DPR Minta LSM Pengganggu Industri Sawit Dibubarkan

Sabtu, 20 Mei 2017 - 20:37 WIB
DPR Minta LSM Pengganggu...
DPR Minta LSM Pengganggu Industri Sawit Dibubarkan
A A A
JAKARTA - Sejumlah kalangan mendesak Pemerintah bersikap tegas dengan membubarkan atau mengusir lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau non government organization (NGO) yang bekerja untuk kepentingan asing. Sebab LSM tersebut dalam praktiknya merongrong kedaulatan negara dan mengganggu ekonomi Indonesia.

“Kalau mereka menyinggung atau merongrong kedaulatan ekonomi kita ya sebaiknya diusir saja. Kita ini negara yang berdaulat, jadi tak bisa dikendalikan oleh bangsa asing,” ujar Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo di Jakarta, Sabtu (20/5/2017).

Edhy mengingatkan kepada Pemerintah dan aparat penegak hukum agar bersikap tegas terhadap LSM berkedok lingkungan dan advokasi sosial yang sepak terjangnya mengganggu perekonomian Indonesia. Apalagi, kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini, mereka kebanyakan tidak berazaskan Pancasila.

“Janganlah mengganggu ekonomi Indonesia. Keberadaan pengusaha ini sangat penting loh untuk pembangunan. Mereka ini bisa dikatakan pahlawan bangsa. Bisa mendatangkan devisa, menyerap tenaga kerja,” katanya.

Menurut Edhy, dalam rangka menyelenggarakan pembangunan ini, diperlukan keberadaan LSM. Namun LSM yang diperlukan adalah yang memberikan kritik maupun saran yang sifatnya membangun untuk kemajuan bangsa. Bukan LSM yang sepak terjangnya merongrong kedaulatan negara atau merugikan kepentingan ekonomi nasional

Edhy juga menyinggung tentang janji LSM yang bisa mencairkan dana USD1 miliar dari Norwegia. Dana tersebut sebagai kompensasi moratorium pemberian izin pembukaan hutan dan lahan gambut sebagaimana termaktub dalam Letter of Intent (LoI) yang diteken Pemerintah Indonesia dengan Norwegia pada Mei 2010.

“Mereka katanya bisa bantu cairkan dana USD1 miliar dari Norwegia itu, buktinya mana? Sampai sekarang sudah berapa yang dicairkan?,” kata Edhy.

Hal senada dikemukakan anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo. Menurutnya, LSM tersebut berkedok lingkungan maupun advokasi sosial. Padahal LSM tersebut tujuannya menghancurkan potensi ekonomi Indonesia. “Mereka ini kan biasanya para pengangguran intelek. Mereka dibayar asing untuk mengobok-obok bangsa dan negaranya sendiri. Mereka disuruh untuk hancurkan bangsanya sendiri,” tandasnya.

Ketua Umum Asosiasi Sawitku Masa Depanku (Samade) Tolen Ketaren mengaku selama ini para petani sawit sangat resah dengan keberadaan LSM berkedok lingkungan dan advokasi sosial tersebut. LSM tersebut biasanya meributkan penanaman sawit di lahan gambut.

Selain itu, LSM tersebut juga berkamuflase dan mengatasnamakan petani sawit. Padahal, kata Tolen, mereka itu bukan petani sungguhan. Mereka bersuara seakan-akan petani sawit, namun sesungguhnya justru menghancurkan sawit.

“Mereka itu kan dibayar Eropa untuk menghancurkan sawit. Karena bunga matahari yang ditanam di Eropa itu produktivitasnya kalah bersaing dengan sawit,” kata Tolen yang mengaku memiliki anggota sebanyak 38.000 petani sawit mandiri.

Menurut Tolen, tudingan mengeksploitasi anak-anak yang bekerja di perkebunan sawit itu juga tidak benar. Sebab, kebiasaan anak-anak di Indonesia membantu orang tua bekerja di kebun atau sawah itu suatu hal yang biasa. “Itu bukan bentuk eksploitasi anak, karena itu bagian dari kebiasaan petani Indonesia,” katanya.

Biasanya, kata Tolen, LSM tersebut hanya mengambil sampel kecil untuk menggeneralisasi sawit Indonesia secara keseluruhan. “Misalnya ada anak-anak mengumpulkan brondolan tandan buah segar (TBS) yang dipanen di kebun milik orang tuanya. Itu dianalogikan seakan-akan itu terjadi di seluruh kebun sawit di Indonesia,” kata Tolen.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9190 seconds (0.1#10.140)