Pemerintahan Jokowi Ogah Ekonomi RI Tumbuh Seperti Orde Baru

Senin, 11 Desember 2017 - 13:07 WIB
Pemerintahan Jokowi...
Pemerintahan Jokowi Ogah Ekonomi RI Tumbuh Seperti Orde Baru
A A A
JAKARTA - Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Darmin Nasution menganggap pemerintahan Orde Baru terlalu menggebu-gebu menggenjot angka pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Namun, tidak dengan diimbangi perbaikan dalam indikator makro ekonomi yang lain.

(Baca Juga: Darmin Klaim Ekonomi RI Tumbuh Berkualitas meski Merangkak)

Akibatnya, ekonomi di Indonesia saat itu kerap overheating (terlalu mendidih). Menurutnya, overheating terjadi karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun di sisi lain pertumbuhan impor juga semakin cepat.

Darmin mengatakan, jika impor lebih tinggi dari ekspor, maka yang terjadi selanjutnya adalah defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).

"Pertumbuhan impornya lebih cepat, bahkan dari ekspornya, maka yang terjadi adalah defisit transaksi berjalan. Itu asal mulai pandangan mengenai overheating," katanya dalam Seminar Nasional Outlook Industri 2018 di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (11/12/2017).

(Baca Juga: Darmin Ungkap Latar Belakang Ekonomi RI Tumbuh Berkualitas)

Dampak lanjutannya, kata mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) ini, maka Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) turut overheating, dan proyek-proyek strategis dipangkas agar mesin pertumbuhan ekonominya kembali dingin.

"Jadi, ekonomi pemerintahan orde baru itu ditandai oleh perumbuhan tinggi tapi sebentar-sebentar over heating," imbuh dia.

Melihat pengalaman tersebut, Darmin mengaku pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) saat ini terus mengidentifikasi cara agar ekonomi Indonesia stabil, namun impor tidak mengalami peningkatan.

Setidaknya, ada tiga kelompok industri yang bisa menjaga agar Indonesia tidak rentan terhadap pertumbuhan impor, yakni industri besi dan baja, industri petrokimia, dan industri basic capital.

Menurut Darmin, industri besi dan baja merupakan industri yang memiliki kelompok turunan yang sangat banyak. Bahkan, industri turunan dari besi dan baja dibutuhkan banyak sektor industri untuk berkembang.

"Itu sebabnya pemerintah mencoba mendorong supaya Krakatau Steel itu dipasangkan dengan perusahaan besar dari Korea, Cosco. Supaya dia bisa menjawab kebutuhan akan hasil-hasil besi dan baja," tuturnya.

Selanjutnya, industri petrokimia yang turunannya sampai ke hillir mencakup pipa plastik, polyster, hingga farmasi. Pemerintah juga terus menggenjot pertumbuhan industri petrokimia dengan mendorong investor untuk masuk dalam proyek tersebut.

"Pemerintah berjuang keras mendorong supaya proyek investor masuk di Tuban dan Cilacap. Di Tuban yang masuk itu Rosneft dari Rusia, dan di Cilacap itu yang masuk adalah Aramco dari Saudi Arabia. Memang belum keluar hasilnya, tapi prosesnya sedang berjalan," ucapnya yakin.

Sementara untuk industri basic capital, dia menilai bahwa industri ini sangat penting dikembangkan karena produknya nanti berujung pada produk farmasi. Apalagi, Indonesia telah mengeluarkan anggaran yang sangat besar untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

"Aneh kalau kita biarkan uangnya bocor keluar. Kebijakan di bidang ini adalah di hulunya kita lihat perlu banyak pemain. Tidak bisa seperti di kilang, dua tiga pemain cukup. Ini bidangnya banyak, sehingga pada waktu DNI kita revisi, di hulu dari farmasi kita buka 100% pun boleh asing," tutur dia.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6764 seconds (0.1#10.140)