Ancaman Perang Dingin AS-China Lebih Besar Ketimbang Virus
loading...
A
A
A
NEW YORK - Hubungan Amerika Serikat (AS) dan China terus memanas belakangan, dimana dampak ketegangan dua ekonomi terbesar di dunia itu menyebar secara global. Bahkan ekonom berpengaruh Jeffrey Sachs mengatakan, perang dingin yang semakin dalam antara AS dan China akan menjadi ancaman global yang lebih besar bagi dunia daripada virus corona.
Seperti dilansir BBC, hal itu disampaikan merujuk pada kondisi kedua negara yang terus berselisih. Keduanya sempat terlibat perang dagang belum lama ini, dimana Presiden AS Donald Trump kerap melontarkan ancaman soal hubungan dagang keduanya. Belum lama ini, Ia mengungkapkan bakal membatalkan kesepakatan perdagangan fase satu dan meningkatkan tarif pada China.
( )
Trump juga mendukung kontrol ekspor baru yang tangguh untuk perusahaan-perusahaan China yang membeli produk teknologi Amerika. Dua negara adidaya itu kembali bertikai, saat AS meyakini teori konspirasi yang mengklaim bahwa virus corona (COVID-19) adalah buatan manusia dan kabur dari laboratorium yang ada di kota Wuhan, sebagaimana dilaporkan South China Morning Post.
Sementara itu Sachs mengatakan, saat ini ekonomi dunia menuju periode gangguan besar tanpa kepemimpinan setelah pandemi virus corona atau Covid-19. "Kesenjangan antara dua kekuatan super akan memperburuk ini," ungkapnya memberikan peringatan.
( )
Profesor Universitas Columbia itu menyalahkan pemerintahan AS terkait permusuhan antar kedua negara. "AS adalah kekuatan untuk divisi, bukan untuk kerja sama," katanya dalam sebuah wawancara dengan BBC Asia Business Report.
"Ini adalah kekuatan untuk mencoba menciptakan perang dingin baru dengan China. Jika ini benar terwujud, -jika pendekatan semacam itu digunakan, maka kita tidak akan kembali normal, dan akan memicu kontroversi yang lebih besar dan bahaya yang lebih besar pada kenyataannya," paparnya.
Ketegangan
Pernyatan Sachs menyusul ketegangan antara AS dan China yang terus meningkat belakangan di beberapa bidang, bukan hanya perdagangan semata. Minggu lalu, misalnya, Presiden Trump menandatangani undang-undang yang mengesahkan sanksi AS terhadap pejabat China yang bertanggung jawab atas penindasan umat Islam di provinsi Xinjiang.
Seperti dilansir BBC, hal itu disampaikan merujuk pada kondisi kedua negara yang terus berselisih. Keduanya sempat terlibat perang dagang belum lama ini, dimana Presiden AS Donald Trump kerap melontarkan ancaman soal hubungan dagang keduanya. Belum lama ini, Ia mengungkapkan bakal membatalkan kesepakatan perdagangan fase satu dan meningkatkan tarif pada China.
( )
Trump juga mendukung kontrol ekspor baru yang tangguh untuk perusahaan-perusahaan China yang membeli produk teknologi Amerika. Dua negara adidaya itu kembali bertikai, saat AS meyakini teori konspirasi yang mengklaim bahwa virus corona (COVID-19) adalah buatan manusia dan kabur dari laboratorium yang ada di kota Wuhan, sebagaimana dilaporkan South China Morning Post.
Sementara itu Sachs mengatakan, saat ini ekonomi dunia menuju periode gangguan besar tanpa kepemimpinan setelah pandemi virus corona atau Covid-19. "Kesenjangan antara dua kekuatan super akan memperburuk ini," ungkapnya memberikan peringatan.
( )
Profesor Universitas Columbia itu menyalahkan pemerintahan AS terkait permusuhan antar kedua negara. "AS adalah kekuatan untuk divisi, bukan untuk kerja sama," katanya dalam sebuah wawancara dengan BBC Asia Business Report.
"Ini adalah kekuatan untuk mencoba menciptakan perang dingin baru dengan China. Jika ini benar terwujud, -jika pendekatan semacam itu digunakan, maka kita tidak akan kembali normal, dan akan memicu kontroversi yang lebih besar dan bahaya yang lebih besar pada kenyataannya," paparnya.
Ketegangan
Pernyatan Sachs menyusul ketegangan antara AS dan China yang terus meningkat belakangan di beberapa bidang, bukan hanya perdagangan semata. Minggu lalu, misalnya, Presiden Trump menandatangani undang-undang yang mengesahkan sanksi AS terhadap pejabat China yang bertanggung jawab atas penindasan umat Islam di provinsi Xinjiang.