Soal Freeport, Pemerintah Diminta Jaga Iklim Investasi
A
A
A
JAKARTA - Menyikapi perkembangan penyelesaian negosiasi pemerintah dengan PT Freeport Indonesia hingga saat ini, mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Budi Susilo Soepandji menyampaikan bahwa setiap langkah yang diambil pemerintah harus mempertimbangkan kestabilan di Papua, sebagai jantung arsipel Indonesia.
Sejak awal, pemerintahan Presiden Joko Widodo sudah menekankan pentingnya kerjasama dengan luar negeri khususnya dalam bidang investasi. Oleh karena itu, Budi Susilo menilai pemerintah perlu menjaga iklim kerjasama investasi dan perdagangan internasional semakin kondusif, sehingga mencerminkan kedaulatan nasional yang memberikan jaminan kesejahteraan dan keamanan bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Freeport telah menjadi bagian besar dari pertumbuhan dan perkembangan masyarakat di Papua. Maka perubahan kebijakan pemerintah yang berdampak sosial secara besar di Papua harus dilaksanakan oleh pemerintah secara hati-hati,” ujar Budi Susilo pada keterangan resmi di Jakarta, Selasa (18/4/2017).
Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa, Papua selain posisinya yang paling timur di Indonesia, juga memiliki posisi strategis di kawasan Asia terutama karena berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik serta berhubungan dekat dengan Australia. Terlebih lagi, posisi Papua sangat memegang peranan atas kestabilan kawasan Indonesia timur.
Mantan Direktur Jenderal Potensi Pertahanan di Kementerian Pertahanan ini juga mencermati bahwa dalam beberapa kali kunjungan Presiden Joko Widodo ke Papua telah menunjukkan komitmen pemerintah yang tinggi terhadap kemajuan Papua, sehingga ia yakin pemerintah telah meletakkan dasar dan memprioritaskan kesejahteraan masyarakat Papua.
Namun demikian, terkait perbedaan pendapat dengan Freeport, sebagaimana publik dapat menyadari, ada potensi bahwa cita-cita pemerintah yang mulia tersebut dapat bergeser apabila tidak diikuti atau dibarengi dengan dialog dan komunikasi konstruktif.
Sementara tokoh Papua, Michael Manufandu, dalam kesempatan lain menyampaikan, ia melihat ada arah positif dari pembicaraan di antara pemerintah dan Freeport. Masing-masing pihak berusaha saling melengkapi kekurangannya. Hal ini bisa dilihat dari keluarnya izin ekspor konsentrat selama 8 bulan.
"Pemerintah mengakui adanya kekuatan hukum yang masih ada dalam Kontrak Karya. Tapi pemerintah juga berpegang pada UU yang baru dan turunannya. Misalnya divestasi 51% dan perluasan smelter. Tapi saya yakin ke depan akan ada titik temunya. Sehingga ada kepastian dalam berinvestasi dan tak menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat Papua," kata mantan Wali Kota Jayapura dan juga mantan Duta Besar Indonesia untuk Kolombia ini.
Sejak awal, pemerintahan Presiden Joko Widodo sudah menekankan pentingnya kerjasama dengan luar negeri khususnya dalam bidang investasi. Oleh karena itu, Budi Susilo menilai pemerintah perlu menjaga iklim kerjasama investasi dan perdagangan internasional semakin kondusif, sehingga mencerminkan kedaulatan nasional yang memberikan jaminan kesejahteraan dan keamanan bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Freeport telah menjadi bagian besar dari pertumbuhan dan perkembangan masyarakat di Papua. Maka perubahan kebijakan pemerintah yang berdampak sosial secara besar di Papua harus dilaksanakan oleh pemerintah secara hati-hati,” ujar Budi Susilo pada keterangan resmi di Jakarta, Selasa (18/4/2017).
Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa, Papua selain posisinya yang paling timur di Indonesia, juga memiliki posisi strategis di kawasan Asia terutama karena berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik serta berhubungan dekat dengan Australia. Terlebih lagi, posisi Papua sangat memegang peranan atas kestabilan kawasan Indonesia timur.
Mantan Direktur Jenderal Potensi Pertahanan di Kementerian Pertahanan ini juga mencermati bahwa dalam beberapa kali kunjungan Presiden Joko Widodo ke Papua telah menunjukkan komitmen pemerintah yang tinggi terhadap kemajuan Papua, sehingga ia yakin pemerintah telah meletakkan dasar dan memprioritaskan kesejahteraan masyarakat Papua.
Namun demikian, terkait perbedaan pendapat dengan Freeport, sebagaimana publik dapat menyadari, ada potensi bahwa cita-cita pemerintah yang mulia tersebut dapat bergeser apabila tidak diikuti atau dibarengi dengan dialog dan komunikasi konstruktif.
Sementara tokoh Papua, Michael Manufandu, dalam kesempatan lain menyampaikan, ia melihat ada arah positif dari pembicaraan di antara pemerintah dan Freeport. Masing-masing pihak berusaha saling melengkapi kekurangannya. Hal ini bisa dilihat dari keluarnya izin ekspor konsentrat selama 8 bulan.
"Pemerintah mengakui adanya kekuatan hukum yang masih ada dalam Kontrak Karya. Tapi pemerintah juga berpegang pada UU yang baru dan turunannya. Misalnya divestasi 51% dan perluasan smelter. Tapi saya yakin ke depan akan ada titik temunya. Sehingga ada kepastian dalam berinvestasi dan tak menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat Papua," kata mantan Wali Kota Jayapura dan juga mantan Duta Besar Indonesia untuk Kolombia ini.
(akr)