Penerimaan Negara dari Lapangan Gas JTB Diproyeksi Rp48 T
A
A
A
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan melakukan peletakan batu pertama Proyek Pengembangan Gas Lapangan Unitisasi Jambaran-Tiung Biru (JTB) di Desa Bandungrejo, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
Peletakan batu pertama ini merupakan tahapan penting yang menandai dimulainya pekerjaan konstruksi fasilitas pemrosesan gas (gas processing facilities/GPF) Proyek JTB yang kapasitas produksinya mencapai 330 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
Hadir dalam peresmian tersebut Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi, Bupati Bojonegoro Suyoto, dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Elia Massa Manik.
"Diproyeksikan penerimaan negara dari proyek ini sampai kontrak selesai 2035 mencapai USD3,61 miliar atau lebih dari Rp48 triliun," kata Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi dalam rilisnya di Jakarta, Selasa (26/9/2017).
Selain penerimaan negara, proyek ini akan memberikan efek berganda bagi perekonomian daerah maupun nasional. Misalnya, penyerapan tenaga kerja yang mencapai 6.000 orang pada masa konstruksi. Seluruh produksi gas ini juga akan digunakan untuk kebutuhan dalam negeri.
Alokasi sebesar 100 MMSCFD diperuntukkan ke Pertamina, yang kemudian dialirkan ke PLN untuk kebutuhan listrik di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sementara, sebesar 72 MMSCFD akan memasok kebutuhan industri di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Harga gas di kepala sumur sebesar USD6,7 per juta british thermal unit (MMBTU), tetap (flat) selama 30 tahun. Dengan biaya toll fee sebesar USD0,9 MMBTU, harga di pembangkit listrik PLN menjadi sebesar USD7,6 per MMBTU. "Ini komitmen industri hulu migas memprioritaskan konsumen dalam negeri," imbuhnya.
Sebagai informasi, pemakai gas pipa domestik terbesar adalah konsumen industri, yang kemudian diikuti kelistrikan. Sejak 2013, alokasi domestik sudah lebih besar dari ekspor.
Pada 2017, kontrak gas domestik mencapai 3.855 MMSCFD, sedangkan ekspor sebesar 2.618 MMSCFD. "Hampir 60% produksi gas bumi digunakan domestik," tutur dia.
Adapun beberapa peningkatan pemakaian domestik antara lain terbangunnya fasilitas infrastruktur gas baru dan mulai berproduksinya beberapa lapangan gas baru. Sementara, biaya investasi proyek ini diperkirakan mencapai USD1,547 miliar atau sekitar Rp20,5 triliun.
Jumlah ini belum termasuk pembangunan pipa Gresik-Semarang sepanjang 267 kilometer dengan investasi USD515 juta atau sekitar Rp7 triliun. "Dengan dukungan semua pihak, diharapkan proyek ini dapat mulai berproduksi pada awal 2021," katanya.
Produksi gas yang dihasilkan melalui enam sumur akan diolah melalui GPF. Dari rata-rata produksi sebesar 330 MMSCFD, GPF memisahkan kandungan CO2 dan H2S, sehingga menghasilkan gas yang dapat dijual sebesar 172 MMSCFD.
Untuk menyalurkan gas dari Lapangan JTB, pipa transmisi Gresik-Semarang akan dibangun Pertamina Gas. Diharapkan industri berbasis gas dapat tumbuh di sepanjang pipa transmisi yang melintasi tujuh kabupaten di Jawa Timur dan Jawa Tengah tersebut.
Direktur Utama PT Pertamina EP Cepu (PEPC) Adriansyah mengatakan, proyek hulu dan hilir ini menjadi salah satu komitmen Pertamina melalui anak perusahaannya, yakni PEPC dan Pertamina Gas untuk menjadi penggerak ekonomi dengan monetisasi cadangan gas di Blok Cepu.
"Peresmian ini menjadi semangat sekaligus tantangan. Kami berkomitmen mengeksekusi proyek ini dengan sebaik-baiknya dalam rangka mendukung kebutuhan energi nasional," ujarnya.
Lapangan Gas JTB adalah gabungan/unitisasi dari bagian Wilayah Kerja (WK) Cepu dan WK Pertamina EP. Cadangan lapangan ini diperkirakan sebesar 1,9 triliun kaki kubik (TCF).
Pertamina EP Cepu akan menjadi operator tunggal setelah ExxonMobil melepaskan sahamnya di JTB, sehingga Pertamina menguasai 90% participating interest dan 10% dimiliki Pemda.
Adriansyah menjelaskan, proyek JTB menjadi proyek gas terbesar di Jatim. Dukungan dari pemerintah dan segenap pemangku kepentingan merupakan aspek penting untuk kelancaran proyek ini.
PEPC ditunjuk sebagai Operator Lapangan Gas Unitisasi JTB sejak ditandatanganinya Head of Agreement (HoA) antara Mobil Cepu Limited (MCL), PEPC, dan Pertamina EP tentang Unitisasi Lapangan JTB pada 17 Agustus 2011. Persetujuan POD terintegrasi untuk Pengembangan Gas Lapangan Unitisasi JTB dan Lapangan Cendana ditandatangani pada 13 Februari 2013, kemudian Persetujuan Revisi POD-nya pada 17 Agustus 2015.
