Taksi Online, Pihak Ketiga Gaya Baru
A
A
A
BUKAN hanya di Indonesia, di sejumlah negara maju, taksi daring juga diatur untuk menciptakan sistem transportasi yang aman dan nyaman bagi penumpang serta adil bagi dunia usaha.
Taksi daring atau online tengah marak di berbagai negara di dunia. Namun, tidak di Jepang, terutama Kota Tokyo. Di Ibu Kota Timur ini, taksi daring tak berdaya menghadapi taksi konvensional. Saat ini, layanan Uber sudah beroperasi. Hanya saja, populasinya tidak terasa karena kuatnya dominasi organisasi taksi di Tokyo.
Selain kuatnya organisasi, ada faktor lain yang membuat taksi daring tak berkutik di Tokyo. Tarif taksi menggunakan tarif jarak jauh dan tarif jarak dekat. Untuk jarak jauh, biaya yang dikenakan tarif normal, yakni sekali pintu terbuka harga di argometer 730 yen. Sementara, tarif jarak dekat, 400 yen.
"Jadi, kalau yang jaraknya dekat lebih suka taksi konvensional," ujar Liana, tour guide yang menemani SINDOnews selama di Jepang dalam rangka liputan Tokyo Motor Show (TMS) 2017.
Selain dua hal tadi, Pemerintah Nihon juga sangat ketat pada taksi online. Menurut Liana, taksi berbasis aplikasi, seperti Air BNB, dilarang di Negeri Sakura. “Mereka sembunyi-sembunyi kalau sedang bekerja sebagai taksi online,” ungkapnya.
Sejatinya, Uber sudah berhasil menandatangani kerja sama dengan Toyota guna menopang ekspansi bisnis mereka di seluruh dunia, termasuk Jepang. Hanya saja, Uber justru terganjal di Negeri Matahari Terbit pada pertengahan 2016. Nippon memberlakukan aturan ketat mengenai transportasi darat. Kendaraan pribadi dilarang keras menjalankan aktivitas komersial tanpa melakukan pendaftaran ke otoritas setempat. Kendaraan pribadi harus menggunakan plat nomor berwarna putih (Shiro Taku).
Lalu bagaimana keberadaan taksi online di negara-negara maju lainnya? Anda bisa membaca laporan selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 36/VI/2017 yang terbit Senin (6/11/2017).
Taksi daring atau online tengah marak di berbagai negara di dunia. Namun, tidak di Jepang, terutama Kota Tokyo. Di Ibu Kota Timur ini, taksi daring tak berdaya menghadapi taksi konvensional. Saat ini, layanan Uber sudah beroperasi. Hanya saja, populasinya tidak terasa karena kuatnya dominasi organisasi taksi di Tokyo.
Selain kuatnya organisasi, ada faktor lain yang membuat taksi daring tak berkutik di Tokyo. Tarif taksi menggunakan tarif jarak jauh dan tarif jarak dekat. Untuk jarak jauh, biaya yang dikenakan tarif normal, yakni sekali pintu terbuka harga di argometer 730 yen. Sementara, tarif jarak dekat, 400 yen.
"Jadi, kalau yang jaraknya dekat lebih suka taksi konvensional," ujar Liana, tour guide yang menemani SINDOnews selama di Jepang dalam rangka liputan Tokyo Motor Show (TMS) 2017.
Selain dua hal tadi, Pemerintah Nihon juga sangat ketat pada taksi online. Menurut Liana, taksi berbasis aplikasi, seperti Air BNB, dilarang di Negeri Sakura. “Mereka sembunyi-sembunyi kalau sedang bekerja sebagai taksi online,” ungkapnya.
Sejatinya, Uber sudah berhasil menandatangani kerja sama dengan Toyota guna menopang ekspansi bisnis mereka di seluruh dunia, termasuk Jepang. Hanya saja, Uber justru terganjal di Negeri Matahari Terbit pada pertengahan 2016. Nippon memberlakukan aturan ketat mengenai transportasi darat. Kendaraan pribadi dilarang keras menjalankan aktivitas komersial tanpa melakukan pendaftaran ke otoritas setempat. Kendaraan pribadi harus menggunakan plat nomor berwarna putih (Shiro Taku).
Lalu bagaimana keberadaan taksi online di negara-negara maju lainnya? Anda bisa membaca laporan selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 36/VI/2017 yang terbit Senin (6/11/2017).
(amm)