TAG Heuer, Menggabungkan Elemen Tradisi dan Masa Depan

Jum'at, 13 Oktober 2017 - 15:59 WIB
TAG Heuer, Menggabungkan...
TAG Heuer, Menggabungkan Elemen Tradisi dan Masa Depan
A A A
SELAMA berabad-abad, Swiss memang dikenal sebagai negara yang menghasilkan brand jam mewah, salah satunya TAG Heuer. Meski persaingan dengan produsen jam dari Amerika Serikat (AS) dan Jepang sangat kompetitif, TAG Heuer tetap berkibar dengan konsepnya yang menggabungkan elemen tradisi dan masa depan.

Banyaknya produsen jam tangan yang memberikan sentuhan teknologi pada produknya membuat TAG Heuer tidak tinggal diam pasarnya direbut. Keunggulan TAG Heuer, yakni tetap mengandalkan sentuhan seni ala Swiss dan tidak meninggalkan tradisi meski mereka tetap selalu menatap masa depan. Sebagai buktinya, TAG Heuer bekerja sama dengan Intel dan Google mengembangkan berbagai fitur eksklusif seperti pendeteksi angin, cuaca, golf, dan berbagai aplikasi lainnya.

Menurut CEO TAG Heuer, Jean-Claude Biver, ide adalah juaranya. Apa ide andalannya? Dia mampu menggabungkan ide desain kontemporer dengan proses pembuatan jam tradisional. “Jika kamu menggabungkan dua elemen yang kontras, misalnya mengombinasikan tradisi dan masa depan, biasanya itu terjadi gangguan,” ungkap Biver, dilansir BOAT.

Biver mengaku ingin memberikan generasi baru dengan sesuatu yang berbeda. Itu terinspirasi karena seorang anak muda yang mengaku tertarik mem beli jam mewah karena sama dengan model jam ayahnya. Semenjak itu, dia berpikir tentang filosofi Big Bang! “Big bang adalah penciptaan dan penghancuran. Keduanya juga fokus pada penggabungan,” ujar pria kelahiran 20 September 1949 itu.

Selain filosofi Big Bang, Biver juga menerapkan konsep penggabungan makan ala Jepang yang dikenal dengan “Nobu” Matsuhisa yang menjadi simbol angin perubahan. Dia memang senang dengan ide dan menikmati setiap guncangan yang terjadi. Biver sangat mengetahui kalau dunia selalu berubah. Dia juga selalu mengingatkan agar manusia tidak boleh tenggelam karena masa lalu.

“Jam Swiss selalu memiliki status,” katanya. Jam Swiss selalu menceritakan kepada orang lain tentang kalian dan bisa menggambarkan siapa kalian sebenarnya. Tapi, kini, kompetisi jam sudah berubah. Dia mengungkapkan jam bukan lagi instrumen untuk menceritakan siapa pemiliknya. Tapi, jam menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Itu karena adanya smartwatch atau jam pintar. “Jam kini tidak berbicara tentang orang lain, tapi berbicara tentang saya sendiri,” tuturnya.

Dengan perubahan tersebut, Biver mengembangkan smartwatch untuk TAG Heuer dengan harga yang lebih terjangkau. Tentunya itu sangat bertentangan dengan industri jam Swiss yang terkenal ortodoks. Namun, dia tetap menegaskan bahwa jam TAG Heuer dibuat di Swiss. Namun, mikro prosesornya dibuat di luar negeri.

“Terus, apa yang ingin saya lakukan? Apa saya ingin sesuatu yang bisa bicara dengan saya atau sesuatu yang bisa bicara dengan orang lain?” kata Biver. “Itu tergantung dengan situasi. Mung kin di kantor, saya membutuhkan jam untuk menceritakan apa yang terjadi. Tapi, pada malam hari saat hadir di restoran atau opera, saya ingin jam yang bisa menceritakan kepada orang lain siapa saya. Itu berarti kedua tipe tersebut bisa berjalan bersama. Keduanya saling mendukung,” paparnya.

Menurut Biver, jam memiliki siklus kehidupan yang mendekati keabadian karena itu adalah seni. Seni sendiri tidak akan pernah mati. Dia membandingkan mobil Ferrari tua yang bisa diperbaiki 100 tahun kemudian. Tapi, Ferrari baru dengan mikroprosesor di dalamnya dan berbagai komponen elektronik sangat sulit diperbaiki 100 tahun kemudian. “Teknologi tidak akan eksis sela manya,” sebutnya.

Bagaimana tanggapan pakar dengan gebrakan yang dilakukan TAG Heuer? Menurut Felipe Monteiro, profesor di INSEAD dan peneliti senior Mack Institute for Innovation Management Wharton Universitas Pennsylvania, Amerika Serikat, TAG Heuer mau bekerja cepat dengan menyesuaikan kondisi pasar. “Mereka telah memutuskan untuk bekerja sama dengan Intel dan Google,” ujar Monteiro.

Konsep yang dikembangkan TAG Heuer adalah menghubungkan antara teknologi dan industri jam khas Swiss. “Mereka sadar kalau teknologi baru tidak muncul dari Swiss, tapi dari Silicon Valley,” ungkapnya. Dengan begitu, TAG Heuer juga menggaet dunia digital.

Prioritaskan Pelanggan

Dengan kesibukan yang sangat menyita, ternyata dia sangat dekat dengan semua orang yang bekerja dengannya. Pintu ruangan kantornya selalu terbuka untuk siapa saja yang bekerja dengannya. “Saya ingin selalu berhubungan dengan siapa pun orang yang bekerja sama dengan saya,” ungkapnya.

Bahkan, jika kolega atau rekan bisnis mengirimkan surel kepada Biver, dia akan langsung membalas dalam hitungan menit. Biver ingin tidak ada batas dengan orang yang bekerja sama dengan dirinya, baik klien, pelanggan, atau mitra kerjanya. “Kita tidak mengikuti konsep brand. Kita mengikuti konsep pelanggan,” tuturnya, kepada watchesbysjx.

Dia mengungkapkan tidak melihat konsep perspektif brand, tapi selalu mengutamakan perspektif pelanggan. “Jika pelanggan saya menyukai balap motor, pada saat bersama dia menyukai rugi, sepak bola, rap, atau dia menyukai gaya hidup tertentu, kemudian kita harus mengikutinya,” tandasnya.

Biver menyebut hal itu sebagai zero separation (nol batas) dengan konsumen. “Ke mana pun konsumen pergi, apa pun yang konsumen lakukan, apa pun yang konsumen sukai, dia harus melihat TAG Heuer di sana,” ujarnya.

Dia mengungkapkan, TAG Heuer harus menjadi gaya hidup konsumennya. “Dengan TAG Heuer menjadi gaya hidup konsumen, kita akan mudah menjualnya,” tuturnya.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0502 seconds (0.1#10.140)