Pertumbuhan Ritel Kalimantan Kalahkan Jawa dan Sumatera

Rabu, 13 September 2017 - 18:01 WIB
Pertumbuhan Ritel Kalimantan Kalahkan Jawa dan Sumatera
Pertumbuhan Ritel Kalimantan Kalahkan Jawa dan Sumatera
A A A
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyebut pertumuhan ritel Jawa dan Sumatera kalah dengan Kalimantan, meski penduduk Indonesia terpusat di Pulau Jawa.

Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan, ada pergeseran peta pertumbuhan industri ritel nasional. Berdasar data, sampai semester I/2017 pertumbuhan ritel tertinggi berada di Kalimantan, disusul Jawa dan Sumatera Selatan (Sumsel).

"Sampai semester I/2017 ini sumbangan Kalimantan tertinggi dibanding Jawa dan Sumatera. Bahkan, ada provinsi yang pertumbuhannya minus," ungkapnya saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (13/9/2017).

Roy menyebut hal tersebut akibat terjadi anomali, perubahan, dan pergeseran. Meski demikian, jika sampai akhir tahun ekonomi makro dan mikro normal maka pertumbuham ritel tiga kali pertumbuhan ekonomi.

"Jadi kalau pertumbuham ekonominya 5,02% maka pertumbuhan ritel modern bisa mencapai tiga kali lipatnya," kata dia.

Roy mengatakan, pada 2016 ekonomi Indonesia tumbuh 5,01% dan ritel mampu tumbuh 9%. Tahun ini dia berharap, mudah-mudahan bisa sama lagi pada angka 8,7% atau 8,9% bahkan menembus 9%.

"Tapi rasa-rasanya tidak sama dengan tahun lalu. Karena semester I/2017 saja 3,7%, berarti untuk mencapai 9% harus di atas 3,7%. Bahkan, tumbuh 5% saja masih kurang," imbuhnya.

Pihaknya melihat pertumbuhan ritel di bawah tahun lalu. Karena itu, target double digit bakal sulit dicapai, kecuali ada hal yang terjadi dan sifatnya sangat spektakuler. "Tapi saya optimis, meski realitas hitungan di bawah tahun lalu," kata dia.

Rasa optimistis tersebut, lanjut Roy, karena beberapa faktor. Di antaranya, pemerintah menahan harga energi supaya tidak naik, apalagi ada pernyataan resmi. Dengan tidak naiknya beban energi maka ada kemauan masyarakat untuk belanja konsumsi.

"Faktor kedua, BI Rate turun 0,25 poin sehingga menjadi 4,5%. Dampaknya biasanya eskalasi bunga pinjaman. Dengan bunga turun baik kredit rumah, maupun mobil dan biaya beban lainya maka beban bunga akan dialihkan ke sektor konsumsi," jelasnya.

Terakhir, satgas investasi perlu adanya deregulasi terbaru yaitu percepatan keusahaan yang akan mengawal investasi masuk dan dana beredar ke daerah serta belanja daerah bakal bermanfaat. Karena, hal ini bakal menggerakan produktivitas dan hasilnya untuk konsumsi.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5945 seconds (0.1#10.140)