Kemudahan Berbisnis di RI Terus Membaik
A
A
A
JAKARTA - Lompatan positif dilakukan Indonesia. Berdasarkan survei yang di lakukan Bank Dunia terhadap 190 negara, peringkat kemudahan berbisnis atau Ease of Doing Business (EODB) Indonesia 2018 melonjak ke peringkat 72 dari sebelumnya di urutan 91.
Adanya lompatan signifikan ter sebut merupakan indikasi peng aku an dunia bahwa pemerintah Indonesia serius melakukan reformasi perekonomian. Bank Dunia menyebut Indonesia sebagai negara dengan perbaikan terbesar sejak 2005 hingga 2018.
Pemerintah pun berharap kenaikan peringkat EODB akan mampu mendorong meningkatkan jumlah penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) ke depan. Indikator perhitungan EODB diukur dari 10 indikator, yaitu starting a business (memulai usaha), dealing with construction perm its (izin mendirikan bangunan), getting electricity (akses listrik), registering property (pendaftaran properti), getting credit (akses kredit), protecting minority in ves tors (perlindungan investor minoritas), paying taxes (pembayaran pajak), trading across borders (perda gangan lintas ba tas), enforcing contracts (pe ne gak an kontrak), dan resolving insolvency (penyelesaian kepailitan).
Lonjakan ini merupakan kali dua berturut-turut, karena pada EODB 2017 posisi Indonesia juga berhasil melompat dari peringkat 109 menjadi 91. “Dengan demi ki an, dalam 2 tahun terakhir po sisi Indonesia telah naik 37 peringkat. Sebelum EODB 2017 posisi Indonesia berkisaran antara peringkat ke-116-129,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di Jakarta kemarin. Namun pemerintah tidak puas berhenti pada peringkat 72.
Sebagaimana dipatok Presiden Joko Widodo (Jokowi), Indonesia menarget peringkat 40 pada EODB 2020. Untuk mencapainya, pemerintah akan fokus memperbaiki izin usaha dengan cara mengurangi prosedur perizinan dan penerapan layanan sistem online. Selanjutnya, memperbaiki sistem pembayaran pajak dengan cara melanjutkan program e-Filing dan memperbaiki database per pa jakan. Untuk memperbaiki perdagangan lintas batas dengan cara menurunkan jumlah lartas, menerapkan integrated risk management dan penggunaan sistem online. Serta memperbaiki izin mendirikan bangunan dengan cara simplifikasi prosedur dan memperkuat inspeksi bangunan.
Darmin melanjutkan, dari sektor manufaktur pertumbuhan industri tidak terlalu menggembirakan. Namun, Indonesia berhasil menembus peringkat 9 dalam manufacturing value added di dunia pada 2016 berdasarkan laporan Uni ted Na tions Industrial Development Organization (UNIDO), dari yang semula berada di peringkat 14 pada 2010. Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, ada empat indikator yang membentuk peringkat paying taxes. Pertama, jumlah pembayaran pajak. Hal ini terkait jumlah pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak. Kedua, waktu yang dibutuhkan wajib pajak untuk membayar pajak.
Ketiga, total tax and con tribution rate alias total pajak dan tingkat kontribusinya ter hadap keuntungan. Keempat, postfiling index atau indeks pas capelaporan. “Untuk memperbaiki parameter ini, kami ingin mengoptimalkan dari sisi pe nambahan petugas pajak dan meningkatkan pemanfaatan teknologi. Mengenai petugas pemeriksa, kita memang ma sih kekurangan,” ungkapnya. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, meski kontribusi industri manufaktur terhadap PDB turun, kontribusi industri manufaktur Indonesia terhadap dunia terus naik.
Dalam hal ini, UNIDO menempatkan Indonesia di peringkat 9 bersama Brasil dan Inggris. “Dari sisi persentase industri manufaktur terhadap PDB, Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan Korea Selatan yang me mi liki persentase 29%, China 27%, dan Jerman 23%,” ungkapnya. Airlangga menambahkan, dari faktor energi diperlukan untuk meningkatkan daya saing industri. Selain itu, regulasi dari sisi ketenagakerjaan dan teknologi harus ditingkatkan.
“Kita masih punya regulasi mengenai ketenagakerjaan yang harus kita imporve. Kita juga masih punya ca tatan juga terhadap pendidikan ketenagakerjaan. Diharapkan upaya ini dapat meningkatkan daya saing,” katanya. Peningkatan peringkat merupakan kerja keras yang dilakukan pemerintah. Presiden Jokowi melakukan reformasi besar-besaran yang mendasar untuk men dukung kemudahan berbisnis, terutama dalam kecepatan proses perizinan agar Indonesia menjadi negara tujuan investasi dunia.
