Pertumbuhan Kredit Lambat Akibat Daya Beli Masyarakat Flat
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, tren perlambatan pertumbuhan kredit pada kuartal II tahun ini dipengaruhi daya beli masyarakat yang cenderung flat. Ini terindikasi oleh aktivitas manufaktur Indonesia yang juga menurun, sehingga sektor manufaktur mengurangi volume produksinya.
(Baca Juga: Penyaluran Kredit Perbankan Tumbuh Lambat)
"Sisi permintaan perekonomian tidak terlalu signifikan meningkat pada Ramadan tahun ini mengingat perubahan perilaku konsumsi yang dipengaruhi beberapa faktor. Antara lain, tekanan inflasi sejak awal tahun karena penyesuaian tarif listrik serta kenaikan beberapa komoditas pangan karena stoknya tidak dapat menyuplai permintaan domestik," ujar Josua saat dihubungi, Rabu (5/7/2017).
Selain itu, pendapatan riil yang menurun mengingat penambahan angkatan kerja di sektor informal lebih besar dibanding sektor formal. Selain itu, konsumen mungkin menunda konsumsi pada Ramadan karena ada ekspektasi tekanan inflasi pada semester II tahun ini karena tahun ajaran baru sekolah, potensi pemangkasan subsidi elpiji serta ekspektasi inflasi yang meningkat pada akhir tahun jelang Natal dan tahun baru.
Menurut Josua, masih lemahnya daya beli masyarakat berimplikasi langsung pada masih lesunya sektor usaha yang pada akhirnya juga menghambat permintaan kredit.
"Selain terbatasnya permintaan kredit, faktor lainnya lagi yang dapat berpengaruh pada penyaluran kredit adalah risiko kredit yang relatif masih tinggi. Di mana, NPL perbankan yang mencapai 3,07% pada Mei sehingga membatasi penurunan suku bunga kredit," tuturnya.
Pada periode Januari 2016 hingga Mei 2017 suku bunga kredit baru turun 100 bps, padahal suku bunga deposito turun hingga 139 bps, merespons penurunan suku bunga acaun sebesar 150 bps pada periode sama.
Perekonomian pada semester II tahun ini diharapkan dapat membaik seiring ekspektasi pemulihan ekonomi pada tahun ini. Di mana, tingkat inflasi yang terkendali diperkirakan masih dapat menjaga daya beli masyarakat serta peningkatan belanja pemerintah khususnya pada proyek infrastruktur juga meningkat.
Hal tersebut akan mendorong kredit sektor konstruksi, penyediaan listrik serta kredit rumah tangga. "Selain itu, tren peningkatan NPL semester II tahun ini tertahan sejalan perlambatan pertumbuhan nominal NPL dan mulai meningkatnya ekspansi kredit. Dengan demikian, kredit perbankan diperkirakan tumbuh sekitar 9%-10% secara yoy pada akhir tahun ini," terangnya.
(Baca Juga: Penyaluran Kredit Perbankan Tumbuh Lambat)
"Sisi permintaan perekonomian tidak terlalu signifikan meningkat pada Ramadan tahun ini mengingat perubahan perilaku konsumsi yang dipengaruhi beberapa faktor. Antara lain, tekanan inflasi sejak awal tahun karena penyesuaian tarif listrik serta kenaikan beberapa komoditas pangan karena stoknya tidak dapat menyuplai permintaan domestik," ujar Josua saat dihubungi, Rabu (5/7/2017).
Selain itu, pendapatan riil yang menurun mengingat penambahan angkatan kerja di sektor informal lebih besar dibanding sektor formal. Selain itu, konsumen mungkin menunda konsumsi pada Ramadan karena ada ekspektasi tekanan inflasi pada semester II tahun ini karena tahun ajaran baru sekolah, potensi pemangkasan subsidi elpiji serta ekspektasi inflasi yang meningkat pada akhir tahun jelang Natal dan tahun baru.
Menurut Josua, masih lemahnya daya beli masyarakat berimplikasi langsung pada masih lesunya sektor usaha yang pada akhirnya juga menghambat permintaan kredit.
"Selain terbatasnya permintaan kredit, faktor lainnya lagi yang dapat berpengaruh pada penyaluran kredit adalah risiko kredit yang relatif masih tinggi. Di mana, NPL perbankan yang mencapai 3,07% pada Mei sehingga membatasi penurunan suku bunga kredit," tuturnya.
Pada periode Januari 2016 hingga Mei 2017 suku bunga kredit baru turun 100 bps, padahal suku bunga deposito turun hingga 139 bps, merespons penurunan suku bunga acaun sebesar 150 bps pada periode sama.
Perekonomian pada semester II tahun ini diharapkan dapat membaik seiring ekspektasi pemulihan ekonomi pada tahun ini. Di mana, tingkat inflasi yang terkendali diperkirakan masih dapat menjaga daya beli masyarakat serta peningkatan belanja pemerintah khususnya pada proyek infrastruktur juga meningkat.
Hal tersebut akan mendorong kredit sektor konstruksi, penyediaan listrik serta kredit rumah tangga. "Selain itu, tren peningkatan NPL semester II tahun ini tertahan sejalan perlambatan pertumbuhan nominal NPL dan mulai meningkatnya ekspansi kredit. Dengan demikian, kredit perbankan diperkirakan tumbuh sekitar 9%-10% secara yoy pada akhir tahun ini," terangnya.
(izz)