Holding Tambang, Cadangan Minerba Harus Dikelola Perusahaan Negara
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi menegaskan bahwa cadangan mineral dan batu bara (minerba) yang ada di perut bumi nusantara adalah milik negara. Maka, harus dikelola oleh negara dalam hal ini perusahaan-perusahaan BUMN sektor pertambangan dan hal ini harus ada dalam UU Minerba.
Untuk mencapai hal tersebut diperlukan sinergi antar BUMN tambang, agar mampu bersaing dan menjadi pemain besar dalam mengelola sumber daya alam. Atas dasar ini, Kurtubi menilai bahwa pembentukan holding BUMN sudah tepat.
Selain itu, dalam hal perusahaan negara yang tidak mampu membiayai dan ingin berbagi risiko dibolehkan investor swasta nasional maupun asing untuk ikut ambil bagian. Namun, sebagai kontraktornya adalah perusahaan negara, dalam hal ini BUMN. "Jadi, kepemilikan cadangan itu tetap di tangan negara, siapapun yang menemukannya," kata dia di Jakarta, Sabtu (25/11/2017).
Misalnya, lanjut Kurtubi, beberapa galian minerba yang ditemukan seperti emas, pada dasarnya milik negara. "Artinya, bukan milik siapa yang menggali. Konstitusi Indonesia tidak bisa tawar menawar dalam soal ini," imbuhnya.
Atas dasat itu, dia menegaskan mendukung pemerintah dalam upaya memperkuat BUMN membentuk konsorsium, karena ada kesamaan uyama di antara BUMN-BUMN dalam mengelola kekayaan tambang nasional. Di mana, cadangan minerba yang dikelola 100% milik negara.
"Hanya saja belum ada payung hukumnya yang menyatakan bahwa kepemilikan oleh negara itu diserahkan BUMN kita. Betul perlu didukung (holding BUMN tambang), tapi harus ada payung hukumnya agar bisa memperkuat BUMN kita," kata Kurtubi.
Sebelumnya diberitakan, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan bahwa pembentukan induk usaha atau Holding BUMN pertambangan diharapkan mampu memberikan manfaat bagi seluruh pemangku kepentingan dengan terciptanya BUMN industri pertambangan dengan skala usaha yang lebih besar, sehingga mampu bersaing dalam skala regional.
Holding BUMN pertambangan ini juga diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan kekuatan finansial, sehingga memudahkan pengembangan usaha khususnya di bidang hilirisasi. Sementara, RUPSLB yang akan dilakukan oleh ketiga anggota holding, yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit AsamTbk (PTBA), dan PT Timah Tbk (TINS), dengan agenda yakni untuk melakukan perubahan anggaran dasar sehubungan dengan telah beralihnya kepemilikan mayoritas dari semula negara RI menjadi kepemilikan PT Inalum (Persero) yang seluruh sahamnya dimiliki negara.
"Jadi, RUPSLB nanti agenda utamanya untuk permintaan persetujuan pemegang saham terhadap adanya perubahan pemegang saham ke PT Inalum (Persero) yang 100% dimiliki negara," beberapa waktu lalu.
Dia menerangkan, meski statusnya berubah, ketiga anggota holding itu tetap diperlakukan sama dengan BUMN untuk hal-hal yang sifatnya strategis, sehingga negara tetap memiliki kontrol terhadap ketiga perusahaan itu, baik secara langsung melalui saham dwiwarna, maupun tidak langsung melalui PT Inalum (Persero). Hal tersebut seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2016.
"Segala hal strategis yang dilakukan oleh perusahaan anggota holding, semua tetap dalam kontrol negara sama dengan sebelum menjadi anggota holding, termasuk yang terkait hubungan dengan DPR apabila akan diprivatisasi," ujar Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN Hambra.
Menurutnya, perubahan nama dengan hilangnya "Persero" juga tidak memberikan konsekuensi hilangnya kontrol negara dan kewenangan pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat.
Sementara terkait dengan ketentuan di bidang pasar modal, dalam pelaksanaan Rencana Transaksi, masing-masing ANTM, PTBA, dan TINS tidak perlu melaksanakan kewajiban untuk melakukan penawaran tender wajib (mandatory tender offer) sebagaimana diatur dalam Peraturan Bapepam-LK No. IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka.
