Fraksi Gerindra Tolak RAPBN 2018

Selasa, 24 Oktober 2017 - 21:03 WIB
Fraksi Gerindra Tolak RAPBN 2018
Fraksi Gerindra Tolak RAPBN 2018
A A A
JAKARTA - Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menolak Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018. Gerindra mencermati banyak kelemahan dalam rencana pembangunan nasional, pendapatan negara, serta kondisi perekonomian nasional.

Ketua Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani menyatakan ada beberapa alasan, mengapa Gerindra menolak RAPBN 2018. Alasan pertama, pemerintah dianggap gagal mencapai target pertumbuhan ekonomi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dengan rata-rata sebesar 7%.

"Hal ini disebabkan oleh lemahnya kepemimpinan Presiden Joko Widodo sebagai Kepala Pemerintahan," kata Muzani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (24/10/2017).

Sehingga, lanjut dia, realisasi pertumbuhan ekonomi tahun 2015 hanya sebesar 4,79%, tahun 2016 sebesar 5,02%, dan tahun 2017 diperkirakan tidak lebih dari 5,15% serta tahun 2018 maksimal sebesar 5,4%.

"Realitas tersebut membuat perkiraan kami, rata-rata pertumbuhan ekonomi lima tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo maksimal hanya sebesar 5,25%," katanya.

Muzani mengatakan, Fraksi Partai Gerindra menilai untuk mengejar ketertinggalan, pemerintah harus mampu mendorong pertumbuhan ekonomi minimal 8%. Alasan lainnya, karena Kabinet Kerja dianggap gagal meningkatkan rasio pendapatan negara terhadap PDB, bahkan tidak mampu menahan rasio tersebut menjadi sebesar 12,6% di RAPBN 2018.

"Penurunan tajam rasio tersebut dari 19,8 persen pada tahun 2008 dan menjadi sebesar 12,6 persen dalam RAPBN 2018, mengakibatkan pemerintah berada dalam krisis pendapatan. Realitas tersebut membuat pemerintah semakin tergantung pada utang, dan sempitnya ruang diskal mengakibatkan rakyat tambah menderita," paparnya.

Disamping itu, Fraksi Partai Gerindra menilai pemerintah gagal meningkatkan rasio pajak. Bahkan rasio pajak tahun anggaran 2017 maksimal hanya 9,72% atau sebesar Rp1.322 triliun.

Hal itu, kata dia, disebabkan karena penerimaan perpajakan sampai akhir September 2017 hanya sebesar Rp874,2 triliun atau 59,36% dari target APBNP 2017 sebesar Rp1.472,7 triliun.

"Berdasarkan kondisi ini, kami menilai target penerimaan perpajakan RAPBN 2018 sebesar Rp1.609,4 triliun tidak akan tercapai, sebab akan terjadi shortfall minimal sebesar Rp100 triliun," pungkasnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7884 seconds (0.1#10.140)