Pasar Keuangan China Abaikan Ketegangan AS-Korea Utara
A
A
A
BEIJING - Ancaman Korea Utara untuk menyerang Guam, wilayah Amerika Serikat di Samudera Pasifik, mendapat balasan dari Presiden AS Donald Trump. Jagoan Partai Republik ini mengancam Korea Utara akan disambut dengan "api dan kemarahan" dan "dunia tidak akan pernah melihat sebelumnya". Sebuah pertanda AS bisa jadi menggunakan senjata nuklir.
Memanasnya tensi AS dengan Korut membuat China dalam posisi sulit. Ekonomi terbesar kedua di dunia ini, memiliki hubungan emosional dengan Korea Utara namun berhubungan dagang dengan AS. Negara yang disebut terakhir ini bahkan menekan China untuk mendikte Korea Utara untuk mundur agar tidak mengganggu stabilitas di Asia Pasifik.
Mengutip CNBC, Rabu (9/8/2017), terkait ketegangan AS-Korea Utara, pasar saham dan keuangan China memilih untuk mengabaikan faktor geopolitik. "Investor harus mengabaikan ini. Karena bisa membuat pasar menjadi tidak keruan, apa yang telah dibangun selama bertahun-tahun," ucap Andrew Polk, ekonom di Trivium China yang berbasis di Beijing.
Menurutnya, pasar saham China mempunyai keunikan tersendiri, karena kerap bereaksi terhadap likuiditas dan kebijakan, namun sering kali memiliki reaksi terbalik. Misal data ekonomi bagus, terjadi aksi jual di pasar.
Dan secara umum, pertumbuhan ekonomi di China sejauh ini membuat indeks Shanghai naik 5,3% pada tahun ini dan mata uang renminbi telah menguat 4% terhadap dolar AS. "Ekonomi cukup kuat. Pertanda bahwa upaya pemerintah menstimulasi ekonomi telah berhasil," ujar Francis Cheung, ahli strategi ekuitas China yang berbasis di Hong Kong.
Selain pasar saham dan uang, sektor real estat di China juga mulai bangkit dari perlambatan yang terjadi akhir tahun lalu. Dan sebagai tahun transisi politik, kata Cheung, pemerintah tidak mungkin membiarkan ekonomi goyah dengan turut dalam ketegangan AS-Korut.
Partai Komunis China yang berkuasa akan menjaga stabilitas ekonomi sebagai prioritas utama menjelang perubahan kekuasaan. Adapun Kepala Ekonom Asia Pasifik di IHS Markit, Rajiv Biswas mengatakan risiko geopolitik di Semenanjung Korea belum berdampak terhadap pasar ekuitas Asia Timur.
Meski demikian, kata Biswas, waspadai sentimen pasar yang bisa berubah, terutama di Korea Selatan. Kemungkinan buruk di saham Seoul, mata uang won dan khususnya di spread swasp default kredit secara tradisional merupakan indikator tingkat krisis nasional di Korsel, bisa menular ke pasar keuangan China. Jadi Biswas meminta China tetap mengawasi "gangguan" geopolitik.
Memanasnya tensi AS dengan Korut membuat China dalam posisi sulit. Ekonomi terbesar kedua di dunia ini, memiliki hubungan emosional dengan Korea Utara namun berhubungan dagang dengan AS. Negara yang disebut terakhir ini bahkan menekan China untuk mendikte Korea Utara untuk mundur agar tidak mengganggu stabilitas di Asia Pasifik.
Mengutip CNBC, Rabu (9/8/2017), terkait ketegangan AS-Korea Utara, pasar saham dan keuangan China memilih untuk mengabaikan faktor geopolitik. "Investor harus mengabaikan ini. Karena bisa membuat pasar menjadi tidak keruan, apa yang telah dibangun selama bertahun-tahun," ucap Andrew Polk, ekonom di Trivium China yang berbasis di Beijing.
Menurutnya, pasar saham China mempunyai keunikan tersendiri, karena kerap bereaksi terhadap likuiditas dan kebijakan, namun sering kali memiliki reaksi terbalik. Misal data ekonomi bagus, terjadi aksi jual di pasar.
Dan secara umum, pertumbuhan ekonomi di China sejauh ini membuat indeks Shanghai naik 5,3% pada tahun ini dan mata uang renminbi telah menguat 4% terhadap dolar AS. "Ekonomi cukup kuat. Pertanda bahwa upaya pemerintah menstimulasi ekonomi telah berhasil," ujar Francis Cheung, ahli strategi ekuitas China yang berbasis di Hong Kong.
Selain pasar saham dan uang, sektor real estat di China juga mulai bangkit dari perlambatan yang terjadi akhir tahun lalu. Dan sebagai tahun transisi politik, kata Cheung, pemerintah tidak mungkin membiarkan ekonomi goyah dengan turut dalam ketegangan AS-Korut.
Partai Komunis China yang berkuasa akan menjaga stabilitas ekonomi sebagai prioritas utama menjelang perubahan kekuasaan. Adapun Kepala Ekonom Asia Pasifik di IHS Markit, Rajiv Biswas mengatakan risiko geopolitik di Semenanjung Korea belum berdampak terhadap pasar ekuitas Asia Timur.
Meski demikian, kata Biswas, waspadai sentimen pasar yang bisa berubah, terutama di Korea Selatan. Kemungkinan buruk di saham Seoul, mata uang won dan khususnya di spread swasp default kredit secara tradisional merupakan indikator tingkat krisis nasional di Korsel, bisa menular ke pasar keuangan China. Jadi Biswas meminta China tetap mengawasi "gangguan" geopolitik.
(ven)