Digital Vortex

Senin, 24 April 2017 - 05:50 WIB
Digital Vortex
Digital Vortex
A A A
YUSWOHADY
Managing Partner, Inventure www.yuswohady.com @yuswohady

Beberapa pekan lalu di rubrik ini saya menulis makhluk baru yang sangat mengerikan yang saya sebut “digital vampire “.

Makhluk ini hobinya bergentayangan, siap mengisap darah setiap perusahaan besar (incumbent ) yang memiliki model bisnis yang tak beres. WhatsApp, Uber, self driving car milik Google, fintech, Amazon Air (drone delivery service milik Amazon), atau komputer cerdas Watson milik IBM adalah contoh kecil digital vampire yang kini terus mengintai layaknya malaikat pencabut nyawa. Semua incumbents di seluruh dunia kini paranoid dengan kehadiran digital vampire ini karena mereka begitu masif mendisrupsi industri dan begitu cepat menguasai industri tersebut.

Di Tanah Air, kita menyaksikan bagaimana digital vampire seperti Grab dan Uber dalam waktu singkat menggoyahkan dominasi incumbent seperti Blue Bird atau taksi Express. Bukan kebetulan jika semua perusahaan itu menggunakan teknologi digital sebagai “senjata pencabut nyawa”. Ya, karena seperti dikatakan Marc Andresseen, pendiri mesin pencari pertama Netscape, “digital is eating the world “.

Intinya, Andreessen ingin mengatakan bahwa perangkat lunak (software) dan teknologi digital telah memorak-porandakan industri konvensional. Apa pun perusahaan yang tidak mengadopsi digital akan ditelan pesaing-pesaing digital, yang tak lain adalah perusahaan perangkat lunak (software company).

Harus diingat, perusahaan penjual buku terbesar di dunia saat ini adalah software company bernama Amazon. Hotel terbesar di dunia saat ini adalah software company yaitu AirBnB. Perusahaan layanan video terbesar di dunia saat ini adalah software company, yaitu Netflix. Penguasa industri musik dunia saat ini adalah software company yaitu Apple (iTunes), Spotify, dan Pandora.

Vorteks
Beberapa tahun terakhir saya paling getol berburu dan membaca buku-buku mengenai disrupsi digital. Di samping karena topiknya sedang happening, disrupsi digital merupakan gelombang perubahan yang merombak rule of the game hampir seluruh industri tanpa mengenal ampun. Salah satu buku yang menjadi favorit saya adalah Digital Vortex (2016) yang ditulis para pakar dari IMD, salah satu sekolah bisnis terbaik di dunia. Hal yang paling saya suka dari buku ini adalah penggambarannya mengenai proses terjadinya disrupsi digital.

Dampak sebuah disrupsi digital terhadap perusahaan dan industri, menurut buku ini, paling mudah digambarkan sebagai sebuah vorteks, karena itu sering disebut vorteks digital (digital vortex ). Vorteks adalah pusaran yang memiliki tenaga dahsyat yang akan mengisap benda apa pun yang ada di sekitarnya ke dalam pusat pusaran. Benda-benda yang terisap ke dalam pusat pusaran ini memiliki kecepatan yang bersifat eksponensial: jika semakin mendekat ke pusat pusaran, kecepatannya mengalami akselerasi yang luar biasa.

Benda-benda yang sudah terperangkap ke dalam pusat pusaran vorteks akan terombang-ambing secara chaotic. Ketika benda-benda tersebut sudah berada di pusat, maka mereka akan saling bertubrukan, tercabik-cabik, terlumat-lumat, dan akhirnya membentuk entitas yang sama sekali lain.

Be Alert!
Nah, dalam konteks ini disrupsi digital digambarkan sebagai pusaran hebat yang terjadi di pusat. Sementara perusahaan dan industri yang terdisrupsi digambarkan sebagai benda-benda yang terisap di pusat pusaran. Begitu perusahaan dan industri sampai di pusat pusaran maka bisnis modelnya akan “tercabik-cabik” dan “terlumat-lumat” dan kemudian membentuk model bisnis baru yang sama sekali lain dengan bentuk awalnya.

Ilustrasi di samping menggambarkan peta dari berbagai industri yang siap terkena disrupsi. Industri-industri yang dekat dengan pusat pusaran seperti perusahaan teknologi, media dan hiburan, atau ritel adalah industri-industri yang siap diisap oleh disrupsi digital. Sementara industri-industri yang posisinya lebih jauh dari pusat pusaran seperti farmasi, migas, atau utilitas relatif lebih kecil kemungkinan terkena disrupsi. Namun, apakah perusahaan-perusahaan di posisi terluar akan bisa bersantai-santai karena ancaman disrupsi masih jauh?

Rupanya tidak demikian, karena pada akhirnya semua perusahaan akan terkena disrupsi. Ingat, apa pun bisnis dan industri Anda, disrupsi digital pasti akan datang menghampiri. Karena itu siap tidak siap Anda harus menyongsongnya. Pertanyaannya, saat tiba waktunya disrupsi digital (alias “malaikat pencabut nyawa”), kemungkinan yang terjadi ada dua.

Pertama, Anda menjadi korban disrupsi dan Anda sirna hilang dari peredaran. Atau, justru Anda lah yang menciptakan disrupsi yang memberangus bisnis, industri, dan pesaing Anda. Saya berdoa semoga Anda mengalami kemungkinan yang kedua.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0787 seconds (0.1#10.140)