BI: Suku Bunga Acuan Bisa Turun Kembali bila Inflasi Terjaga
A
A
A
YOGYAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengemukakan BI 7-Days Repo Rate memiliki peluang kembali turun sepanjang angka inflasi nasional terjaga. Bulan ini, BI menurunkan tingkat suku bunga acuannya sebanyak 0,25 basis poins (bps) dari 4,75% menjadi 4,5%.
Asisten Gubernur Departemen Ekonomi dan Moneter BI Doddy Budi Waluyo mengungkapkan, keputusan BI menurunkan suku bunganya bulan ini juga didasari oleh realisasi inflasi yang terjaga. Selain itu, ekspektasi pasar terhadap realisasi inflasi di waktu mendatang juga mengalami penurunan.
"Inflasi kita cukup bagus pencapaiannya. Diikuti oleh ekspektasi inflasi yang juga terus turun. Kenapa inflasi kita prestasinya baik? Yaitu dari inflasi inti dan pangan (terjaga)," ujarnya, dalam acara Pelatihan Wartawan BI di Hotel Tentrem, Yogyakarta, Minggu (27/8/2017).
Menurutnya, inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga pangan olahan (volatile food) pada periode ini adalah yang terendah selama empat tahun terakhir. Hal ini salah satunya karena keberhasilan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) yang bekerja sama dengan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk menjaga inflasi.
"Intinya sepanjang pasokan dan distribusi terjaga, akan membantu inflasi pangan. Inflasi pangan ini yang terendah selama 4 tahun terakhir," ungkapnya.
Sementara itu, inflasi yang disebabkan oleh harga yang diatur pemerintah (administred price) seperti harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik turut menyumbang inflasi. Namun, kenaikan harga administred price tersebut dipandang positif.
"Kalau ada kenaikan inflasi administred price tolong dilihat dari sisi positif. Karena biasanya kebijakan listrik, BBM itu selalu diikuti kenaikan harga. Padahal, itu membantu alokasi resources negara kita jadi efisien. Memang ada kenaikan inflasi yang tidak terhindar, tapi itu hanya cyclical," tuturnya.
Doddy memandang, yang perlu dijaga adalah efek lanjutan dari kenaikan harga BBM atau tarif listrik tersebut. Dengan begitu, dampaknya terhadap inflasi tidak terlampau besar.
"Kalau ada kenaikan BBM, jangan ada efek lanjutan yang berdampak ke inflasi. Misalnya angkutan, itu biasanya naik. Terus harga pangan naik. Jadi upaya kita menjaga second round effect-nya. Karena kenaikan BBM dan listrik tidak terhindar. Tapi bersama pemerintah menjaga efek lanjutannya," tandasnya.
Asisten Gubernur Departemen Ekonomi dan Moneter BI Doddy Budi Waluyo mengungkapkan, keputusan BI menurunkan suku bunganya bulan ini juga didasari oleh realisasi inflasi yang terjaga. Selain itu, ekspektasi pasar terhadap realisasi inflasi di waktu mendatang juga mengalami penurunan.
"Inflasi kita cukup bagus pencapaiannya. Diikuti oleh ekspektasi inflasi yang juga terus turun. Kenapa inflasi kita prestasinya baik? Yaitu dari inflasi inti dan pangan (terjaga)," ujarnya, dalam acara Pelatihan Wartawan BI di Hotel Tentrem, Yogyakarta, Minggu (27/8/2017).
Menurutnya, inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga pangan olahan (volatile food) pada periode ini adalah yang terendah selama empat tahun terakhir. Hal ini salah satunya karena keberhasilan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) yang bekerja sama dengan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk menjaga inflasi.
"Intinya sepanjang pasokan dan distribusi terjaga, akan membantu inflasi pangan. Inflasi pangan ini yang terendah selama 4 tahun terakhir," ungkapnya.
Sementara itu, inflasi yang disebabkan oleh harga yang diatur pemerintah (administred price) seperti harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik turut menyumbang inflasi. Namun, kenaikan harga administred price tersebut dipandang positif.
"Kalau ada kenaikan inflasi administred price tolong dilihat dari sisi positif. Karena biasanya kebijakan listrik, BBM itu selalu diikuti kenaikan harga. Padahal, itu membantu alokasi resources negara kita jadi efisien. Memang ada kenaikan inflasi yang tidak terhindar, tapi itu hanya cyclical," tuturnya.
Doddy memandang, yang perlu dijaga adalah efek lanjutan dari kenaikan harga BBM atau tarif listrik tersebut. Dengan begitu, dampaknya terhadap inflasi tidak terlampau besar.
"Kalau ada kenaikan BBM, jangan ada efek lanjutan yang berdampak ke inflasi. Misalnya angkutan, itu biasanya naik. Terus harga pangan naik. Jadi upaya kita menjaga second round effect-nya. Karena kenaikan BBM dan listrik tidak terhindar. Tapi bersama pemerintah menjaga efek lanjutannya," tandasnya.
(dmd)