Produksi Industri Nasional Diklaim Semakin Agresif
A
A
A
JAKARTA - Kinerja industri nasional diklaim semakin agresif dengan pertumbuhan produksi yang positif pada triwulan III/2017. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pun berkomitmen menjaga capaian ini agar sektor manufaktur ke depannya konsisten menjadi kontributor terbesar bagi perekonomian nasional.
“Saat ini, industri manufaktur mendapatkan momentum yang baik guna memperdalam strukturnya. Untuk itu, dibutuhkan dukungan dari sektor lainnya, seperti perbaikan infrastruktur energi dan sistem logistik yang mampu mendongkrak daya saing,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto melalui siaran pers, Kamis (2/11/2017).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang (IBS) sebesar 5,51% secara tahunan (year on year/yoy) pada triwulan III/2017. Angka ini lebih tinggi dibanding triwulan II/2017 sebesar 3,89% dan periode yang sama tahun lalu sebesar 4,87%. Pertumbuhan produksi IBS tersebut juga menjadi yang tertinggi sejak triwulan I/2015.
Perbaikan kinerja sektor IBS ditopang oleh pertumbuhan industri logam dasar sebesar 11,97% dengan kontribusi terhadap total pertumbuhan produksi sekitar 0,28%. Kemudian, industri makanan dan minuman menyumbangkan pertumbuhan masing-masing 9,24% dan 3,4%. Sumbangsih kedua sektor ini mencapai 27,13% terhadap total pertumbuhan produksi.
Kenaikan pertumbuhan juga dicatat oleh industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia sebesar 9,30%, selanjutnya diikuti industri bahan logam, bukan mesin, dan peralatannya sebesar 8,82%.
Menperin menegaskan, pihaknya terus menggenjot kinerja industri yang pertumbuhannya cukup tinggi di atas pertumbuhan ekonomi nasional tersebut. Pasalnya, sektor-sektor ini tergolong manufaktur yang padat karya berorientasi ekspor. “Misalnya, industri makanan dan minuman. Pemain di sektor ini sudah banyak, mulai dari tingkat kabupaten/kota sampai global market,” ujarnya.
Selain itu, Kemenperin fokus mendorong program hilirisasi industri berbasis sektor agro dan tambang mineral. Sebab, upaya ini disebut terbukti membawa peningkatan pada nilai tambah produk, investasi, serapan tenaga kerja, dan penerimaan devisa.
"Kami juga memacu industri automotif. Sektor ini sekarang tidak hanya sebagai basis produksi di dalam negeri, tetapi basis ekspor untuk negara lain,” imbuhnya.
Di industri kecil dan menengah (IKM), menurut data BPS, pertumbuhan produksi sektor ini sebesar 5,34% (yoy) pada triwulan III/2017. Capaian ini naik sekitar 0,66% jika dibandingkan triwulan II/2017. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada kelompok industri komputer, barang elektronik, dan optik mencapai 35,99% (yoy). Selanjutanya diikuti industri kimia dan barang dari bahan kimia juga naik 24,56% serta industri kertas dan barang dari kertas naik 19,97%.
Dalam upaya pengembangan IKM, Kemenperin telah memfasilitasi pelaksanaan program e-Smart IKM. “e-Smart IKM merupakan sistem basis data IKM nasional yang tersaji dalam bentuk profil industri, sentra, dan produk yang diintegrasikan dengan marketplace yang telah ada. Tujuannya untuk semakin meningkatkan akses pasar IKM melalui internet marketing,” paparnya.
“Saat ini, industri manufaktur mendapatkan momentum yang baik guna memperdalam strukturnya. Untuk itu, dibutuhkan dukungan dari sektor lainnya, seperti perbaikan infrastruktur energi dan sistem logistik yang mampu mendongkrak daya saing,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto melalui siaran pers, Kamis (2/11/2017).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang (IBS) sebesar 5,51% secara tahunan (year on year/yoy) pada triwulan III/2017. Angka ini lebih tinggi dibanding triwulan II/2017 sebesar 3,89% dan periode yang sama tahun lalu sebesar 4,87%. Pertumbuhan produksi IBS tersebut juga menjadi yang tertinggi sejak triwulan I/2015.
Perbaikan kinerja sektor IBS ditopang oleh pertumbuhan industri logam dasar sebesar 11,97% dengan kontribusi terhadap total pertumbuhan produksi sekitar 0,28%. Kemudian, industri makanan dan minuman menyumbangkan pertumbuhan masing-masing 9,24% dan 3,4%. Sumbangsih kedua sektor ini mencapai 27,13% terhadap total pertumbuhan produksi.
Kenaikan pertumbuhan juga dicatat oleh industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia sebesar 9,30%, selanjutnya diikuti industri bahan logam, bukan mesin, dan peralatannya sebesar 8,82%.
Menperin menegaskan, pihaknya terus menggenjot kinerja industri yang pertumbuhannya cukup tinggi di atas pertumbuhan ekonomi nasional tersebut. Pasalnya, sektor-sektor ini tergolong manufaktur yang padat karya berorientasi ekspor. “Misalnya, industri makanan dan minuman. Pemain di sektor ini sudah banyak, mulai dari tingkat kabupaten/kota sampai global market,” ujarnya.
Selain itu, Kemenperin fokus mendorong program hilirisasi industri berbasis sektor agro dan tambang mineral. Sebab, upaya ini disebut terbukti membawa peningkatan pada nilai tambah produk, investasi, serapan tenaga kerja, dan penerimaan devisa.
"Kami juga memacu industri automotif. Sektor ini sekarang tidak hanya sebagai basis produksi di dalam negeri, tetapi basis ekspor untuk negara lain,” imbuhnya.
Di industri kecil dan menengah (IKM), menurut data BPS, pertumbuhan produksi sektor ini sebesar 5,34% (yoy) pada triwulan III/2017. Capaian ini naik sekitar 0,66% jika dibandingkan triwulan II/2017. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada kelompok industri komputer, barang elektronik, dan optik mencapai 35,99% (yoy). Selanjutanya diikuti industri kimia dan barang dari bahan kimia juga naik 24,56% serta industri kertas dan barang dari kertas naik 19,97%.
Dalam upaya pengembangan IKM, Kemenperin telah memfasilitasi pelaksanaan program e-Smart IKM. “e-Smart IKM merupakan sistem basis data IKM nasional yang tersaji dalam bentuk profil industri, sentra, dan produk yang diintegrasikan dengan marketplace yang telah ada. Tujuannya untuk semakin meningkatkan akses pasar IKM melalui internet marketing,” paparnya.
(fjo)