dan India, dengan GDP USD15,432 miliar.
"Dengan pertumbuhanekonomi semacam itu, tentu Indonesia membutuhkan dukungan energi secara maksimal. Secara nasional sesungguhnya kebutuhan energi nasional jauh lebih dari cukup," katanya.
Menurut Syamsu, pada 2015 produksi energi nasional 354 ton equivalen minyak, yang terdiri 271 ton batu bara dan selebihnya sebanyak 113 ton minyak ,gas dan energi terbarukan.
Sementara konsumsi energi sebesar 195 ton, sebenarnya energi nasional itu mengalami surplus. Hanya yang menjadi dilema, konsumsi energi sebesar itu dalam kenyataannya dipenuhi 113 ton (60) dari migas dan energi terbarukan. "Kondisi demikian jika tidak diantisipasi, Indonesia mengalami defisit migas," jelasnya.
Dia menjelaskan di tengah tingginya konsumsi migas, justru produksi Migas Indonesia terus merosot, seiring makin menipisnya cadangan yang dimiliki. Sekalipun Indonesia memiliki 60 cekungan, cadangan minyak Indonesia di urutan 26 dunia, sekitar 4 miliar barel. Hal yang sama dengan cadangan gas Indonesia di urutan ke-14 dengan cadangan 100 TCF.
"Langkah Pertamina mengelola blok Migas di luar negeri sesungguhnya untuk memperkuat cadangan dan produksi nasional. Karena produksi migas di overseas itu hasilnya akan dibawa pulang untuk diolah di kilang-kilang yang ada di Indonesia untuk memenuhi konsumsi BBM domestik," tutupnya.
Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) Syamsu Alam mengungkapkan terdapat tiga blok yang telah berproduksi, yaitu Aljazair, Irak dan Malaysia. Pertamina memiliki tambahan dua blok yang sudah berproduksi di Nigeria dan Gabon. Sementara tujuh blok yang dalam tahap eksplorasi, antara lain Namibia, Tanzania, Myanmar, Prancis, Italia, Kolombia dan Kanada.
"Jadi sekarang kita bersyukur Pertamina ada di 12 negara," ujarnya di Cirebon, Jawa Barat, Minggu (9/4/2017).
Sebab itu, Pertamina menggencarkan akuisisi aset migas selain di dalam juga di luar Negeri. Akusisi aset dari luar negeri (overseas) diandalkan mampu menyumbang 33% dari target produksi tersebut. Pertamina akan melakukan strategi untuk mengelola blok-blok terminasi.
Pertamina sedang menyiapkan pengelolaan delapan blok terminasi pada 2018 yang telah diserahkan pemerintah kepada Pertamina, termasuk di dalamnya Sanga Sanga dan OSES.
"Di domestik Pertamina juga mengoptimalisasikan asset-aset yang dimiliki dengan berbagai proyek, seperti PHE WMO Integration Project, Proyek Pengeboran Parang Nunukan, Proyek Pengeboran Randugunting, Optimalisasi EOR di sumur sumur tua dan lainya. Optimalisasi aset ini dimaksudkan untuk meningkatkan produksi migas agar target perusahaan di sektor hulu tercapai," terangnya.
Sejumlah langkah yang dilakukan Pertamina, tentu tidak lepas dari upaya BUMN ini ingin memberikan kontribusi yang nyata dalam mendukung perekonomian nasional. Indonesia yang kini termasuk negara ke-16 kekuatan ekonominya, pada 2050 akan menjadi negara dengan perekonomian keempat setelah China, Amerika, dan India, dengan GDP USD15,432 miliar.
"Dengan pertumbuhanekonomi semacam itu, tentu Indonesia membutuhkan dukungan energi secara maksimal. Secara nasional sesungguhnya kebutuhan energi nasional jauh lebih dari cukup," katanya.
Menurut Syamsu, pada 2015 produksi energi nasional 354 ton equivalen minyak, yang terdiri 271 ton batu bara dan selebihnya sebanyak 113 ton minyak ,gas dan energi terbarukan.
Sementara konsumsi energi sebesar 195 ton, sebenarnya energi nasional itu mengalami surplus. Hanya yang menjadi dilema, konsumsi energi sebesar itu dalam kenyataannya dipenuhi 113 ton (60) dari migas dan energi terbarukan. "Kondisi demikian jika tidak diantisipasi, Indonesia mengalami defisit migas," jelasnya.
Dia menjelaskan di tengah tingginya konsumsi migas, justru produksi Migas Indonesia terus merosot, seiring makin menipisnya cadangan yang dimiliki. Sekalipun Indonesia memiliki 60 cekungan, cadangan minyak Indonesia di urutan 26 dunia, sekitar 4 miliar barel. Hal yang sama dengan cadangan gas Indonesia di urutan ke-14 dengan cadangan 100 TCF.
"Langkah Pertamina mengelola blok Migas di luar negeri sesungguhnya untuk memperkuat cadangan dan produksi nasional. Karena produksi migas di overseas itu hasilnya akan dibawa pulang untuk diolah di kilang-kilang yang ada di Indonesia untuk memenuhi konsumsi BBM domestik," tutupnya.
(dmd)