Pengguna Uang Elektronik Berbasis Kartu Bakal Kena Biaya?
A
A
A
JAKARTA - Penggunaan uang elektronik berbasis kartu menjadi sebuah fenomena yang saat ini marak digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Fasilitas tersebut dimanfaatkan mulai untuk pembayaran tiket kereta, angkutan bus, pembayaran tol, berbelanja di minimarket dan sebagainya.
Namun dalam penggunaannya, bank yang mengeluarkan uang elektronik berbasis kartu selama ini tidak mendapatkan fee atau komisi dari jasa tersebut. Hal ini diakui Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI).
ASPI meengungkapkan, selama ini belum ada regulasi yang mengatur biaya atau komisi dari kartu tersebut. Jika diterapkan, akan ada penyesuaian mengenai biaya penggunaan fasilitas.
"Ya, sekarang ini memang belum ada regulasinya untuk biaya-biaya itu. Jadi sementara ini enggak kena biaya. Kalau ada regulasinya dari Bank Indonesia kita bisa atur," ujar Sekjen ASPI Sis Apik Wijayanto, ketika dihubungi SINDOnews, Jakarta, Jumat (26/5/2017).
Sis mengungkapkan, saat ini sistem pembayaran di Indonesia sedang diarahkan ke National Payment Gateway (NPG). Dalam ketentuan NPG juga masuk tentang uang elektronik berbasis kartu. Namun, belum membahas mengenai biaya yang akan dikenakan atas penggunaan uang elektronik tersebut.
"Di dalam kebijakan NPG, belum diatur. Otomatis ya belum dibahas. Tapi sepanjang nanti regulasinya ada, kita jalankan," katanya.
Untuk pembahasannya, lanjut Sis, saat ini masih menunggu kebijakan pemerintah. Sehingga belum bisa dipastikan kapan ketentuan pengenaan fee tersebut. "Ya, bisa tahun depan atau bisa juga setelahnya, kita belum tahu," imbuhnya.
Dia menuturkan, kalau nanti masyarakat dikenakan biaya atas penggunaannya, maka pihak bank penyelenggara akan memaksimalkan fasilitas penunjang uang elektronik. Hal ini untuk meminimalisir adanya protes dari pengguna uang elektronik atas pengenaan biaya tersebut.
"Jadi nanti itu mesin EDC, semuanya jadi satu, di satu mesin. Itu bisa menggunakan berbagai macam uang elektronik. Kita maksimalkan di sana, untuk meningkatkan pelayanan kita ke masyarakat," ujarnya
"Jadi seandainya itu dikenakan, orang tidak perlu uang tunai. Seandainya dikenakan juga enggak banyak," pungkas Sis.
Namun dalam penggunaannya, bank yang mengeluarkan uang elektronik berbasis kartu selama ini tidak mendapatkan fee atau komisi dari jasa tersebut. Hal ini diakui Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI).
ASPI meengungkapkan, selama ini belum ada regulasi yang mengatur biaya atau komisi dari kartu tersebut. Jika diterapkan, akan ada penyesuaian mengenai biaya penggunaan fasilitas.
"Ya, sekarang ini memang belum ada regulasinya untuk biaya-biaya itu. Jadi sementara ini enggak kena biaya. Kalau ada regulasinya dari Bank Indonesia kita bisa atur," ujar Sekjen ASPI Sis Apik Wijayanto, ketika dihubungi SINDOnews, Jakarta, Jumat (26/5/2017).
Sis mengungkapkan, saat ini sistem pembayaran di Indonesia sedang diarahkan ke National Payment Gateway (NPG). Dalam ketentuan NPG juga masuk tentang uang elektronik berbasis kartu. Namun, belum membahas mengenai biaya yang akan dikenakan atas penggunaan uang elektronik tersebut.
"Di dalam kebijakan NPG, belum diatur. Otomatis ya belum dibahas. Tapi sepanjang nanti regulasinya ada, kita jalankan," katanya.
Untuk pembahasannya, lanjut Sis, saat ini masih menunggu kebijakan pemerintah. Sehingga belum bisa dipastikan kapan ketentuan pengenaan fee tersebut. "Ya, bisa tahun depan atau bisa juga setelahnya, kita belum tahu," imbuhnya.
Dia menuturkan, kalau nanti masyarakat dikenakan biaya atas penggunaannya, maka pihak bank penyelenggara akan memaksimalkan fasilitas penunjang uang elektronik. Hal ini untuk meminimalisir adanya protes dari pengguna uang elektronik atas pengenaan biaya tersebut.
"Jadi nanti itu mesin EDC, semuanya jadi satu, di satu mesin. Itu bisa menggunakan berbagai macam uang elektronik. Kita maksimalkan di sana, untuk meningkatkan pelayanan kita ke masyarakat," ujarnya
"Jadi seandainya itu dikenakan, orang tidak perlu uang tunai. Seandainya dikenakan juga enggak banyak," pungkas Sis.
(dmd)