Pembatasan Impor Tembakau Ancam Penurunan Serapan Cengkeh
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) menilai kebijakan pembatasan impor tembakau akan berdampak pada penurunan serapan cengkeh di Indonesia.
Sekjen APCI, I ketut Budiman mengatakan, permintaan petani tembakau untuk membatasi impor harus dicermati dengan baik. Kondisi saat ini, pasokan tembakau dalam negeri belum dapat mencukupi kebutuhan industri baik dari sisi kualitas, kuantitas dan varietas.
Pasalnya, apabila industri hasil tembakau tidak mendapat pasokan bahan baku tembakau yang cukup, maka secara otomatis akan terjadi pengurangan kapasitas produksi yang akan berdampak pada pengurangan pembelian cengkeh di dalam negeri. Padahal, seperti yang diketahui bahwa 93% produksi cengkeh nasional diserap oleh industri hasil tembakau.
"Jangan sampai hanya petani tembakau yang dilindungi oleh pemerintah dan petani cengkeh menjadi terganggu, para pemangku kepentingan harus lebih bijaksana dalam mengambil keputusan," kata dia dalam keterangan rilisnya di Jakarta, Jumat (3/11/2017).
Sebagai informasi, pada awal pekan ini Asosiasi Petani Tembakau Indonesia meminta pembatasan impor tembakau kepada Presiden Joko Widodo di Istana Negara, hal tersebut dikhawatirkan dapat berdampak pada penurunan serapan cengkeh di Indonesia.
Budiman juga berpendapat bahwa kebijakan pemerintah terhadap pembatasan impor tembakau ini kontradiktif, dimana tembakau yang kurang produksinya dibatasi kuota impornya, sedangkan cengkeh yang produksinya swasembada malah diizinkan kuota impornya terbuka bebas.
"Pemerintah belum bisa melihat masalah pembatasan rokok impor ini secara komprehensif. Selama ini, pemerintah hanya berfokus pada tembakau saja, seharusnya cengkeh juga diperhatikan," sambungnya.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, dan Minuman (FSP RTMM) Sudarto juga mengatakan, pemerintah sebagai regulator dan pelindung tata kelola industri hasil tembakau harus berdiskusi dengan pabrikan untuk mengatasi kebijakan pembatasan tembakau impor ini.
"Memang tidak semudah membalik telapak tangan. Namun, koordinasi diperlukan supaya tidak perlu terjadi PHK karena produksi harus dihentikan," tutup Sudarto.
Sekjen APCI, I ketut Budiman mengatakan, permintaan petani tembakau untuk membatasi impor harus dicermati dengan baik. Kondisi saat ini, pasokan tembakau dalam negeri belum dapat mencukupi kebutuhan industri baik dari sisi kualitas, kuantitas dan varietas.
Pasalnya, apabila industri hasil tembakau tidak mendapat pasokan bahan baku tembakau yang cukup, maka secara otomatis akan terjadi pengurangan kapasitas produksi yang akan berdampak pada pengurangan pembelian cengkeh di dalam negeri. Padahal, seperti yang diketahui bahwa 93% produksi cengkeh nasional diserap oleh industri hasil tembakau.
"Jangan sampai hanya petani tembakau yang dilindungi oleh pemerintah dan petani cengkeh menjadi terganggu, para pemangku kepentingan harus lebih bijaksana dalam mengambil keputusan," kata dia dalam keterangan rilisnya di Jakarta, Jumat (3/11/2017).
Sebagai informasi, pada awal pekan ini Asosiasi Petani Tembakau Indonesia meminta pembatasan impor tembakau kepada Presiden Joko Widodo di Istana Negara, hal tersebut dikhawatirkan dapat berdampak pada penurunan serapan cengkeh di Indonesia.
Budiman juga berpendapat bahwa kebijakan pemerintah terhadap pembatasan impor tembakau ini kontradiktif, dimana tembakau yang kurang produksinya dibatasi kuota impornya, sedangkan cengkeh yang produksinya swasembada malah diizinkan kuota impornya terbuka bebas.
"Pemerintah belum bisa melihat masalah pembatasan rokok impor ini secara komprehensif. Selama ini, pemerintah hanya berfokus pada tembakau saja, seharusnya cengkeh juga diperhatikan," sambungnya.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, dan Minuman (FSP RTMM) Sudarto juga mengatakan, pemerintah sebagai regulator dan pelindung tata kelola industri hasil tembakau harus berdiskusi dengan pabrikan untuk mengatasi kebijakan pembatasan tembakau impor ini.
"Memang tidak semudah membalik telapak tangan. Namun, koordinasi diperlukan supaya tidak perlu terjadi PHK karena produksi harus dihentikan," tutup Sudarto.
(izz)