Saat menghadiri Rapat Komisi Asia Ikatan Notaris Internasional di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) Kabupaten Badung, Bali (8/9/ 2016), Jokowi menargetkan peringkat kemudahan berbisnis Indonesia berada pada posisi ke-40 dari posisi 91 saat itu. Untuk mencapai target itu, pemerintah akan memangkas peraturan yang menghambat atau sistem lama yang sudah tidak relevan lagi di tengah era serba cepat dan momentum yang saat ini dinilai tepat. Dalam laporan berjudul “Doing Business 2018: Reform ing to Create Jobs”, Operation Analyst World Bank Dorina Georgieva menyebut Indonesia menempati posisi pertama dalam daftar negarane gara yang paling banyak memperbaiki regulasi bisnis diikuti Kamboja, Kepulauan Solomon, Brunei Darussalam, dan Malaysia.
“Indonesia adalah negara dengan perbaikan terbesar dari sejak 2005 hingga 2018,” ujarnya melalui video konferensi di Jakarta kemarin. Secara peringkat, dalam empat tahun terakhir posisi Indonesia juga terus merangsek naik dari posisi 114 pada 2014, menjadi 109 pada 2015, kemudian 91 pada 2016, dan men jadi 72 tahun ini. Sepanjang 2016- 2017, Indonesia me la ku kan tujuh reformasi untuk meningkatkan kemudahan berusaha, jumlah reformasi tertinggi dalam satu tahun.
Di kawasan Asia Timur dan Pasifik, Indonesia cuma kalah dari Brunei Darussalam dan Thailand yang telah melakukan delapan reformasi kemudahan berusaha. Adapun peringkat pertama dalam peringkat EODB adalah Selandia Baru. Sementara peringkat kedua diduduki Singapura. Denmark, Korea Selatan, dan Hong Kong menduduki peringkat ketiga, keempat, kelima. Kelima negara tersebut merupakan negara yang konsisten menduduki posisi puncak dalam Doing Business.
Dorong PMA dan PMDN
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong optimistis kenaikan peringkat AEODB tentu akan mendorong kenaikan jumlah PMA dan Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN ke depan. Dia pun menandaskan, momentum positif yang diraih harus dijaga bahkan ha rus ditingkatkan. Pasalnya, negara-negara lain juga membenahkan diri supaya dilirik sebagai tujuan destinasi in vestasi. “Persaingan dari negara tetangga super sengit. Kalau kita lihat pada ranking EODB dua negara pesaing kita adalah Thailand dan Vietnam. Belum lagi Malaysia.
Saingan kita di ASEAN sangat gencar untuk terus berbenah diri, meregulasi, meleluasakan perda gangan, memperlancar perdagangan sehingga semakin besar porsi daripada rantai produksi regional yang pindah ke mereka,” paparnya. (Oktiani Endarwati/ Andika Mustaqim/ant)
Adanya lompatan signifikan ter sebut merupakan indikasi peng aku an dunia bahwa pemerintah Indonesia serius melakukan reformasi perekonomian. Bank Dunia menyebut Indonesia sebagai negara dengan perbaikan terbesar sejak 2005 hingga 2018.
Pemerintah pun berharap kenaikan peringkat EODB akan mampu mendorong meningkatkan jumlah penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) ke depan. Indikator perhitungan EODB diukur dari 10 indikator, yaitu starting a business (memulai usaha), dealing with construction perm its (izin mendirikan bangunan), getting electricity (akses listrik), registering property (pendaftaran properti), getting credit (akses kredit), protecting minority in ves tors (perlindungan investor minoritas), paying taxes (pembayaran pajak), trading across borders (perda gangan lintas ba tas), enforcing contracts (pe ne gak an kontrak), dan resolving insolvency (penyelesaian kepailitan).
Lonjakan ini merupakan kali dua berturut-turut, karena pada EODB 2017 posisi Indonesia juga berhasil melompat dari peringkat 109 menjadi 91. “Dengan demi ki an, dalam 2 tahun terakhir po sisi Indonesia telah naik 37 peringkat. Sebelum EODB 2017 posisi Indonesia berkisaran antara peringkat ke-116-129,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di Jakarta kemarin. Namun pemerintah tidak puas berhenti pada peringkat 72.
Sebagaimana dipatok Presiden Joko Widodo (Jokowi), Indonesia menarget peringkat 40 pada EODB 2020. Untuk mencapainya, pemerintah akan fokus memperbaiki izin usaha dengan cara mengurangi prosedur perizinan dan penerapan layanan sistem online. Selanjutnya, memperbaiki sistem pembayaran pajak dengan cara melanjutkan program e-Filing dan memperbaiki database per pa jakan. Untuk memperbaiki perdagangan lintas batas dengan cara menurunkan jumlah lartas, menerapkan integrated risk management dan penggunaan sistem online. Serta memperbaiki izin mendirikan bangunan dengan cara simplifikasi prosedur dan memperkuat inspeksi bangunan.
