Enam Strategi Kementan dalam Regenerasi Petani
A
A
A
JAKARTA - Dalam mengoptimalkan program pembangunan pertanian, sumber daya manusia (SDM) mempunyai peranan penting untuk menyusun perencanaan pembangunan pertanian secara efektif dan efisien.
"Faktor kekuatan SDM atau ketenagakerjaan sangat penting dalam menggerakkan roda pembangunan nasional Indonesia," tegas Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Agung Hendriadi dalam orasi ilmiah pada Dies Natalis ke 63 Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Senin (27/11/2017).
BPS merilis bahwa angkatan tenaga kerja menurut umur dari 2008 sampai 2017 mengalami peningkatan. Pada tahun ini, angkatan kerja usia 30-44 tahun mendominasi dengan jumlah 45,8 juta jiwa, disusul usia 45-59 tahun sejumlah 33,3 juta jiwa.
Di sisi lain, penyerapan tenaga kerja pertanian cenderung menurun tajam dan jumlahnya cukup signifikan yaitu 33,51%, disusul perdagangan (22,54%), jasa (16,54%), dan sektor industri (13,12%).
Dihadapan civitas akademika dan undangan lainnya, Agung memaparkan bahwa generasi muda saat ini lebih tertarik ke sektor industri dan jasa karena beberapa faktor. Pertama, penghasilan tenaga kerja di sektor pertanian lebih rendah dibanding sektor industri dan jasa.
Kedua, lebih menjanjikan jenjang karier yang lebih pasti. Ketiga, petani tidak ingin generasi penerusnya menjadi petani, keempat yaitu banyaknya konversi lahan yang menunjukkan usaha pertanian tidak ekonomis, dan Kelima yakni tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menjalankan agribisnis, termasuk dari sisi kemampuan manajerial.
"Untuk mengatasi kurangnya minat generasi muda terjun di sektor pertanian, Kementerian Pertanian memiliki enam strategi agar terjadi regenerasi petani," jelas Agung.
Pertama, transformasi pendidikan tinggi vokasi pertanian. Enam Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) yang semula program studinya hanya penyuluhan (pertanian, perkebunan, dan peternakan), ditambah harus berorientasi agribisnis hortikultura, agribisnis perkebunan, mekanisasi pertanian.
"Dengan demikian, ke depan akan bertambah generasi muda yang disiapkan untuk menjadi petani sekaligus pelaku usaha pertanian," tegasnya.
Kedua, inisiasi program penumbuhan wirausahawan muda pertanian bekerja sama dengan 16 Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Ketiga, pelibatan mahasiswa/alumni/pemuda tani untuk mengintensifkan pendampingan/pengawalan program Kementerian Pertanian. Keempat, penumbuhan kelompok usaha bersama (KUB) yang difokuskan bidang pertanian bagi pemuda tani.
Kelima, pelatihan dan magang bagi pemuda tani dalam bidang pertanian, dan Keenam yaitu optimalisasi penyuluh untuk mendorong dan menumbuhkembangkan pemuda tani.
Menurutnya, perguruan tinggi pertanian Indonesia telah berperan dalam pengembangan SDM dan memberikan sumbangan nyata mendukung perkembangan pertanian dan perkembangan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Dalam konteks ini, Agung mengatakan, Perguruan Tinggi dalam pembangunan pertanian dan perdesaan memiliki peran krusial dalam menghasilkan lulusan yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat.
"Untuk dapat menjalankan peran tersebut, Perguruan Tinggi harus memiliki daya respons yang tinggi terhadap kebutuhan masyarakat, sehingga dapat memecahkan masalah-masalah kuantitatif maupun kualitatif," kata dia.
Pihaknya mendorong agar PTN mendirikan Program Studi Diversifikasi Pangan dan gizi untuk akselerasi program diversifikasi pangan. "Dalam hal ini, Perguruan Tinggi dituntut mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan baik technical, soft skills, maupun emotional dan spiritual skills, sehingga mampu menghadapi tantangan zaman yang senantiasa berubah," tutur Agung.
