Cinta Rupiah Sevisi dengan Trisakti
A
A
A
SURABAYA - Berbicara dalam BI Goes To Campus bertema ‘Cinta Rupiah’ di Auditorium Institute Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menginginkan rupiah berdaulat dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Apabila mengaku orang Indonesia, maka kita wajib menggunakan rupiah untuk segala transaksi di wilayah NKRI karena rupiah simbol kedaulatan negara.
"Hal ini sejalan dengan program politik Trisakti, yaitu kemandirian di bidang ekonomi untuk meraih kedaulatan ekonomi menuju masyarakat Indonesia yang adil dan makmur," kata Misbakhun saat memberikan share motivation di hadapan ratusan mahasiswa ITS, Rabu (22/11/2017).
Misbakhun mengatakan, Pemerintah melalui Bank Indonesia pada 19 Desember 2016 lalu menerbitkan 11 uang rupiah baru, diantaranya 7 uang rupiah kertas dan 4 uang rupiah logam. Rupiah kertas yang diterbitkan terdiri dari nominal Rp100 ribu, Rp50 ribu, Rp20 ribu, Rp10 ribu, Rp5.000, Rp2.000, dan Rp1.000. Sementara, uang logam terdiri dari pecahan Rp1.000, Rp500, Rp200, dan Rp100.
Selain itu, terdapat 12 gambar pahlawan Indonesia termuat dalam pecahan uang rupiah baru tersebut, seperti gambar proklamator, Soekarno dan Mohammad Hatta yang termuat pada pecahan Rp100.000, hingga Herman Johannes pada uang pecahan Rp100.
"Penerbitan uang rupiah baru tersebut merupakan implementasi dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang," ujarnya.
Lantas, apa makna rupiah desain Tahun Emisi (TE) 2016? Menurut Misbakhun, terdapat lima makna. Pertama, sebagai perwujudan kedaulatan Republik Indonesia dan pada uang rupiah baru tersebut mencantumkan frasa Negara Kedaulatan Republik Indonesia. Kedua, sebagai alat pembayaran yang sah dan wajib digunakan untuk transaksi di Indonesia. Ketiga, sebagai upaya untuk menjaga ketersediaan uang. Keempat, untuk menjaga kualitas uang rupiah. Dan kelima, sebagai penghormatan terhadap jasa pahlawan Republik Indonesia.
"Rupiah adalah mata uang negara kita sendiri. Dengan mencintai rupiah, berarti kita sudah melakukan salah satu wujud kecintaan kepada kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia. Karena setiap lembarnya adalah wujud kedaulatan Indonesia sebagai sebuah negara," tegas Misbakhun.
"Hal ini sejalan dengan program politik Trisakti, yaitu kemandirian di bidang ekonomi untuk meraih kedaulatan ekonomi menuju masyarakat Indonesia yang adil dan makmur," kata Misbakhun saat memberikan share motivation di hadapan ratusan mahasiswa ITS, Rabu (22/11/2017).
Misbakhun mengatakan, Pemerintah melalui Bank Indonesia pada 19 Desember 2016 lalu menerbitkan 11 uang rupiah baru, diantaranya 7 uang rupiah kertas dan 4 uang rupiah logam. Rupiah kertas yang diterbitkan terdiri dari nominal Rp100 ribu, Rp50 ribu, Rp20 ribu, Rp10 ribu, Rp5.000, Rp2.000, dan Rp1.000. Sementara, uang logam terdiri dari pecahan Rp1.000, Rp500, Rp200, dan Rp100.
Selain itu, terdapat 12 gambar pahlawan Indonesia termuat dalam pecahan uang rupiah baru tersebut, seperti gambar proklamator, Soekarno dan Mohammad Hatta yang termuat pada pecahan Rp100.000, hingga Herman Johannes pada uang pecahan Rp100.
"Penerbitan uang rupiah baru tersebut merupakan implementasi dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang," ujarnya.
Lantas, apa makna rupiah desain Tahun Emisi (TE) 2016? Menurut Misbakhun, terdapat lima makna. Pertama, sebagai perwujudan kedaulatan Republik Indonesia dan pada uang rupiah baru tersebut mencantumkan frasa Negara Kedaulatan Republik Indonesia. Kedua, sebagai alat pembayaran yang sah dan wajib digunakan untuk transaksi di Indonesia. Ketiga, sebagai upaya untuk menjaga ketersediaan uang. Keempat, untuk menjaga kualitas uang rupiah. Dan kelima, sebagai penghormatan terhadap jasa pahlawan Republik Indonesia.
"Rupiah adalah mata uang negara kita sendiri. Dengan mencintai rupiah, berarti kita sudah melakukan salah satu wujud kecintaan kepada kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia. Karena setiap lembarnya adalah wujud kedaulatan Indonesia sebagai sebuah negara," tegas Misbakhun.
(ven)