Digitalisasi Pasti, tetapi Masyarakat Harus Dilindungi
A
A
A
TERHITUNG per 1 November 2017 lalu, Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek diberlakukan.
Regulasi baru bagi angkutan daring atau online ini merupakan respons terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) atas aturan lama, Permenhub 26/2017. Kendati telah diperbarui, toh aturan soal angkutan daring tetap menuai pro-kontra.
Menurut Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Hindro Surahmat, pro dan kontra itu sudah saatnya dihentikan. Dia mengatakan Permenhub 108/2017 adalah solusi tengah yang mengakomodasi kepentingan masyarakat konsumen, pengemudi, dan keberlanjutan usaha.
"Jadi, jangan dipelintir seolah pemerintah tidak promasyarakat. Kalau tarif tidak dibatasi, yang kuat akan memakan yang lemah karena tidak ada aturan," katanya.
Berikut petikan wawancara Muhibudin Kamali dan Faorick Pakpahan dari SINDO Weekly dengan Hindro di kantornya, Rabu pekan lalu.
Apa sebenarnya sasaran Permenhub 108/2017 ini?
Prinsipnya, kami membuat regulasi pengganti Permenhub 26/2017, yaitu Permenhub 108/2017 untuk mengatur angkutan umum tidak dalam trayek. Harus ada kejelasan, angkutan daring ini sebenarnya masuk dalam kategori apa. Dalam penyelenggaraan angkutan umum, ada definisi tentang angkutan umum, yaitu angkutan yang digunakan oleh umum dengan cara pembayaran.
Dalam posisi ini, sudah jelas angkutan daring masuk dalam kategori kendaraan angkutan umum, bukan kendaraan pribadi. Otomatis kendaraan angkutan umum itu ada regulasinya. Tidak ada angkutan umum tanpa regulasi. Artinya, mereka harus ikut aturan.
Mengapa mesti ada batasan tarif, kuota, dan wilayah operasional?
Jadi, kami membuat aturan dengan mempertimbangkan kesetaraan antara angkutan tidak berbasis aplikasi dan new comer yang berbasis teknologi informasi. Kalau angkutan daring mengklaim sebagai angkutan umum dengan pelat hitam, bisakah dibedakan dengan kendaraan pribadi? Tidak bisa. Makanya, ciri-cirinya harus diatur. Aspek keselamatannya juga harus mengikuti aturan keselamatan angkutan umum, harus diuji. Kalau jadi angkutan umum, UU mengatakan harus diuji. Kalau tidak mau, ya jadi kendaraan pribadi. Setelah itu, harus diatur pula kuota dan tarifnya.
Lalu berapa kuota dan tarif yang ditetapkan? Simak wawancara selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 36/VI/2017 yang terbit Senin (6/11/2017).
Regulasi baru bagi angkutan daring atau online ini merupakan respons terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) atas aturan lama, Permenhub 26/2017. Kendati telah diperbarui, toh aturan soal angkutan daring tetap menuai pro-kontra.
Menurut Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Hindro Surahmat, pro dan kontra itu sudah saatnya dihentikan. Dia mengatakan Permenhub 108/2017 adalah solusi tengah yang mengakomodasi kepentingan masyarakat konsumen, pengemudi, dan keberlanjutan usaha.
"Jadi, jangan dipelintir seolah pemerintah tidak promasyarakat. Kalau tarif tidak dibatasi, yang kuat akan memakan yang lemah karena tidak ada aturan," katanya.
Berikut petikan wawancara Muhibudin Kamali dan Faorick Pakpahan dari SINDO Weekly dengan Hindro di kantornya, Rabu pekan lalu.
Apa sebenarnya sasaran Permenhub 108/2017 ini?
Prinsipnya, kami membuat regulasi pengganti Permenhub 26/2017, yaitu Permenhub 108/2017 untuk mengatur angkutan umum tidak dalam trayek. Harus ada kejelasan, angkutan daring ini sebenarnya masuk dalam kategori apa. Dalam penyelenggaraan angkutan umum, ada definisi tentang angkutan umum, yaitu angkutan yang digunakan oleh umum dengan cara pembayaran.
Dalam posisi ini, sudah jelas angkutan daring masuk dalam kategori kendaraan angkutan umum, bukan kendaraan pribadi. Otomatis kendaraan angkutan umum itu ada regulasinya. Tidak ada angkutan umum tanpa regulasi. Artinya, mereka harus ikut aturan.
Mengapa mesti ada batasan tarif, kuota, dan wilayah operasional?
Jadi, kami membuat aturan dengan mempertimbangkan kesetaraan antara angkutan tidak berbasis aplikasi dan new comer yang berbasis teknologi informasi. Kalau angkutan daring mengklaim sebagai angkutan umum dengan pelat hitam, bisakah dibedakan dengan kendaraan pribadi? Tidak bisa. Makanya, ciri-cirinya harus diatur. Aspek keselamatannya juga harus mengikuti aturan keselamatan angkutan umum, harus diuji. Kalau jadi angkutan umum, UU mengatakan harus diuji. Kalau tidak mau, ya jadi kendaraan pribadi. Setelah itu, harus diatur pula kuota dan tarifnya.
Lalu berapa kuota dan tarif yang ditetapkan? Simak wawancara selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 36/VI/2017 yang terbit Senin (6/11/2017).
(amm)