Selanjutnya, penandatanganan Head of Agreement (HoA), Pasokan Gas Bumi Lapangan Gas JTB untuk Pembangkit Listrik Wilayah Gresik antara Pertamina dan PLN pada 8 Agustus 2017.
Peletakan batu pertama ini merupakan tahapan penting yang menandai dimulainya pekerjaan konstruksi fasilitas pemrosesan gas (gas processing facilities/GPF) Proyek JTB yang kapasitas produksinya mencapai 330 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
Hadir dalam peresmian tersebut Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi, Bupati Bojonegoro Suyoto, dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Elia Massa Manik.
"Diproyeksikan penerimaan negara dari proyek ini sampai kontrak selesai 2035 mencapai USD3,61 miliar atau lebih dari Rp48 triliun," kata Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi dalam rilisnya di Jakarta, Selasa (26/9/2017).
Selain penerimaan negara, proyek ini akan memberikan efek berganda bagi perekonomian daerah maupun nasional. Misalnya, penyerapan tenaga kerja yang mencapai 6.000 orang pada masa konstruksi. Seluruh produksi gas ini juga akan digunakan untuk kebutuhan dalam negeri.
Alokasi sebesar 100 MMSCFD diperuntukkan ke Pertamina, yang kemudian dialirkan ke PLN untuk kebutuhan listrik di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sementara, sebesar 72 MMSCFD akan memasok kebutuhan industri di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Harga gas di kepala sumur sebesar USD6,7 per juta british thermal unit (MMBTU), tetap (flat) selama 30 tahun. Dengan biaya toll fee sebesar USD0,9 MMBTU, harga di pembangkit listrik PLN menjadi sebesar USD7,6 per MMBTU. "Ini komitmen industri hulu migas memprioritaskan konsumen dalam negeri," imbuhnya.
Sebagai informasi, pemakai gas pipa domestik terbesar adalah konsumen industri, yang kemudian diikuti kelistrikan. Sejak 2013, alokasi domestik sudah lebih besar dari ekspor.
Pada 2017, kontrak gas domestik mencapai 3.855 MMSCFD, sedangkan ekspor sebesar 2.618 MMSCFD. "Hampir 60% produksi gas bumi digunakan domestik," tutur dia.
Adapun beberapa peningkatan pemakaian domestik antara lain terbangunnya fasilitas infrastruktur gas baru dan mulai berproduksinya beberapa lapangan gas baru. Sementara, biaya investasi proyek ini diperkirakan mencapai USD1,547 miliar atau sekitar Rp20,5 triliun.
Jumlah ini belum termasuk pembangunan pipa Gresik-Semarang sepanjang 267 kilometer dengan investasi USD515 juta atau sekitar Rp7 triliun. "Dengan dukungan semua pihak, diharapkan proyek ini dapat mulai berproduksi pada awal 2021," katanya.
Produksi gas yang dihasilkan melalui enam sumur akan diolah melalui GPF. Dari rata-rata produksi sebesar 330 MMSCFD, GPF memisahkan kandungan CO2 dan H2S, sehingga menghasilkan gas yang dapat dijual sebesar 172 MMSCFD.
Untuk menyalurkan gas dari Lapangan JTB, pipa transmisi Gresik-Semarang akan dibangun Pertamina Gas. Diharapkan industri berbasis gas dapat tumbuh di sepanjang pipa transmisi yang melintasi tujuh kabupaten di Jawa Timur dan Jawa Tengah tersebut.
Direktur Utama PT Pertamina EP Cepu (PEPC) Adriansyah mengatakan, proyek hulu dan hilir ini menjadi salah satu komitmen Pertamina melalui anak perusahaannya, yakni PEPC dan Pertamina Gas untuk menjadi penggerak ekonomi dengan monetisasi cadangan gas di Blok Cepu.
"Peresmian ini menjadi semangat sekaligus tantangan. Kami berkomitmen mengeksekusi proyek ini dengan sebaik-baiknya dalam rangka mendukung kebutuhan energi nasional," ujarnya.
Lapangan Gas JTB adalah gabungan/unitisasi dari bagian Wilayah Kerja (WK) Cepu dan WK Pertamina EP. Cadangan lapangan ini diperkirakan sebesar 1,9 triliun kaki kubik (TCF).
Pertamina EP Cepu akan menjadi operator tunggal setelah ExxonMobil melepaskan sahamnya di JTB, sehingga Pertamina menguasai 90% participating interest dan 10% dimiliki Pemda.
Adriansyah menjelaskan, proyek JTB menjadi proyek gas terbesar di Jatim. Dukungan dari pemerintah dan segenap pemangku kepentingan merupakan aspek penting untuk kelancaran proyek ini.
PEPC ditunjuk sebagai Operator Lapangan Gas Unitisasi JTB sejak ditandatanganinya Head of Agreement (HoA) antara Mobil Cepu Limited (MCL), PEPC, dan Pertamina EP tentang Unitisasi Lapangan JTB pada 17 Agustus 2011. Persetujuan POD terintegrasi untuk Pengembangan Gas Lapangan Unitisasi JTB dan Lapangan Cendana ditandatangani pada 13 Februari 2013, kemudian Persetujuan Revisi POD-nya pada 17 Agustus 2015.
Selanjutnya, penandatanganan Head of Agreement (HoA), Pasokan Gas Bumi Lapangan Gas JTB untuk Pembangkit Listrik Wilayah Gresik antara Pertamina dan PLN pada 8 Agustus 2017.
(izz)