Sri Mulyani Ingin Genjot Mesin Ekonomi Indonesia di RAPBN 2021
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sedang membuat Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara tahun 2021. Dalam rancangan tersebut, Sri Mulyani menyusun asumsi makro tahun 2021, pertumbuhan ekonomi ditarget di 4,5%-5,5% dan nilai tukar rupiah dipatok Rp14.900 per USD.
Untuk suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) bertenor 10 tahun di 6,67%-9,56%. Harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price) sebesar USD40-50 per barel dan inflasi di kisaran 2,0%-4,0%.
"Kami fokus dalam pembangunan Indonesia agar bisa menghidupkan kembali mesin perekonomian," kata Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (12/5/2020).
Dia menerangkan penyebaran pandemi Covid-19 menyebabkan kepanikan cukup tinggi di sektor keuangan. Tingkat kecemasan tersebut merupakan yang terbesar dibandingkan masa periode krisis keuangan yang pernah beberapa kali terjadi.
"Ada kepanikan di pasar keuangan, kepanikan mencapai level tertinggi sepanjang sejarah, arus modal keluar dari negara berkembang sangat besar. Arus perpindahan dari Indoneesia ke luar kali ini lebih tinggi dari 2008 dan taper tantrum,” katanya.
Dia menambahkan para pemilik modal menarik modalnya dari negara berkembang termasuk Indonesia dan memidahkan ke aset safe haven seperti emas dan dolar Amerika Serikat.
"Dampak Covid sudah tampak pada pertumbuhan ekonomi global yang akan mengalami resesi," pungkasnya.
Untuk suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) bertenor 10 tahun di 6,67%-9,56%. Harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price) sebesar USD40-50 per barel dan inflasi di kisaran 2,0%-4,0%.
"Kami fokus dalam pembangunan Indonesia agar bisa menghidupkan kembali mesin perekonomian," kata Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (12/5/2020).
Dia menerangkan penyebaran pandemi Covid-19 menyebabkan kepanikan cukup tinggi di sektor keuangan. Tingkat kecemasan tersebut merupakan yang terbesar dibandingkan masa periode krisis keuangan yang pernah beberapa kali terjadi.
"Ada kepanikan di pasar keuangan, kepanikan mencapai level tertinggi sepanjang sejarah, arus modal keluar dari negara berkembang sangat besar. Arus perpindahan dari Indoneesia ke luar kali ini lebih tinggi dari 2008 dan taper tantrum,” katanya.
Dia menambahkan para pemilik modal menarik modalnya dari negara berkembang termasuk Indonesia dan memidahkan ke aset safe haven seperti emas dan dolar Amerika Serikat.
"Dampak Covid sudah tampak pada pertumbuhan ekonomi global yang akan mengalami resesi," pungkasnya.
(bon)