Iuran BPJS Kesehatan Dijamin Tak Akan Naik
A
A
A
JAKARTA - Defisit anggaran yang dialami Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan diatasi dengan skema pengendalian keuangan.
Meski demikian, pemerintah berjanji tidak akan menaikkan iuran peserta BPJS Kesehatan. Pemerintah memastikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat harus tetap berjalan baik walaupun ada defisit keuangan di BPJS Kesehatan. Kemenkeu, Bappenas, Kemendagri, Kemenkes, dan BPJS Kesehatan sudah melakukan koordinasi untuk mengatasi defisit.
”Jangan ada kekhawatiran layanan dan tagihan yang tidak ditangani pemerintah,” kata Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani seusai rapat koordinasi (rakor) di kantor Kemenko PMK, Jakarta.
Menurut dia, upaya untuk meningkatkan kapasitas fiskal BPJS Kesehatan yaitu dengan efisiensi operasional BPJS Kesehatan, penyempurnaan sistem rujukan, optimalisasi sharing cost dengan pemerintah daerah (pemda), melalui pajak rokok untuk pelayanan kesehatan, dan optimalisasi sharing BPJS Ketenagakerjaan untuk penyakit akibat kerja.
”Salah satu solusinya yaitu sharing cost dengan pemda agar defisit ini tidak berlarut-larut. Opsi lainnya adalah bisa memakai cukai rokok untuk menutup defisit anggaran defisit BPJS Kesehatan,” katanya.
Puan berharap pemda diharapkan bisa lebih aktif berperan un tuk pelayanan penyakit katas tropik yang memakan biaya tinggi.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan, sesuai dengan pembicaraan maka pemerintah tidak akan mengambil opsi untuk menaikkan iuran.
”Belum ada opsi itu (iuran naik). Untuk tutup kekurangan iuran, salah satu nya dengan suntikan dana tambahan,” jelasnya.
Menurut Fahmi, ada beberapa solusi suntikan dana tambahan yakni de ngan mengambil pajak atas cukai rokok, bagi hasil, dan juga ada opsi pembagian tanggung jawab BPJS Ketenagakerjaan untuk membiayai penyakit akibat pekerjaan. BPJS Kesehatan juga di minta untuk melakukan efisiensi biaya tanpa mengurangi mutu layanan agar ada dana tambahan.
Sementara itu, Menkeu Sri Mulyani menjelaskan setidaknya ada sembilan opsi kebijakan yang telah rampung dibahas oleh beberapa kementerian dan lembaga (K/L) terkait, salah satunya adalah dana bagi hasil cukai rokok. Menurut dia, dana bagi hasil cukai rokok dapat ber kontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp5 triliun.
”Kira-kira kontribusinya capai di atas Rp5 triliun,” ujarnya. Kemenkeu juga akan berkoordinasi dengan Kemendagri agar APBD 2018 nanti ada cantuman komitmen daerah dalam pembayaran BPJS Kesehatan. ”Mekanismenya dengan Kemendagri adalah pada 2018 nanti sudah ada cantuman dalam penetapan APBN. Kita bisa hitung berapa pendapatan yang akan diperoleh dari itu,” jelasnya.
Chairman Center for Health care Policy and Reform Studies (CHAPTERS) Luthfi Mardiansyah menambahkan, permasalahan seputar pengadaan dan distribusi obat dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menimbulkan persepsi publik bahwa kualitas program itu rendah.
Selain itu, menurut dia, defisit pendanaan di program JKN membuat pembayaran klaim di rumah sakit jadi mundur, dan dampak lanjutannya pembayaran ke distributor obat menjadi tertunggak.
”Banyak muncul keluhan di masyarakat tentang kekosongan pasokan obat ter tentu karena perencanaan yang kurang baik dari program JKN,” kata nya dalam diskusi ”Perlukah Ditata Ulang Skema Pengadaan Obat JKN dan Distribusi Obat” Direktur Eksekutif International Pharmaceutical Manufactures Group (IPMG) Parulian Simanjuntak menyebut ada beberapa rekomendasi dalam sistem pengadaan obat di JKN agar lebih baik di masa mendatang, yakni dengan meningkatkan iuran dan anggaran kesehatan khusus untuk JKN.
Adanya transparansi dalam sistem pengadaan harga patokan sendiri, Formularium Nasional dan perlunya fairness dalam kepesertaan agar ada pengadaan terbuka untuk yang memenuhi syarat tanpa ada pra seleksi.
Di sisi lain, seleksi pemenang tidak hanya berdasarkan harga terendah dan penetapan lebih dari satu pemenang untuk tiap daerah serta penggunaan metode Pharmaco Economy dan Health Technology Assessment (HTA) dalam sistem pengadaan agar obat-obatan inovatif dapat tersedia.
Selain itu, dalam jangka panjang perlu disesuaikan kembali regulasi agar tujuan JKN dapat tercapai, juga peran serta sektor swasta dalam pelayanan kesehatan (multi-payor system) dengan mengembangkan petajalan yang meng akomodasi ke mitraan swasta dan publik dalam meningkat kan jumlah fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan serta keahliannya.
”Pemerintah juga perlu memastikan tersedianya dan akses obat yang sesuai standar untuk pengobatan penyakit kronis seperti kanker, transplantasi, termasuk pengobatan dan terapi terkini,” sambungnya.
