China Siapkan Rp581 Triliun untuk Kembangkan LNG di Alaska
A
A
A
BEIJING - Tiga gergasi asal China, yaitu perusahaan raksasa minyak Sinopec, perbankan utama, dan perusahaan investasi mereka sepakat untuk menanamkan modal USD43 miliar atau setara Rp581 triliun (estimasi kurs Rp13.511 per USD) dalam mengembangkan sektor gas alam cair di Alaska, Amerika Serikat. Investasi yang disampaikan Pemerintah AS ini sebagai balasan atas kunjungan Presiden Donald Trump ke Beijing.
“Perjanjian itu akan melibatkan investasi hingga USD43 miliar dan menciptakan sekitar 12 ribu pekerjaan di AS selama masa konstruksi. Jadi bisa mengurangi defisit perdagangan AS dengan Asia sebesar USD10 miliar per tahun. Dan pengembangan ini bisa memberi energi bersih kepada China,” tukas sumber Pemerintah AS dilansir Reuters, Kamis (9/11/2017).
Namun, kedua belah pihak belum merinci seperti apa bentuk kerja samanya. Alaska Gasline Development sendiri sedang membangun pabrik pengolahan gas, sebuah pipa sepanjang 800 mil alias 1.287 kilometer ke Alaska bagian selatan untuk penggunaan di dalam negeri, serta pabrik pencairan gas di Nikiski yang bisa menghasilkan 20 juta ton LNG per tahun untuk diekspor.
China sendiri merupakan negara pembeli gas terbesar ketiga di dunia. Negaranya Xi Jinping ini sedang jor-joran mengimpor lebih banyak LNG karena pemerintah mencoba menyapih negaranya dari limbah energi batubara. Masalah polusi udara akibat energi batubara menjadi pekerjaan rumah besar bagi mereka. Sedangkan, AS ingin menjual lebih banyak kelebihan gasnya ke luar negeri.
“Perjanjian itu akan melibatkan investasi hingga USD43 miliar dan menciptakan sekitar 12 ribu pekerjaan di AS selama masa konstruksi. Jadi bisa mengurangi defisit perdagangan AS dengan Asia sebesar USD10 miliar per tahun. Dan pengembangan ini bisa memberi energi bersih kepada China,” tukas sumber Pemerintah AS dilansir Reuters, Kamis (9/11/2017).
Namun, kedua belah pihak belum merinci seperti apa bentuk kerja samanya. Alaska Gasline Development sendiri sedang membangun pabrik pengolahan gas, sebuah pipa sepanjang 800 mil alias 1.287 kilometer ke Alaska bagian selatan untuk penggunaan di dalam negeri, serta pabrik pencairan gas di Nikiski yang bisa menghasilkan 20 juta ton LNG per tahun untuk diekspor.
China sendiri merupakan negara pembeli gas terbesar ketiga di dunia. Negaranya Xi Jinping ini sedang jor-joran mengimpor lebih banyak LNG karena pemerintah mencoba menyapih negaranya dari limbah energi batubara. Masalah polusi udara akibat energi batubara menjadi pekerjaan rumah besar bagi mereka. Sedangkan, AS ingin menjual lebih banyak kelebihan gasnya ke luar negeri.
(ven)