Indef: Otonomi Daerah Membuat Ketimpangan Makin Lebar
A
A
A
JAKARTA - Institute Development of Economics and Finance (Indef) menilai, otonomi daerah yang muncul pasca lengsernya Orde Baru justru menjadi salah satu penyebab ketimpangan dan kesenjangan di Indonesia semakin lebar. Indonesia dinilai salah mengambil lompatan di era otonomi daerah tersebut.
Ekonom Indef Bustanul Arifin menjelaskan, pada dasarnya otonomi daerah dimaksudkan agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam membangun daerahnya, yang selama Orba didikte oleh pemerintah pusat. Namun, hal tersebut justru tidak terjadi karena otonomi daerah hanya dijadikan sasaran untuk kekuasaan politik.
"Kita salah mengambil lompatan kebijakan, yang hipotesis awal dengan ada pemda, pelayanan jadi dekat ke rakyat," katanya dalam acara Seminar Nasional Kajian Tengah Tahun Indef 2017 di Jakarta, Rabu (19/7/2017).
Di era otonomi daerah, kata Bustanul, pemerintah pusat memberikan sokongan kepada pemda untuk membangun daerahnya dengan menggelontorkan dana perimbangan. Dana perimbangan tersebut terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang nilainya terus meningkat dari tahun ke tahun.
Namun demikian, peningkatan dana perimbangan tersebut justru tidak diimbangi dengan perbaikan ketimpangan. Pada 2011, dana perimbangan yang digelontorkan pemerintah pusat mencapai Rp316,7 triliun namun indeks gini rasio masih sebesar 0,41.
Kemudian pada 2016, dana perimbangan melonjak cukup drastis menjadi Rp795,4 triliun. Sayangnya, dengan dana perimbangan yang melonjak hampir lebih dari 150% tersebut, indeks gini rasio hanya turun tipis menjadi 0,39.
"Jadi banyak hal. Karena digelontorkan dengan dana perimbangan pun, ketimpangan juga naik. Masalahnya dalam policy making process yang tidak benar," ungkapnya.
Menurutnya, otonomi daerah sejatinya merupakan capaian luar biasa untuk Indonesia pasca Orba yang harus dimanfaatkan secara optimal. Jika tidak, maka Indonesia akan kehilangan momentum untuk mencapai perbaikan ekonomi nasional.
"Beberapa hal yang bisa diupayakan adalah struktur pembangunan ekonomi di daerah khususnya di provinsi perlu ditata ulang. Dan peningkatan dana perimbangan harus diikuti kualitas belanja daerah yang baik. Karena jika tidak, maka itu tidak akan dapat menyelesaikan ketimpangan di daerah," tandasnya.
Ekonom Indef Bustanul Arifin menjelaskan, pada dasarnya otonomi daerah dimaksudkan agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam membangun daerahnya, yang selama Orba didikte oleh pemerintah pusat. Namun, hal tersebut justru tidak terjadi karena otonomi daerah hanya dijadikan sasaran untuk kekuasaan politik.
"Kita salah mengambil lompatan kebijakan, yang hipotesis awal dengan ada pemda, pelayanan jadi dekat ke rakyat," katanya dalam acara Seminar Nasional Kajian Tengah Tahun Indef 2017 di Jakarta, Rabu (19/7/2017).
Di era otonomi daerah, kata Bustanul, pemerintah pusat memberikan sokongan kepada pemda untuk membangun daerahnya dengan menggelontorkan dana perimbangan. Dana perimbangan tersebut terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang nilainya terus meningkat dari tahun ke tahun.
Namun demikian, peningkatan dana perimbangan tersebut justru tidak diimbangi dengan perbaikan ketimpangan. Pada 2011, dana perimbangan yang digelontorkan pemerintah pusat mencapai Rp316,7 triliun namun indeks gini rasio masih sebesar 0,41.
Kemudian pada 2016, dana perimbangan melonjak cukup drastis menjadi Rp795,4 triliun. Sayangnya, dengan dana perimbangan yang melonjak hampir lebih dari 150% tersebut, indeks gini rasio hanya turun tipis menjadi 0,39.
"Jadi banyak hal. Karena digelontorkan dengan dana perimbangan pun, ketimpangan juga naik. Masalahnya dalam policy making process yang tidak benar," ungkapnya.
Menurutnya, otonomi daerah sejatinya merupakan capaian luar biasa untuk Indonesia pasca Orba yang harus dimanfaatkan secara optimal. Jika tidak, maka Indonesia akan kehilangan momentum untuk mencapai perbaikan ekonomi nasional.
"Beberapa hal yang bisa diupayakan adalah struktur pembangunan ekonomi di daerah khususnya di provinsi perlu ditata ulang. Dan peningkatan dana perimbangan harus diikuti kualitas belanja daerah yang baik. Karena jika tidak, maka itu tidak akan dapat menyelesaikan ketimpangan di daerah," tandasnya.
(ven)