Untuk mengurangi beban pemerintah dalam pembiayaan, perlu di pertimbangkan system pembayaran bersama (co-payment). Selain itu melibatkan asuransi kesehatan swasta untuk warga yang mampu agar pemerintah fokus membantu yang miskin. (Neneng Zubaidah/ Rahmat Sahid)
Meski demikian, pemerintah berjanji tidak akan menaikkan iuran peserta BPJS Kesehatan. Pemerintah memastikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat harus tetap berjalan baik walaupun ada defisit keuangan di BPJS Kesehatan. Kemenkeu, Bappenas, Kemendagri, Kemenkes, dan BPJS Kesehatan sudah melakukan koordinasi untuk mengatasi defisit.
”Jangan ada kekhawatiran layanan dan tagihan yang tidak ditangani pemerintah,” kata Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani seusai rapat koordinasi (rakor) di kantor Kemenko PMK, Jakarta.
Menurut dia, upaya untuk meningkatkan kapasitas fiskal BPJS Kesehatan yaitu dengan efisiensi operasional BPJS Kesehatan, penyempurnaan sistem rujukan, optimalisasi sharing cost dengan pemerintah daerah (pemda), melalui pajak rokok untuk pelayanan kesehatan, dan optimalisasi sharing BPJS Ketenagakerjaan untuk penyakit akibat kerja.
”Salah satu solusinya yaitu sharing cost dengan pemda agar defisit ini tidak berlarut-larut. Opsi lainnya adalah bisa memakai cukai rokok untuk menutup defisit anggaran defisit BPJS Kesehatan,” katanya.
Puan berharap pemda diharapkan bisa lebih aktif berperan un tuk pelayanan penyakit katas tropik yang memakan biaya tinggi.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan, sesuai dengan pembicaraan maka pemerintah tidak akan mengambil opsi untuk menaikkan iuran.
”Belum ada opsi itu (iuran naik). Untuk tutup kekurangan iuran, salah satu nya dengan suntikan dana tambahan,” jelasnya.
Menurut Fahmi, ada beberapa solusi suntikan dana tambahan yakni de ngan mengambil pajak atas cukai rokok, bagi hasil, dan juga ada opsi pembagian tanggung jawab BPJS Ketenagakerjaan untuk membiayai penyakit akibat pekerjaan. BPJS Kesehatan juga di minta untuk melakukan efisiensi biaya tanpa mengurangi mutu layanan agar ada dana tambahan.
Sementara itu, Menkeu Sri Mulyani menjelaskan setidaknya ada sembilan opsi kebijakan yang telah rampung dibahas oleh beberapa kementerian dan lembaga (K/L) terkait, salah satunya adalah dana bagi hasil cukai rokok. Menurut dia, dana bagi hasil cukai rokok dapat ber kontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp5 triliun.
”Kira-kira kontribusinya capai di atas Rp5 triliun,” ujarnya. Kemenkeu juga akan berkoordinasi dengan Kemendagri agar APBD 2018 nanti ada cantuman komitmen daerah dalam pembayaran BPJS Kesehatan. ”Mekanismenya dengan Kemendagri adalah pada 2018 nanti sudah ada cantuman dalam penetapan APBN. Kita bisa hitung berapa pendapatan yang akan diperoleh dari itu,” jelasnya.
Chairman Center for Health care Policy and Reform Studies (CHAPTERS) Luthfi Mardiansyah menambahkan, permasalahan seputar pengadaan dan distribusi obat dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menimbulkan persepsi publik bahwa kualitas program itu rendah.
Selain itu, menurut dia, defisit pendanaan di program JKN membuat pembayaran klaim di rumah sakit jadi mundur, dan dampak lanjutannya pembayaran ke distributor obat menjadi tertunggak.
”Banyak muncul keluhan di masyarakat tentang kekosongan pasokan obat ter tentu karena perencanaan yang kurang baik dari program JKN,” kata nya dalam diskusi ”Perlukah Ditata Ulang Skema Pengadaan Obat JKN dan Distribusi Obat” Direktur Eksekutif International Pharmaceutical Manufactures Group (IPMG) Parulian Simanjuntak menyebut ada beberapa rekomendasi dalam sistem pengadaan obat di JKN agar lebih baik di masa mendatang, yakni dengan meningkatkan iuran dan anggaran kesehatan khusus untuk JKN.
Adanya transparansi dalam sistem pengadaan harga patokan sendiri, Formularium Nasional dan perlunya fairness dalam kepesertaan agar ada pengadaan terbuka untuk yang memenuhi syarat tanpa ada pra seleksi.
Di sisi lain, seleksi pemenang tidak hanya berdasarkan harga terendah dan penetapan lebih dari satu pemenang untuk tiap daerah serta penggunaan metode Pharmaco Economy dan Health Technology Assessment (HTA) dalam sistem pengadaan agar obat-obatan inovatif dapat tersedia.
Selain itu, dalam jangka panjang perlu disesuaikan kembali regulasi agar tujuan JKN dapat tercapai, juga peran serta sektor swasta dalam pelayanan kesehatan (multi-payor system) dengan mengembangkan petajalan yang meng akomodasi ke mitraan swasta dan publik dalam meningkat kan jumlah fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan serta keahliannya.
”Pemerintah juga perlu memastikan tersedianya dan akses obat yang sesuai standar untuk pengobatan penyakit kronis seperti kanker, transplantasi, termasuk pengobatan dan terapi terkini,” sambungnya.
Untuk mengurangi beban pemerintah dalam pembiayaan, perlu di pertimbangkan system pembayaran bersama (co-payment). Selain itu melibatkan asuransi kesehatan swasta untuk warga yang mampu agar pemerintah fokus membantu yang miskin. (Neneng Zubaidah/ Rahmat Sahid)
(nfl)