Muncul Wacana Iklan Rokok Bakal Dihapus Bikin Was-was Industri Tembakau
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wacana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan terus memberikan kekhawatiran bagi industri hasil tembakau . Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP-RTMM-SPSI) menegaskan, revisi PP 109/2012 tidak relevan di tengah ketatnya berbagai regulasi dan industri yang tertekan.
Ketua Pengurus Daerah FSP RTMM – SPSI Daerah Istimewa Yogyakarta, Waljid Budi Lestarianto mengatakan, revisi PP 109/2012 akan membuat kinerja industri hasil tembakau semakin menurun. Marak muncul pernyataan di sejumlah media bahwa rancangan revisi akan memuat aturan larangan total iklan dan promosi rokok .
Aturan untuk membuat gambar peringatan berbahaya menjadi 90% dalam kemasan rokok juga bakal semakin merugikan industri secara menyeluruh. Hal ini tentunya akan memberikan tekanan dan mengancam keberlangsungan usaha IHT.
"Aturan yang ada ada sekarang saja sudah berat, apalagi kalau kemudian akan direvisi dan kabarnya rencananya akan lebih ketat lagi," kata Waljid kepada wartawan di Jakarta, Rabu (21/4/2021).
Menurut dia, sampai 2019, jumlah pekerja IHT mengalami peurunan signifikan. Tekanan berlanjut seiring merebaknya pandemi COVID-19. “Kalau ini terus menerus terjadi yang ada industri ini tidak tumbuh gitu," katanya.
Saat ini, sama seperti sektor lainnya, kondisi IHT sudah babak belur. Kementerian Keuangan memperkirakan tahun 2021, produksi rokok akan turun antara 2,2%-3,3% sehingga menjadi 288 miliar batang. Penurunan produksi ini tak lepas dari kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif cukai rata-rata 12,5% mulai 1 Februari 2021.
Waljid menegaskan, jika revisi PP 109/2012 terus dipaksakan, maka sektor IHT bakal semakin terpuruk. Tak hanya penurunan angka produksi, pengetatan aturan ini juga akan menyebabkan penurunan jumlah pekerja. Hal ini semestinya menjadi perhatian serius mengingat IHT menjadi salah satu sektor padat karya di Indonesia.
Tekanan berlebihan terhadap IHT berpotensi menggoyang upaya pemulihan perekonomian nasional yang kini sedang dilakukan. Data Kementerian Perindustrian menyebutkan bahwa lebih dari 5,8 juta orang menggantungkan mata pencahariannya pada IHT.
Jumlah tersebut sangat masif dan sejauh ini tidak ada industri yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak IHT, baik rantai pasoknya dari hulu hingga hilir yang berada di Indonesia.
Ketua Pengurus Daerah FSP RTMM – SPSI Daerah Istimewa Yogyakarta, Waljid Budi Lestarianto mengatakan, revisi PP 109/2012 akan membuat kinerja industri hasil tembakau semakin menurun. Marak muncul pernyataan di sejumlah media bahwa rancangan revisi akan memuat aturan larangan total iklan dan promosi rokok .
Aturan untuk membuat gambar peringatan berbahaya menjadi 90% dalam kemasan rokok juga bakal semakin merugikan industri secara menyeluruh. Hal ini tentunya akan memberikan tekanan dan mengancam keberlangsungan usaha IHT.
"Aturan yang ada ada sekarang saja sudah berat, apalagi kalau kemudian akan direvisi dan kabarnya rencananya akan lebih ketat lagi," kata Waljid kepada wartawan di Jakarta, Rabu (21/4/2021).
Menurut dia, sampai 2019, jumlah pekerja IHT mengalami peurunan signifikan. Tekanan berlanjut seiring merebaknya pandemi COVID-19. “Kalau ini terus menerus terjadi yang ada industri ini tidak tumbuh gitu," katanya.
Saat ini, sama seperti sektor lainnya, kondisi IHT sudah babak belur. Kementerian Keuangan memperkirakan tahun 2021, produksi rokok akan turun antara 2,2%-3,3% sehingga menjadi 288 miliar batang. Penurunan produksi ini tak lepas dari kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif cukai rata-rata 12,5% mulai 1 Februari 2021.
Waljid menegaskan, jika revisi PP 109/2012 terus dipaksakan, maka sektor IHT bakal semakin terpuruk. Tak hanya penurunan angka produksi, pengetatan aturan ini juga akan menyebabkan penurunan jumlah pekerja. Hal ini semestinya menjadi perhatian serius mengingat IHT menjadi salah satu sektor padat karya di Indonesia.
Tekanan berlebihan terhadap IHT berpotensi menggoyang upaya pemulihan perekonomian nasional yang kini sedang dilakukan. Data Kementerian Perindustrian menyebutkan bahwa lebih dari 5,8 juta orang menggantungkan mata pencahariannya pada IHT.
Jumlah tersebut sangat masif dan sejauh ini tidak ada industri yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak IHT, baik rantai pasoknya dari hulu hingga hilir yang berada di Indonesia.