Profesi Humas Indonesia Butuh Dewan Kehumasan
A
A
A
JAKARTA - Profesi hubungan masyarakat (humas) atau public relations (PR) di Indonesia dinilai membutuhkan sebuah lembaga independen yang bertugas membina pertumbuhan dan perkembangan kehumasan nasional.
Kebutuhan ini dinilai semakin relevan dan mendesak dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang membuka akses terhadap tenaga kerja humas dari kawasan Asia Tenggara serta merajalelanya fenomena hoax di Tanah Air.
“Kalau wartawan punya Dewan Pers, profesi humas yang saat ini sedang berkembang juga butuh Dewan Kehumasan yang menjadi payung dari semua wakil-wakil organisasi humas dan ahli-ahli dalam bidang kehumasan,” kata Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI) Suharjo Nugroho dalam siaran pers, Selasa (5/12/2017).
Dia mengatakan, keberadaan lembaga pembina ini diharapkan dunia kehumasan Tanah Air akan semakin maju dan membantu mengatasi beberapa permasalahan komunikasi masyarakat saat ini seperti hoax dan dampak negatif teknologi komunikasi lainnya. Dia mencontohkan, menjelang tahun politik, Dewan Kehumasan bisa mengeluarkan kode etik profesi agar para praktisi humas yang terjun membela kandidat politik tertentu memiliki etika profesi yang membatasi sepak terjangnya agar tidak kebablasan.
“Semua praktisi humas perlu dibatasi dengan kode etik profesi seperti layaknya profesi yang lain. Wartawan punya kode etik jurnalistik, konsultan iklan ada kode etik periklanan. Nah humas harus punya Kode etik kehumasan. Sekarang yang kita punya hanya kode etik dalam organisasi. Sementara tidak semua tergabung di organisasi, mereka siapa yang mengikat etikanya?” cetusnya.
Lebih lanjut dia menegaskan, diperlukan sebuah kode etik profesi yang mengikat semua praktisi humas secara nasional tanpa terkecuali agar praktisi humas tidak menjadi spin doctor atau tukang pelintir isu yang berpotensi menciptakan berita palsu (fake news) atau hoax.
Menurut dosen Universitas Indonesia ini, para pemangku kepentingan di bidang kehumasan Indonesia harus segera duduk bersama merumuskan Dewan Kehumasan. “Demi kepentingan bangsa, saya yakin semua pihak akan mendukung agar dunia kehumasan di Tanah Air semakin berkembang, dan dengan kode etik profesi humas kita juga tidak saling perang isu untuk kepentingan klien masing-masing,” tegasnya.
Kebutuhan ini dinilai semakin relevan dan mendesak dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang membuka akses terhadap tenaga kerja humas dari kawasan Asia Tenggara serta merajalelanya fenomena hoax di Tanah Air.
“Kalau wartawan punya Dewan Pers, profesi humas yang saat ini sedang berkembang juga butuh Dewan Kehumasan yang menjadi payung dari semua wakil-wakil organisasi humas dan ahli-ahli dalam bidang kehumasan,” kata Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI) Suharjo Nugroho dalam siaran pers, Selasa (5/12/2017).
Dia mengatakan, keberadaan lembaga pembina ini diharapkan dunia kehumasan Tanah Air akan semakin maju dan membantu mengatasi beberapa permasalahan komunikasi masyarakat saat ini seperti hoax dan dampak negatif teknologi komunikasi lainnya. Dia mencontohkan, menjelang tahun politik, Dewan Kehumasan bisa mengeluarkan kode etik profesi agar para praktisi humas yang terjun membela kandidat politik tertentu memiliki etika profesi yang membatasi sepak terjangnya agar tidak kebablasan.
“Semua praktisi humas perlu dibatasi dengan kode etik profesi seperti layaknya profesi yang lain. Wartawan punya kode etik jurnalistik, konsultan iklan ada kode etik periklanan. Nah humas harus punya Kode etik kehumasan. Sekarang yang kita punya hanya kode etik dalam organisasi. Sementara tidak semua tergabung di organisasi, mereka siapa yang mengikat etikanya?” cetusnya.
Lebih lanjut dia menegaskan, diperlukan sebuah kode etik profesi yang mengikat semua praktisi humas secara nasional tanpa terkecuali agar praktisi humas tidak menjadi spin doctor atau tukang pelintir isu yang berpotensi menciptakan berita palsu (fake news) atau hoax.
Menurut dosen Universitas Indonesia ini, para pemangku kepentingan di bidang kehumasan Indonesia harus segera duduk bersama merumuskan Dewan Kehumasan. “Demi kepentingan bangsa, saya yakin semua pihak akan mendukung agar dunia kehumasan di Tanah Air semakin berkembang, dan dengan kode etik profesi humas kita juga tidak saling perang isu untuk kepentingan klien masing-masing,” tegasnya.
(fjo)