Tertibkan Impor Berisiko Tinggi, Bea Cukai Protektor bagi Ekonomi
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah terus berupaya menciptakan iklim usaha yang sehat dengan mengedepankan perbaikan berbagai sektor. Salah satunya adalah dengan melakukan penertiban terhadap praktik impor berisiko tinggi.
Bea Cukai, melalui program Penguatan Reformasi Kepabeanan dan Cukai, terus mendukung upaya penertiban impor berisiko tinggi. Menanggapi program tersebut, pengamat perpajakan Yustinus Prastowo mengungkapkan bahwa apa yang sedang dikerjakan Bea Cukai sudah sangat bagus, dimana program Penguatan Reformasi memiliki perencanaan yang komprehensi dan visi serta misi yang jelas.
“Program ini dapat mengubah paradigma masyarakat bahwa Bea Cukai bukan sekedar lembaga pemerintah pengumpul penerimaan negara, tetapi menjadi fasilitator dan protektor bagi ekonomi dan perdagangan,” jelasnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis (13/7/2017).
Tak hanya itu, dirinya berpendapat bahwa peran strategis Bea Cukai adalah menopang kekuatan ekonomi termasuk menjadi leader dalam melakukan perbaikan ekonomi secara struktural. Hal tersebut merupakan bagian penting dalam reformasi kepabeanan dan cukai.
Dalam menangani impor berisiko tinggi, Bea Cukai akan mengambil langkah taktis dengan bersinergi antara Kementerian dan Lembaga. Menurut Yustinus, langkah Bea Cukai dalam penanganan impor berisiko tinggi sudah tepat. Hal ini dikarenakan permasalahan tersebut bukan semata milik Bea Cukai atau Kementerian Keuangan.
“Namun ini masalah bersama di mana kita semua harus memberantas praktik bisnis ilegal yang menimbulkan unfairness dan budaya bisnis yang tidak baik, yang berimbas pada rusaknya tatanan bisnis,” ungkap dia.
Sebagai bentuk nyata dari upaya penertiban impor berisiko tinggi, Bea Cukai mengelar Rapat Koordinasi dan Deklarasi Bersama pada Rabu (12/7) yang dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan RI, Kepala Staf Kepresidenan, Wakil Ketua KPK, Kepala Kepolisian RI, Panglima TNI, Jaksa Agung, dan Kepala PPATK.
Lebih lanjut dia menegaskan bahwa dalam menangani impor berisiko tinggi harus melibatkan sebanyak mungkin institusi yang berperan, baik aparat penegak hukum atau pembuat kebijakan sehingga masalah ini dapat diselesaikan secara tuntas.
“Inisiatif dalam menyelenggarakan rapat koordinasi dan deklarasi bersama ini merupakan langkah ke depan yang sangat layak untuk diapresiasi. Harapannya, ini akan menjadi action plan yang berdampak besar bagi terciptanya kondisi perdagangan yang adil dan profesional,” ujarnya.
Yustinus juga memberikan saran terkait kunci sukses program penertiban impor berisiko tinggi. Untuk menyukseskan program tersebut harus disertai kemauan untuk berubah dari dalam. Perubahan tersebut harus dirumuskan menjadi budaya organisasi yang nantinya akan termanifestasikan dalam setiap kegiatan pelayanan, dan tindakan hukum.
“Saya mendorong agar komitmen perubahan harus terus dirawat. Penegakkan hukum secara internal juga harus dijalankan. Jika perubahan secara internal telah dilakukan, maka diharapkan akan dapat menular kepada para stakeholder untuk dapat berubah menjadi lebih baik,” paparnya.
Bea Cukai, melalui program Penguatan Reformasi Kepabeanan dan Cukai, terus mendukung upaya penertiban impor berisiko tinggi. Menanggapi program tersebut, pengamat perpajakan Yustinus Prastowo mengungkapkan bahwa apa yang sedang dikerjakan Bea Cukai sudah sangat bagus, dimana program Penguatan Reformasi memiliki perencanaan yang komprehensi dan visi serta misi yang jelas.
“Program ini dapat mengubah paradigma masyarakat bahwa Bea Cukai bukan sekedar lembaga pemerintah pengumpul penerimaan negara, tetapi menjadi fasilitator dan protektor bagi ekonomi dan perdagangan,” jelasnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis (13/7/2017).
Tak hanya itu, dirinya berpendapat bahwa peran strategis Bea Cukai adalah menopang kekuatan ekonomi termasuk menjadi leader dalam melakukan perbaikan ekonomi secara struktural. Hal tersebut merupakan bagian penting dalam reformasi kepabeanan dan cukai.
Dalam menangani impor berisiko tinggi, Bea Cukai akan mengambil langkah taktis dengan bersinergi antara Kementerian dan Lembaga. Menurut Yustinus, langkah Bea Cukai dalam penanganan impor berisiko tinggi sudah tepat. Hal ini dikarenakan permasalahan tersebut bukan semata milik Bea Cukai atau Kementerian Keuangan.
“Namun ini masalah bersama di mana kita semua harus memberantas praktik bisnis ilegal yang menimbulkan unfairness dan budaya bisnis yang tidak baik, yang berimbas pada rusaknya tatanan bisnis,” ungkap dia.
Sebagai bentuk nyata dari upaya penertiban impor berisiko tinggi, Bea Cukai mengelar Rapat Koordinasi dan Deklarasi Bersama pada Rabu (12/7) yang dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan RI, Kepala Staf Kepresidenan, Wakil Ketua KPK, Kepala Kepolisian RI, Panglima TNI, Jaksa Agung, dan Kepala PPATK.
Lebih lanjut dia menegaskan bahwa dalam menangani impor berisiko tinggi harus melibatkan sebanyak mungkin institusi yang berperan, baik aparat penegak hukum atau pembuat kebijakan sehingga masalah ini dapat diselesaikan secara tuntas.
“Inisiatif dalam menyelenggarakan rapat koordinasi dan deklarasi bersama ini merupakan langkah ke depan yang sangat layak untuk diapresiasi. Harapannya, ini akan menjadi action plan yang berdampak besar bagi terciptanya kondisi perdagangan yang adil dan profesional,” ujarnya.
Yustinus juga memberikan saran terkait kunci sukses program penertiban impor berisiko tinggi. Untuk menyukseskan program tersebut harus disertai kemauan untuk berubah dari dalam. Perubahan tersebut harus dirumuskan menjadi budaya organisasi yang nantinya akan termanifestasikan dalam setiap kegiatan pelayanan, dan tindakan hukum.
“Saya mendorong agar komitmen perubahan harus terus dirawat. Penegakkan hukum secara internal juga harus dijalankan. Jika perubahan secara internal telah dilakukan, maka diharapkan akan dapat menular kepada para stakeholder untuk dapat berubah menjadi lebih baik,” paparnya.
(akr)