Prabowo Bentuk Satgas Percepatan Padat Karya, DPR Harap Industri Tekstil Makin Kuat
loading...

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Chusnunia Chalim. FOTO/dok.SINDOnews
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Chusnunia Chalim, menyambut adanya rencana Presiden Prabowo Subianto untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Program Padat Karya. Langkah ini dianggap strategis dalam melindungi industri padat karya, khususnya sektor tekstil dan produk tekstil (TPT), dari ancaman praktik dumping oleh negara lain.
Chusnunia menekankan bahwa industri TPT merupakan salah satu sektor vital yang menyerap hampir 4 juta tenaga kerja dan mencatatkan ekspor lebih dari 2 miliar dolar AS per tahun.
Namun, sektor ini tengah menghadapi tekanan berat akibat persaingan global dan praktik perdagangan tidak fair. Jika tidak ada langkah konkret untuk melindungi industri ini, dampaknya bisa sangat luas, mulai dari ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) massal hingga melemahnya rantai pasok dalam negeri.
"Pembentukan Satgas Percepatan Program Padat Karya adalah langkah tepat untuk memperkuat industri tekstil nasional. Kita harus memastikan industri ini mampu bersaing dan melindungi tenaga kerja yang bergantung padanya," ujar Chusnunia di Jakarta, Jumat (21/3/2025).
Lebih lanjut, Ketua bidang UMKM dan Ekonomi Kreatif DPP PKB ini menyoroti pentingnya pemberian insentif bagi industri tekstil agar tetap kompetitif. Ia menegaskan bahwa selain melindungi industri dari serbuan produk impor murah, pemerintah juga harus memberikan stimulus bagi pelaku usaha lokal, baik dalam bentuk keringanan pajak, subsidi energi, maupun akses pendanaan yang lebih mudah.
"Industri tekstil adalah sektor strategis yang menyerap banyak tenaga kerja. Jika kita ingin mempertahankan daya saingnya, pemerintah harus hadir dengan kebijakan yang benar-benar mendukung, termasuk insentif fiskal dan kemudahan akses pembiayaan bagi pelaku usaha dalam
negeri," tambahnya.
Namun, legislator asal Lampung ini mengingatkan bahwa percepatan perizinan harus tetap mempertimbangkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Menurutnya, penyederhanaan birokrasi harus tetap seimbang dengan prinsip keberlanjutan, di mana perizinan dapat dipercepat dan prosesnya lebih efisien, tetapi tetap memperhatikan dampak ekologis serta keberlanjutan lingkungan.
"Kita bisa mempercepat dan mempermudah birokrasi tanpa mengorbankan aspek lingkungan. Regulasi harus berpihak pada industri, namun tetap menjaga keseimbangan agar pertumbuhan ekonomi tidak merusak ekosistem yang kita jaga bersama," tegasnya.
Chusnunia menekankan bahwa industri TPT merupakan salah satu sektor vital yang menyerap hampir 4 juta tenaga kerja dan mencatatkan ekspor lebih dari 2 miliar dolar AS per tahun.
Namun, sektor ini tengah menghadapi tekanan berat akibat persaingan global dan praktik perdagangan tidak fair. Jika tidak ada langkah konkret untuk melindungi industri ini, dampaknya bisa sangat luas, mulai dari ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) massal hingga melemahnya rantai pasok dalam negeri.
"Pembentukan Satgas Percepatan Program Padat Karya adalah langkah tepat untuk memperkuat industri tekstil nasional. Kita harus memastikan industri ini mampu bersaing dan melindungi tenaga kerja yang bergantung padanya," ujar Chusnunia di Jakarta, Jumat (21/3/2025).
Lebih lanjut, Ketua bidang UMKM dan Ekonomi Kreatif DPP PKB ini menyoroti pentingnya pemberian insentif bagi industri tekstil agar tetap kompetitif. Ia menegaskan bahwa selain melindungi industri dari serbuan produk impor murah, pemerintah juga harus memberikan stimulus bagi pelaku usaha lokal, baik dalam bentuk keringanan pajak, subsidi energi, maupun akses pendanaan yang lebih mudah.
"Industri tekstil adalah sektor strategis yang menyerap banyak tenaga kerja. Jika kita ingin mempertahankan daya saingnya, pemerintah harus hadir dengan kebijakan yang benar-benar mendukung, termasuk insentif fiskal dan kemudahan akses pembiayaan bagi pelaku usaha dalam
negeri," tambahnya.
Namun, legislator asal Lampung ini mengingatkan bahwa percepatan perizinan harus tetap mempertimbangkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Menurutnya, penyederhanaan birokrasi harus tetap seimbang dengan prinsip keberlanjutan, di mana perizinan dapat dipercepat dan prosesnya lebih efisien, tetapi tetap memperhatikan dampak ekologis serta keberlanjutan lingkungan.
"Kita bisa mempercepat dan mempermudah birokrasi tanpa mengorbankan aspek lingkungan. Regulasi harus berpihak pada industri, namun tetap menjaga keseimbangan agar pertumbuhan ekonomi tidak merusak ekosistem yang kita jaga bersama," tegasnya.
Lihat Juga :