Distribusi Elpiji 3 Kg Masih Belum Tepat Sasaran
A
A
A
SEMARANG - Kelangkaan elpiji 3 kg di pasaran yang masih kerap terjadi, diyakini bukan lantaran kurangnya pasokan tetapi melainkan lebih karena tidak tepat sasaran. Elpiji 3 kg atau elpiji subsidi yang seharusnya untuk masyarakat kurang mampu, faktanya masih banyak digunakan masyarakat yang sebenarnya secara ekonomi mapan.
Hal itu diungkapkan oleh Ekonom Undip, Firmansyah dalam Focus Group Disccussion (FGD) Mekanisme Penyaluran Elpiji 3 kg tepat sasaran, yang digelar oleh Forum Wartawan Ekonomi Kota Semarang, Selasa (31/10).
Dalam FGD tersebut hadir Kepala Subdit Pengangkutan Migas Kementerian ESDM, Nunuk Wiryawan, Kepala Dinas ESDM Jateng, Teguh Dwi Paryono, Asisten Manajer Gasdom Pertamina Jateng dan DIY, Anggora Dini, Anggota Komisi B DPRD Jateng, Riyono dan Kabid Standarisasi dan Perlindungan Kondumen Disperindag Jateng, Mukti Sarjono.
Menurut Firmansyah, selama ini tidak ada pembeda antara masyarakat miskin dengan pelaku UMKM. Padahal kata dia, saat ini banyak pelaku UMKM yang sebenarnya secara ekonomi mampu.
Dijelaskannya, jika dihitung secara penghasilan sebesar Rp1,5 juta per bulan, maka jumlah orang miskin di Indonesia hanya 26 juta, sementara di lapangan, pengguna elpiji bersubsidi lebih dari itu. "Peraturan perlu diubah agar lebih ketat, metode yang paling tepat diciptakan pemerintah sekarang adalah dengan kartu kendali satu keluarga hanya berhak mendapatkan tiga tabung," ujarnya.
Selain itu sambungnya, yang harus dilakukan adalah subsidi orang (orang miskin). Langkahnya dengan kartu, e-KTP dan benar-benar di data sesuai dengan kondisi ekonomi. Menurutnya, konsumen elpiji 3 kg rasional, jadi jangan hanya himbauan saja melainkan harus diberikan peraturan.
Lalu, keberadaan juga perlu karena membantu penyaluran, namun untuk pengecer ini harus diatur melalui regulasi yang ketat. "Aturan dibutuhkan untuk mengatus siapa yang benar-benar bisa menerima, jangan sampai karena UU justru tumpang tindih," paparnya.
Kepala Subdit Pengangkutan Migas Kementerian ESDM, Nunuk Wiryawan mengaku, seharusnya subsidi hanya menambahkan, tetapi realisasinya subsidi lebih besar dari harganya, banyak yang menikmati subsidi bahkan masyarakat yang mampu. Rencana ke depan kementerian ESDM akan bekerja sama dengan Kemensos untuk menggunakan kartu yang sudah digunakan selama ini dalam pendistribusian subsidi bagi masyarakat miskin.
"Kami sudah melakukan pendatan ada sekitar 25,7 juta warga miskin yang berhak menerima subsidi dan basis data ini yang akan digunakan untuk pendistribusian elpiji," ujarnya.
Ia menambahkan, untuk UMKM akan dilakukan survei ulang dengan Kemenkop dan UMKM, data sudah ada tetapi harus divalidasi. Sementara itu, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jateng, Teguh Dwi Paryono menyatakan, Jawa Tengah mendapatkan kuota elpiji subsidi sebanyak 311 juta dan sudah terserap sekitar 70%.
"Beberapa waktu lalu, ada keluhan yang masuk ke Gubernur adanya kelangkaan elpiji 3 kg, namun setelah kami evaluasi bukan sebuah kelangkaan tetapi musim kemarau membuat para petani menggunakan gas melon untuk mengangkat pompanya, ini tidak sesuai dengan Perpres mengenai penggunaan elpiji," terang dia.
Hal itu diungkapkan oleh Ekonom Undip, Firmansyah dalam Focus Group Disccussion (FGD) Mekanisme Penyaluran Elpiji 3 kg tepat sasaran, yang digelar oleh Forum Wartawan Ekonomi Kota Semarang, Selasa (31/10).
Dalam FGD tersebut hadir Kepala Subdit Pengangkutan Migas Kementerian ESDM, Nunuk Wiryawan, Kepala Dinas ESDM Jateng, Teguh Dwi Paryono, Asisten Manajer Gasdom Pertamina Jateng dan DIY, Anggora Dini, Anggota Komisi B DPRD Jateng, Riyono dan Kabid Standarisasi dan Perlindungan Kondumen Disperindag Jateng, Mukti Sarjono.
Menurut Firmansyah, selama ini tidak ada pembeda antara masyarakat miskin dengan pelaku UMKM. Padahal kata dia, saat ini banyak pelaku UMKM yang sebenarnya secara ekonomi mampu.
Dijelaskannya, jika dihitung secara penghasilan sebesar Rp1,5 juta per bulan, maka jumlah orang miskin di Indonesia hanya 26 juta, sementara di lapangan, pengguna elpiji bersubsidi lebih dari itu. "Peraturan perlu diubah agar lebih ketat, metode yang paling tepat diciptakan pemerintah sekarang adalah dengan kartu kendali satu keluarga hanya berhak mendapatkan tiga tabung," ujarnya.
Selain itu sambungnya, yang harus dilakukan adalah subsidi orang (orang miskin). Langkahnya dengan kartu, e-KTP dan benar-benar di data sesuai dengan kondisi ekonomi. Menurutnya, konsumen elpiji 3 kg rasional, jadi jangan hanya himbauan saja melainkan harus diberikan peraturan.
Lalu, keberadaan juga perlu karena membantu penyaluran, namun untuk pengecer ini harus diatur melalui regulasi yang ketat. "Aturan dibutuhkan untuk mengatus siapa yang benar-benar bisa menerima, jangan sampai karena UU justru tumpang tindih," paparnya.
Kepala Subdit Pengangkutan Migas Kementerian ESDM, Nunuk Wiryawan mengaku, seharusnya subsidi hanya menambahkan, tetapi realisasinya subsidi lebih besar dari harganya, banyak yang menikmati subsidi bahkan masyarakat yang mampu. Rencana ke depan kementerian ESDM akan bekerja sama dengan Kemensos untuk menggunakan kartu yang sudah digunakan selama ini dalam pendistribusian subsidi bagi masyarakat miskin.
"Kami sudah melakukan pendatan ada sekitar 25,7 juta warga miskin yang berhak menerima subsidi dan basis data ini yang akan digunakan untuk pendistribusian elpiji," ujarnya.
Ia menambahkan, untuk UMKM akan dilakukan survei ulang dengan Kemenkop dan UMKM, data sudah ada tetapi harus divalidasi. Sementara itu, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jateng, Teguh Dwi Paryono menyatakan, Jawa Tengah mendapatkan kuota elpiji subsidi sebanyak 311 juta dan sudah terserap sekitar 70%.
"Beberapa waktu lalu, ada keluhan yang masuk ke Gubernur adanya kelangkaan elpiji 3 kg, namun setelah kami evaluasi bukan sebuah kelangkaan tetapi musim kemarau membuat para petani menggunakan gas melon untuk mengangkat pompanya, ini tidak sesuai dengan Perpres mengenai penggunaan elpiji," terang dia.
(akr)