Pemerintah Didesak Turun Tangan Atasi Impor Tembakau
A
A
A
JAKARTA - Para petani tembakau Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) khawatir terhadap upaya impor para pengusaha rokok. Mereka mendesak pemerintah secepatnya mengeluarkan pembatasan impor tembakau.
"Ada kelhawatiran darai petani, bila impor tembakau tidak dibatasi," ujar Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional APTI Suseno saat dihubungi SINDOnews, Jakarta, Minggu (6/8/2017).
Pihaknya mengakui, ada banyak faktor hingga petani tidak dapat memenuhi permintaan tembakau untuk industri rokok nasional. Yaitu cuaca yang tidak menentu dan ada kekurangan lahan untuk tanaman tembakau.
"Cuaca yang seharusnya musim kering, tetapi masih hujan akibat la nina. Akibatnya, di daerah-daerah gagal panen tembakau. Paling hanya Madura, Jember dan Lumajang yang panen," katanya.
Selain itu, lahan pertanian tembakau nasional hanya tinggal kisaran 210 ribu hektare (ha). Jika satu ha hanya menghasilkan 1 ton tembakau, maka total produksi nasional hanya 210 ribu ton.
"Berarti kurang, karena kebutuhan industri rokok nasional mencapai 350 ribu ton tembakau per tahun," ujar dia.
Kendati demikian, lanjut Suseno, tidak bisa dibiarkan dengan membuka keran impor tembakau seluas-luasnya, karena petani tembakau nasional yang dirugikan. Maka, pihaknya meminta pemerintah secepatnya turun tangan dengan membuat aturan impor tembakau demi menjaga harga tembakau nasional.
"Memang dari sisi kualitas tembakau nasional masih di atas rata-rata negara lain. Tetapi, tembakau impor bisa langsung pakai. Sedangkan tembakau nasional masih perlu permentasi 3-4 tahun untuk dapat hasil yang bagus. Sehingga, pengusaha rokok lebih memilih impor," tuturnya.
Kondisi saat ini membuat petani sangat diuntungkan, di mana permintaan tembakau banyak dan ketersediaan terbatas. Akibatnya, harga tembakau melambung Rp60 ribu per kilogram (kg), padahal bisanya hanya Rp40 ribu per kg.
"Ada kelhawatiran darai petani, bila impor tembakau tidak dibatasi," ujar Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional APTI Suseno saat dihubungi SINDOnews, Jakarta, Minggu (6/8/2017).
Pihaknya mengakui, ada banyak faktor hingga petani tidak dapat memenuhi permintaan tembakau untuk industri rokok nasional. Yaitu cuaca yang tidak menentu dan ada kekurangan lahan untuk tanaman tembakau.
"Cuaca yang seharusnya musim kering, tetapi masih hujan akibat la nina. Akibatnya, di daerah-daerah gagal panen tembakau. Paling hanya Madura, Jember dan Lumajang yang panen," katanya.
Selain itu, lahan pertanian tembakau nasional hanya tinggal kisaran 210 ribu hektare (ha). Jika satu ha hanya menghasilkan 1 ton tembakau, maka total produksi nasional hanya 210 ribu ton.
"Berarti kurang, karena kebutuhan industri rokok nasional mencapai 350 ribu ton tembakau per tahun," ujar dia.
Kendati demikian, lanjut Suseno, tidak bisa dibiarkan dengan membuka keran impor tembakau seluas-luasnya, karena petani tembakau nasional yang dirugikan. Maka, pihaknya meminta pemerintah secepatnya turun tangan dengan membuat aturan impor tembakau demi menjaga harga tembakau nasional.
"Memang dari sisi kualitas tembakau nasional masih di atas rata-rata negara lain. Tetapi, tembakau impor bisa langsung pakai. Sedangkan tembakau nasional masih perlu permentasi 3-4 tahun untuk dapat hasil yang bagus. Sehingga, pengusaha rokok lebih memilih impor," tuturnya.
Kondisi saat ini membuat petani sangat diuntungkan, di mana permintaan tembakau banyak dan ketersediaan terbatas. Akibatnya, harga tembakau melambung Rp60 ribu per kilogram (kg), padahal bisanya hanya Rp40 ribu per kg.
(izz)