"Faktor kekuatan SDM atau ketenagakerjaan sangat penting dalam menggerakkan roda pembangunan nasional Indonesia," tegas Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Agung Hendriadi dalam orasi ilmiah pada Dies Natalis ke 63 Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Senin (27/11/2017).
BPS merilis bahwa angkatan tenaga kerja menurut umur dari 2008 sampai 2017 mengalami peningkatan. Pada tahun ini, angkatan kerja usia 30-44 tahun mendominasi dengan jumlah 45,8 juta jiwa, disusul usia 45-59 tahun sejumlah 33,3 juta jiwa.
Di sisi lain, penyerapan tenaga kerja pertanian cenderung menurun tajam dan jumlahnya cukup signifikan yaitu 33,51%, disusul perdagangan (22,54%), jasa (16,54%), dan sektor industri (13,12%).
Dihadapan civitas akademika dan undangan lainnya, Agung memaparkan bahwa generasi muda saat ini lebih tertarik ke sektor industri dan jasa karena beberapa faktor. Pertama, penghasilan tenaga kerja di sektor pertanian lebih rendah dibanding sektor industri dan jasa.
Kedua, lebih menjanjikan jenjang karier yang lebih pasti. Ketiga, petani tidak ingin generasi penerusnya menjadi petani, keempat yaitu banyaknya konversi lahan yang menunjukkan usaha pertanian tidak ekonomis, dan Kelima yakni tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menjalankan agribisnis, termasuk dari sisi kemampuan manajerial.
"Untuk mengatasi kurangnya minat generasi muda terjun di sektor pertanian, Kementerian Pertanian memiliki enam strategi agar terjadi regenerasi petani," jelas Agung.
Pertama, transformasi pendidikan tinggi vokasi pertanian. Enam Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) yang semula program studinya hanya penyuluhan (pertanian, perkebunan, dan peternakan), ditambah harus berorientasi agribisnis hortikultura, agribisnis perkebunan, mekanisasi pertanian.
"Dengan demikian, ke depan akan bertambah generasi muda yang disiapkan untuk menjadi petani sekaligus pelaku usaha pertanian," tegasnya.
Kedua, inisiasi program penumbuhan wirausahawan muda pertanian bekerja sama dengan 16 Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Ketiga, pelibatan mahasiswa/alumni/pemuda tani untuk mengintensifkan pendampingan/pengawalan program Kementerian Pertanian. Keempat, penumbuhan kelompok usaha bersama (KUB) yang difokuskan bidang pertanian bagi pemuda tani.
Kelima, pelatihan dan magang bagi pemuda tani dalam bidang pertanian, dan Keenam yaitu optimalisasi penyuluh untuk mendorong dan menumbuhkembangkan pemuda tani.
Menurutnya, perguruan tinggi pertanian Indonesia telah berperan dalam pengembangan SDM dan memberikan sumbangan nyata mendukung perkembangan pertanian dan perkembangan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Dalam konteks ini, Agung mengatakan, Perguruan Tinggi dalam pembangunan pertanian dan perdesaan memiliki peran krusial dalam menghasilkan lulusan yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat.
"Untuk dapat menjalankan peran tersebut, Perguruan Tinggi harus memiliki daya respons yang tinggi terhadap kebutuhan masyarakat, sehingga dapat memecahkan masalah-masalah kuantitatif maupun kualitatif," kata dia.
Pihaknya mendorong agar PTN mendirikan Program Studi Diversifikasi Pangan dan gizi untuk akselerasi program diversifikasi pangan. "Dalam hal ini, Perguruan Tinggi dituntut mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan baik technical, soft skills, maupun emotional dan spiritual skills, sehingga mampu menghadapi tantangan zaman yang senantiasa berubah," tutur Agung.
(izz)