Tolak FCTC, Petani Cengkeh Minta Negara Hadir Melindungi
A
A
A
JAKARTA - Deklarasi Jakarta hasil dari The 4th Indonesian Conference on Tobacco or Health yang digelar oleh Tobacco Control Support Center (TCSC) dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) bertema ‘Tembakau : Ancaman Generasi Sekarang dan Akan Datang’ pada 15-16 Mei 2017 mendapatkan penolakan.
Terdapat sejumlah poin, salah satunya meminta pemerintah segera mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) sebagai salah satu indikator Sustainable Development Goals. Menanggapi hal itu, Ketua Himpunan Petani Cengkeh Mapalus Sulawesi Utara, Yusak Horman menolak keras FCTC.
Pasalnya terang dia, FCTC jelas-jelas mematikan keberlangsungan hidup petani cengkeh dan tembakau. “Jika Indonesia aksesi FCTC, maka Negara secara tidak langsung telah mematikan 2 juta petani tembakau, 1,2 juta petani cengkeh, dan ratusan ribu bahkan jutaan orang yang baik langsung maupun tidak langsung terlibat di sektor pertembakauan,” tegas Yusak di Jakarta, Selasa (23/5/2017).
Menurutnya, penolakan FCTC merupakan salah satu hasil rapat kerja nasional (Rakernas) II beberapa waktu lalu di Sulawesi Utara. Hasil Rakernas lainnya, petani cengkeh meminta Negara hadir dan peduli dengan petani cengkeh dan tembakau serta keberpihakan kepada industri kretek nasional.
Ditegaskan Yusak, kretek adalah hasil karya rakyat Indonesia. Berbicara tentang industri tembakau, juga tidak bisa dipisahkan dari industri kretek nasional. Demikian juga, saat berbicara tentang kretek terng dia tidak bisa dipisahkan dari proses panjang sejarah hingga saat ini.
"Kretek menjadi bukti kekayaan produk budaya (heritage) Indonesia. Kretek menggunakan tembakau lokal, cengkeh, klembak, menyan, dan merupakan produk asli Indonesia," ungkapnya.
Dalam konteks inilah, petani cengkeh dan pemangku kepentingan terkait berharap Negara hadir untuk melindunginya, salah satunya tidak mengaksesi FCTC. Hal ini sejalan dengan sikap Presiden Jokowi beberapa waktu lalu yang tidak ingin tergesa-gesa mengaksesi FCTC demi kepentingan nasional.
Terdapat sejumlah poin, salah satunya meminta pemerintah segera mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) sebagai salah satu indikator Sustainable Development Goals. Menanggapi hal itu, Ketua Himpunan Petani Cengkeh Mapalus Sulawesi Utara, Yusak Horman menolak keras FCTC.
Pasalnya terang dia, FCTC jelas-jelas mematikan keberlangsungan hidup petani cengkeh dan tembakau. “Jika Indonesia aksesi FCTC, maka Negara secara tidak langsung telah mematikan 2 juta petani tembakau, 1,2 juta petani cengkeh, dan ratusan ribu bahkan jutaan orang yang baik langsung maupun tidak langsung terlibat di sektor pertembakauan,” tegas Yusak di Jakarta, Selasa (23/5/2017).
Menurutnya, penolakan FCTC merupakan salah satu hasil rapat kerja nasional (Rakernas) II beberapa waktu lalu di Sulawesi Utara. Hasil Rakernas lainnya, petani cengkeh meminta Negara hadir dan peduli dengan petani cengkeh dan tembakau serta keberpihakan kepada industri kretek nasional.
Ditegaskan Yusak, kretek adalah hasil karya rakyat Indonesia. Berbicara tentang industri tembakau, juga tidak bisa dipisahkan dari industri kretek nasional. Demikian juga, saat berbicara tentang kretek terng dia tidak bisa dipisahkan dari proses panjang sejarah hingga saat ini.
"Kretek menjadi bukti kekayaan produk budaya (heritage) Indonesia. Kretek menggunakan tembakau lokal, cengkeh, klembak, menyan, dan merupakan produk asli Indonesia," ungkapnya.
Dalam konteks inilah, petani cengkeh dan pemangku kepentingan terkait berharap Negara hadir untuk melindunginya, salah satunya tidak mengaksesi FCTC. Hal ini sejalan dengan sikap Presiden Jokowi beberapa waktu lalu yang tidak ingin tergesa-gesa mengaksesi FCTC demi kepentingan nasional.
(akr)