Hal tersebut karena sekalipun terjadi perubahan pemegang saham utama dalam masing-masing anak perusahaan, namun tidak terjadi perubahan pengendalian karena PT Inalum sebagai pemegang saham baru dimiliki 100% oleh Negara Republik Indonesia.
Untuk mencapai hal tersebut diperlukan sinergi antar BUMN tambang, agar mampu bersaing dan menjadi pemain besar dalam mengelola sumber daya alam. Atas dasar ini, Kurtubi menilai bahwa pembentukan holding BUMN sudah tepat.
Selain itu, dalam hal perusahaan negara yang tidak mampu membiayai dan ingin berbagi risiko dibolehkan investor swasta nasional maupun asing untuk ikut ambil bagian. Namun, sebagai kontraktornya adalah perusahaan negara, dalam hal ini BUMN. "Jadi, kepemilikan cadangan itu tetap di tangan negara, siapapun yang menemukannya," kata dia di Jakarta, Sabtu (25/11/2017).
Misalnya, lanjut Kurtubi, beberapa galian minerba yang ditemukan seperti emas, pada dasarnya milik negara. "Artinya, bukan milik siapa yang menggali. Konstitusi Indonesia tidak bisa tawar menawar dalam soal ini," imbuhnya.
Atas dasat itu, dia menegaskan mendukung pemerintah dalam upaya memperkuat BUMN membentuk konsorsium, karena ada kesamaan uyama di antara BUMN-BUMN dalam mengelola kekayaan tambang nasional. Di mana, cadangan minerba yang dikelola 100% milik negara.
"Hanya saja belum ada payung hukumnya yang menyatakan bahwa kepemilikan oleh negara itu diserahkan BUMN kita. Betul perlu didukung (holding BUMN tambang), tapi harus ada payung hukumnya agar bisa memperkuat BUMN kita," kata Kurtubi.
Sebelumnya diberitakan, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan bahwa pembentukan induk usaha atau Holding BUMN pertambangan diharapkan mampu memberikan manfaat bagi seluruh pemangku kepentingan dengan terciptanya BUMN industri pertambangan dengan skala usaha yang lebih besar, sehingga mampu bersaing dalam skala regional.
Holding BUMN pertambangan ini juga diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan kekuatan finansial, sehingga memudahkan pengembangan usaha khususnya di bidang hilirisasi. Sementara, RUPSLB yang akan dilakukan oleh ketiga anggota holding, yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit AsamTbk (PTBA), dan PT Timah Tbk (TINS), dengan agenda yakni untuk melakukan perubahan anggaran dasar sehubungan dengan telah beralihnya kepemilikan mayoritas dari semula negara RI menjadi kepemilikan PT Inalum (Persero) yang seluruh sahamnya dimiliki negara.
"Jadi, RUPSLB nanti agenda utamanya untuk permintaan persetujuan pemegang saham terhadap adanya perubahan pemegang saham ke PT Inalum (Persero) yang 100% dimiliki negara," beberapa waktu lalu.
Dia menerangkan, meski statusnya berubah, ketiga anggota holding itu tetap diperlakukan sama dengan BUMN untuk hal-hal yang sifatnya strategis, sehingga negara tetap memiliki kontrol terhadap ketiga perusahaan itu, baik secara langsung melalui saham dwiwarna, maupun tidak langsung melalui PT Inalum (Persero). Hal tersebut seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2016.
"Segala hal strategis yang dilakukan oleh perusahaan anggota holding, semua tetap dalam kontrol negara sama dengan sebelum menjadi anggota holding, termasuk yang terkait hubungan dengan DPR apabila akan diprivatisasi," ujar Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN Hambra.
Menurutnya, perubahan nama dengan hilangnya "Persero" juga tidak memberikan konsekuensi hilangnya kontrol negara dan kewenangan pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat.
Sementara terkait dengan ketentuan di bidang pasar modal, dalam pelaksanaan Rencana Transaksi, masing-masing ANTM, PTBA, dan TINS tidak perlu melaksanakan kewajiban untuk melakukan penawaran tender wajib (mandatory tender offer) sebagaimana diatur dalam Peraturan Bapepam-LK No. IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka.
Hal tersebut karena sekalipun terjadi perubahan pemegang saham utama dalam masing-masing anak perusahaan, namun tidak terjadi perubahan pengendalian karena PT Inalum sebagai pemegang saham baru dimiliki 100% oleh Negara Republik Indonesia.
(akr)