Bankir: Nasabah Tidak Nyaman Rekeningnya Diintip Otoritas Pajak
A
A
A
JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT Bank CIMB Niaga Tbk Arwin Rasyid mengakui nasabah perbankan banyak yang tak nyaman dengan diberikannya kewenangan kepada Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu untuk mengintip rekening mereka demi keperluan perpajakan.
Kewenangan tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2017 tentang Keterbukaan Informasi Keuangan Demi Kepentingan Perpajakan.
Arwin menyarankan, pembukaan data rekening nasabah yang memiliki saldo di atas Rp1 miliar tidak serta merta seluruhnya diserahkan kepada otoritas pajak. Sebaiknya hal tersebut dilakukan by request.
"Menurut kami, data rekening nasabah di atas Rp1 miliar diberikan berdasarkan permintaan, tidak serta merta otomatis. Mengingat ada beberapa kendala yang kita hadapi. Karena ada dua isu, pertama kesiapan operasional," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi XI DPR RI, Jakarta, Selasa (18/7/2017).
Arwin menyebutkan, saat ini setidaknya ada 400 ribu rekening individu di Tanah Air yang saldonya di atas Rp1 miliar. Menurutnya, database Ditjen Pajak tidak akan bisa menangani langsung seluruh data rekening tersebut.
"Ada 400 ribu rekenng individu yang saldo di atas Rp1 miliar. Bayangkan kalau 400 ribu rekening itu masuk ke database Ditjen Pajak, bisa ke handle enggak. Ada banyak yang perlu disimak lebih dahulu," imbuh dia.
Dia meminta pemerintah memberikan waktu lebih panjang untuk sosialisasi mengenai aturan tersebut. Mengingat, masyarakat baru saja menyelesaikan periode pengampunan pajak (tax amnesty) yang cukup menimbulkan kontroversi.
"Kita baru selesai tax amnesty yang sangat sukses, berilah ketenangan ke masyarakat. Kasih waktu dua tahun atau tiga tahun, dimana dalam waktu itu ada edukasi, sosialisasi untuk meningkatkan kesadaraan pajak. Pasal Perppu yang memperbolehkan Ditjen Pajak untuk mengintip data nasabah perbankan di atas Rp1 miliar perlu ditunda menunggu UU KUP dan UU Perbankan. Pajak ingin data nasabah, silakan anytime, tapi jangan 400 ribu langsung dikasihkan semua. Itu betul-betul membuat orang tidak nyaman," tandasnya.
Kewenangan tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2017 tentang Keterbukaan Informasi Keuangan Demi Kepentingan Perpajakan.
Arwin menyarankan, pembukaan data rekening nasabah yang memiliki saldo di atas Rp1 miliar tidak serta merta seluruhnya diserahkan kepada otoritas pajak. Sebaiknya hal tersebut dilakukan by request.
"Menurut kami, data rekening nasabah di atas Rp1 miliar diberikan berdasarkan permintaan, tidak serta merta otomatis. Mengingat ada beberapa kendala yang kita hadapi. Karena ada dua isu, pertama kesiapan operasional," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi XI DPR RI, Jakarta, Selasa (18/7/2017).
Arwin menyebutkan, saat ini setidaknya ada 400 ribu rekening individu di Tanah Air yang saldonya di atas Rp1 miliar. Menurutnya, database Ditjen Pajak tidak akan bisa menangani langsung seluruh data rekening tersebut.
"Ada 400 ribu rekenng individu yang saldo di atas Rp1 miliar. Bayangkan kalau 400 ribu rekening itu masuk ke database Ditjen Pajak, bisa ke handle enggak. Ada banyak yang perlu disimak lebih dahulu," imbuh dia.
Dia meminta pemerintah memberikan waktu lebih panjang untuk sosialisasi mengenai aturan tersebut. Mengingat, masyarakat baru saja menyelesaikan periode pengampunan pajak (tax amnesty) yang cukup menimbulkan kontroversi.
"Kita baru selesai tax amnesty yang sangat sukses, berilah ketenangan ke masyarakat. Kasih waktu dua tahun atau tiga tahun, dimana dalam waktu itu ada edukasi, sosialisasi untuk meningkatkan kesadaraan pajak. Pasal Perppu yang memperbolehkan Ditjen Pajak untuk mengintip data nasabah perbankan di atas Rp1 miliar perlu ditunda menunggu UU KUP dan UU Perbankan. Pajak ingin data nasabah, silakan anytime, tapi jangan 400 ribu langsung dikasihkan semua. Itu betul-betul membuat orang tidak nyaman," tandasnya.
(ven)