Pengusaha Resah Perusahaan Bisa Jadi Tersangka Korupsi
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai terbitnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi mengejutkan para pelaku usaha di Tanah Air. Karena, keputusan perusahaan adalah kolektif, bukan personal.
"Kalau ini diterapkan harusnya diperjelas, karena banyak pasal yang tidak jelas korporasi bagian mana yang bisa ditersangkakan dalam hal korupsi," kata Ketua Bidang Kebijakan Publik DPN Apindo, Danang Girindrawardhana dalam acara Kogkow Bisnis bertema Awas Perusahaan Bisa Jadi Tersangka Korupsi, Jakarta, Rabu (26/7/2017).
Sementara, Mantan Presiden Direktur Bursa Efek Jakarta dan Bursa Berjangka Jakarta Hasan Zain Mahmud mengatakan, penetapan tersangka perusahaan bisa merugikan banyak pihak. Bahkan, perusahaan terbuka bisa turun hingga 30% dalam sehari saat perusahaan dinyatakan tindak pidana korupsi.
"Korporasi tidak bisa dipidana korupsi. Apa ada jaminan penetapan korupsi perusahaan terus bisa baik. Justru merugikan masyrakat khususnya perusahaan publik," tutur dia.
Keluhan tersebut langusng direspons Andi Hamzah dari Asosiasi Hukum Pidana KUHP dan KUHAP yang menuturkan bahwa hanya suap yang bisa menjadikan perusahaan menjadi tersangka korupsi. Karena dalam kitab hukum sanksinya hanya denda.
"Bahwa yang bisa dipidanakan korupsi adalah pejabat publik. Sedangkan perusahaan itu bukan termasuk subjek," katanya.
Dia menjelaskan, berdasar konvensi internasional yang isinya bahwa swasta bukan termasuk subjek, namun yang bisa dijadikan subjek adalah pejabat publik.
Meski demikian, praktisi Hukum Pidana Maqdir Ismail mengatakan, memang penerbitan Perma 13/2016 oleh MA merupakan bagian kontrol. Perma ini pun perlu disosialisasikan kepada para pengusaha, sehingga tidak membuat kendala para pelaku usaha.
"Kalau kami lebih sepakat untuk diperkuat lagi pasal-pasalnya, sehingga tidak meresahkan para pelaku swasta," ucapnya.
Kepala Bagian Perancangan Peraturan Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rasmalah Aritonang mengungkapkan, banyak perusahaan yang dapat dipidanakan korupsi. Karena, terbitnya Perma 13/2016 tersebut sudah dilakukan kajian secar mendalam.
"Perusahaan juga bisa melakukan pidana korupsi. Justru kami melihat, efek kejahatan korupsi yanh dilakukan perusahaan merugikan masyarakat luas," ujar dia.
Pihaknya memhamai, para pelaku bisnis mulai dari komisaris, pemegang saham maupun direksi dan masyarakat pemegang saham bagi perusahaan terbuka yang mendapat imbas saat perusahaannya ditetapkan melakukan tindak pidana korupsi, namun hal itu tidak bisa dibiarkan.
"Sebab, kami tidak bisa membiarkan bisnis dijalankan dengan tidak fair. Bisnis harus dijalankan dengan cara bermartabat. Makanya, Perma 13/2016 diterbitkan," pungkas Rasmalah.
"Kalau ini diterapkan harusnya diperjelas, karena banyak pasal yang tidak jelas korporasi bagian mana yang bisa ditersangkakan dalam hal korupsi," kata Ketua Bidang Kebijakan Publik DPN Apindo, Danang Girindrawardhana dalam acara Kogkow Bisnis bertema Awas Perusahaan Bisa Jadi Tersangka Korupsi, Jakarta, Rabu (26/7/2017).
Sementara, Mantan Presiden Direktur Bursa Efek Jakarta dan Bursa Berjangka Jakarta Hasan Zain Mahmud mengatakan, penetapan tersangka perusahaan bisa merugikan banyak pihak. Bahkan, perusahaan terbuka bisa turun hingga 30% dalam sehari saat perusahaan dinyatakan tindak pidana korupsi.
"Korporasi tidak bisa dipidana korupsi. Apa ada jaminan penetapan korupsi perusahaan terus bisa baik. Justru merugikan masyrakat khususnya perusahaan publik," tutur dia.
Keluhan tersebut langusng direspons Andi Hamzah dari Asosiasi Hukum Pidana KUHP dan KUHAP yang menuturkan bahwa hanya suap yang bisa menjadikan perusahaan menjadi tersangka korupsi. Karena dalam kitab hukum sanksinya hanya denda.
"Bahwa yang bisa dipidanakan korupsi adalah pejabat publik. Sedangkan perusahaan itu bukan termasuk subjek," katanya.
Dia menjelaskan, berdasar konvensi internasional yang isinya bahwa swasta bukan termasuk subjek, namun yang bisa dijadikan subjek adalah pejabat publik.
Meski demikian, praktisi Hukum Pidana Maqdir Ismail mengatakan, memang penerbitan Perma 13/2016 oleh MA merupakan bagian kontrol. Perma ini pun perlu disosialisasikan kepada para pengusaha, sehingga tidak membuat kendala para pelaku usaha.
"Kalau kami lebih sepakat untuk diperkuat lagi pasal-pasalnya, sehingga tidak meresahkan para pelaku swasta," ucapnya.
Kepala Bagian Perancangan Peraturan Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rasmalah Aritonang mengungkapkan, banyak perusahaan yang dapat dipidanakan korupsi. Karena, terbitnya Perma 13/2016 tersebut sudah dilakukan kajian secar mendalam.
"Perusahaan juga bisa melakukan pidana korupsi. Justru kami melihat, efek kejahatan korupsi yanh dilakukan perusahaan merugikan masyarakat luas," ujar dia.
Pihaknya memhamai, para pelaku bisnis mulai dari komisaris, pemegang saham maupun direksi dan masyarakat pemegang saham bagi perusahaan terbuka yang mendapat imbas saat perusahaannya ditetapkan melakukan tindak pidana korupsi, namun hal itu tidak bisa dibiarkan.
"Sebab, kami tidak bisa membiarkan bisnis dijalankan dengan tidak fair. Bisnis harus dijalankan dengan cara bermartabat. Makanya, Perma 13/2016 diterbitkan," pungkas Rasmalah.
(izz)