Darmin melanjutkan, dari sektor manufaktur pertumbuhan industri tidak terlalu menggembirakan. Namun, Indonesia berhasil menembus peringkat 9 dalam manufacturing value added di dunia pada 2016 berdasarkan laporan Uni ted Na tions Industrial Development Organization (UNIDO), dari yang semula berada di peringkat 14 pada 2010. Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, ada empat indikator yang membentuk peringkat paying taxes. Pertama, jumlah pembayaran pajak. Hal ini terkait jumlah pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak. Kedua, waktu yang dibutuhkan wajib pajak untuk membayar pajak.
Ketiga, total tax and con tribution rate alias total pajak dan tingkat kontribusinya ter hadap keuntungan. Keempat, postfiling index atau indeks pas capelaporan. “Untuk memperbaiki parameter ini, kami ingin mengoptimalkan dari sisi pe nambahan petugas pajak dan meningkatkan pemanfaatan teknologi. Mengenai petugas pemeriksa, kita memang ma sih kekurangan,” ungkapnya. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, meski kontribusi industri manufaktur terhadap PDB turun, kontribusi industri manufaktur Indonesia terhadap dunia terus naik.
Dalam hal ini, UNIDO menempatkan Indonesia di peringkat 9 bersama Brasil dan Inggris. “Dari sisi persentase industri manufaktur terhadap PDB, Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan Korea Selatan yang me mi liki persentase 29%, China 27%, dan Jerman 23%,” ungkapnya. Airlangga menambahkan, dari faktor energi diperlukan untuk meningkatkan daya saing industri. Selain itu, regulasi dari sisi ketenagakerjaan dan teknologi harus ditingkatkan.
“Kita masih punya regulasi mengenai ketenagakerjaan yang harus kita imporve. Kita juga masih punya ca tatan juga terhadap pendidikan ketenagakerjaan. Diharapkan upaya ini dapat meningkatkan daya saing,” katanya. Peningkatan peringkat merupakan kerja keras yang dilakukan pemerintah. Presiden Jokowi melakukan reformasi besar-besaran yang mendasar untuk men dukung kemudahan berbisnis, terutama dalam kecepatan proses perizinan agar Indonesia menjadi negara tujuan investasi dunia.
Saat menghadiri Rapat Komisi Asia Ikatan Notaris Internasional di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) Kabupaten Badung, Bali (8/9/ 2016), Jokowi menargetkan peringkat kemudahan berbisnis Indonesia berada pada posisi ke-40 dari posisi 91 saat itu. Untuk mencapai target itu, pemerintah akan memangkas peraturan yang menghambat atau sistem lama yang sudah tidak relevan lagi di tengah era serba cepat dan momentum yang saat ini dinilai tepat. Dalam laporan berjudul “Doing Business 2018: Reform ing to Create Jobs”, Operation Analyst World Bank Dorina Georgieva menyebut Indonesia menempati posisi pertama dalam daftar negarane gara yang paling banyak memperbaiki regulasi bisnis diikuti Kamboja, Kepulauan Solomon, Brunei Darussalam, dan Malaysia.
“Indonesia adalah negara dengan perbaikan terbesar dari sejak 2005 hingga 2018,” ujarnya melalui video konferensi di Jakarta kemarin. Secara peringkat, dalam empat tahun terakhir posisi Indonesia juga terus merangsek naik dari posisi 114 pada 2014, menjadi 109 pada 2015, kemudian 91 pada 2016, dan men jadi 72 tahun ini. Sepanjang 2016- 2017, Indonesia me la ku kan tujuh reformasi untuk meningkatkan kemudahan berusaha, jumlah reformasi tertinggi dalam satu tahun.
Di kawasan Asia Timur dan Pasifik, Indonesia cuma kalah dari Brunei Darussalam dan Thailand yang telah melakukan delapan reformasi kemudahan berusaha. Adapun peringkat pertama dalam peringkat EODB adalah Selandia Baru. Sementara peringkat kedua diduduki Singapura. Denmark, Korea Selatan, dan Hong Kong menduduki peringkat ketiga, keempat, kelima. Kelima negara tersebut merupakan negara yang konsisten menduduki posisi puncak dalam Doing Business.
Dorong PMA dan PMDN
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong optimistis kenaikan peringkat AEODB tentu akan mendorong kenaikan jumlah PMA dan Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN ke depan. Dia pun menandaskan, momentum positif yang diraih harus dijaga bahkan ha rus ditingkatkan. Pasalnya, negara-negara lain juga membenahkan diri supaya dilirik sebagai tujuan destinasi in vestasi. “Persaingan dari negara tetangga super sengit. Kalau kita lihat pada ranking EODB dua negara pesaing kita adalah Thailand dan Vietnam. Belum lagi Malaysia.
Saingan kita di ASEAN sangat gencar untuk terus berbenah diri, meregulasi, meleluasakan perda gangan, memperlancar perdagangan sehingga semakin besar porsi daripada rantai produksi regional yang pindah ke mereka,” paparnya. (Oktiani Endarwati/ Andika Mustaqim/ant)
(nfl)