Listrik Naik, Ekonomi Warga PALI Terancam Terpuruk
A
A
A
TALANG UBI - Kehidupan ekonomi masyarakat di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatra Selatan, semakin terpuruk imbas kembalinya kenaikan tarif dasar listrik (TDL) di awal Mei ini.
Kondisi mahalnya TDL sekarang tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan warga Kabupaten PALI. Bahkan masyarakat yang selama ini mengandalkan mata pencaharian dari penyadap karet, harga komoditas karet sedang berada di titik rendah. Hal yang menambah buruk ekonomi warga kelas bawah yang rentan kemiskinan.
Seperti yang dialami oleh Sartiyem, 42, warga Desa Jerambah Besi yang mengaku saat ini harus merogeh kocek lebih dalam untuk membayar listrik.
"Parah nian dek sekarang. Aku bayar listrik lah nak dua kali lipat. Biasonya aku bayar Rp130.000 per bulan untuk 900 (Volt) Ampere, kalau sekarang bayar listrik lah capai Rp350.000 sebulan. Itu pun dak sebanding nian dengan pendapatan kami, belum lagi biaya hidup, anak sekolah, makan sehari-hari," keluh perempuan yang mengaku dalam satu bulan pendapatannya paling besar Rp1 juta.
Hal sama juga dialami Abu Bakar, 62, warga Gang Masjid Pendopo Kabupaten PALI. Dirinya terpaksa membayar listrik hingga Rp700.000 pada bulan kemarin (April-Mei).
"Padahal biasanya cuma bayar Rp300.000 per bulan. Ini malah dua kali bahkan hampir tiga kali lipat. Cak mano nak sejahtera kalau cak ini. Lagi pulo, tarif mahal tidak diimbangi pelayanan listrik yang sering padam. Satu hari hingga tiga kali padamnya," keluh bapak tiga anak, Selasa (16/5/2017).
Tidak hanya Sartiyem dan Abu Bakar yang mengeluhkan kebijakan pemerintah era Presiden Jokowi soal mahalnya tarif dasar listrik, Suherman, tokoh masyarakat asal Desa Simpang Tais itu merasa langkah pemerintah dalam menaikkan TDL semakin membuat masyarakat, khususnya warga Kabupaten PALI semakin terpuruk ekonominya.
"Bagaimana tidak, di saat harga jual karet semakin menurun ditambah lagi dengan tarif listrik yang semakin meroket tentulah membuat warga PALI yang mayoritas petani karet menjerit. Memang, harga jual karet bukanlah ketetapan dari pemerintah Indonesia melainkan dunia, namun kan tetap dengan naiknya TDL hingga tiga kali tahapan itu menunjukkan pemerintah saat ini tidak memikirkan kondisi perekonomin masyarakat menengah yang rentan menjadi masyarakat miskin," beber pria yang juga dalam kesehariannya sebagai petani karet.
Untuk itu, dirinya berharap Pemerintah Kabupaten PALI melalui Bupatinya H. Heri Amalindo bisa menyampaikan keluhan kepada Presiden. Serta juga bisa memberikan solusi bagi warga PALI agar ekonominya tidak semakin terpuruk.
"Bupati PALI diminta untuk bisa menyampaikan keluhan ini ke Pak Presiden. Kalaupun tidak bisa mengubah, kami harap Pak Bupati sudah menyiapkan solusi alternatif bagi perkembangan dan peningkatan ekonomi bagi masyarakat PALI," harapnya.
Kondisi mahalnya TDL sekarang tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan warga Kabupaten PALI. Bahkan masyarakat yang selama ini mengandalkan mata pencaharian dari penyadap karet, harga komoditas karet sedang berada di titik rendah. Hal yang menambah buruk ekonomi warga kelas bawah yang rentan kemiskinan.
Seperti yang dialami oleh Sartiyem, 42, warga Desa Jerambah Besi yang mengaku saat ini harus merogeh kocek lebih dalam untuk membayar listrik.
"Parah nian dek sekarang. Aku bayar listrik lah nak dua kali lipat. Biasonya aku bayar Rp130.000 per bulan untuk 900 (Volt) Ampere, kalau sekarang bayar listrik lah capai Rp350.000 sebulan. Itu pun dak sebanding nian dengan pendapatan kami, belum lagi biaya hidup, anak sekolah, makan sehari-hari," keluh perempuan yang mengaku dalam satu bulan pendapatannya paling besar Rp1 juta.
Hal sama juga dialami Abu Bakar, 62, warga Gang Masjid Pendopo Kabupaten PALI. Dirinya terpaksa membayar listrik hingga Rp700.000 pada bulan kemarin (April-Mei).
"Padahal biasanya cuma bayar Rp300.000 per bulan. Ini malah dua kali bahkan hampir tiga kali lipat. Cak mano nak sejahtera kalau cak ini. Lagi pulo, tarif mahal tidak diimbangi pelayanan listrik yang sering padam. Satu hari hingga tiga kali padamnya," keluh bapak tiga anak, Selasa (16/5/2017).
Tidak hanya Sartiyem dan Abu Bakar yang mengeluhkan kebijakan pemerintah era Presiden Jokowi soal mahalnya tarif dasar listrik, Suherman, tokoh masyarakat asal Desa Simpang Tais itu merasa langkah pemerintah dalam menaikkan TDL semakin membuat masyarakat, khususnya warga Kabupaten PALI semakin terpuruk ekonominya.
"Bagaimana tidak, di saat harga jual karet semakin menurun ditambah lagi dengan tarif listrik yang semakin meroket tentulah membuat warga PALI yang mayoritas petani karet menjerit. Memang, harga jual karet bukanlah ketetapan dari pemerintah Indonesia melainkan dunia, namun kan tetap dengan naiknya TDL hingga tiga kali tahapan itu menunjukkan pemerintah saat ini tidak memikirkan kondisi perekonomin masyarakat menengah yang rentan menjadi masyarakat miskin," beber pria yang juga dalam kesehariannya sebagai petani karet.
Untuk itu, dirinya berharap Pemerintah Kabupaten PALI melalui Bupatinya H. Heri Amalindo bisa menyampaikan keluhan kepada Presiden. Serta juga bisa memberikan solusi bagi warga PALI agar ekonominya tidak semakin terpuruk.
"Bupati PALI diminta untuk bisa menyampaikan keluhan ini ke Pak Presiden. Kalaupun tidak bisa mengubah, kami harap Pak Bupati sudah menyiapkan solusi alternatif bagi perkembangan dan peningkatan ekonomi bagi masyarakat PALI," harapnya.
(ven)