Ritel Fashion Runtuh Perlahan

Selasa, 19 Desember 2017 - 01:00 WIB
Ritel Fashion Runtuh Perlahan
Ritel Fashion Runtuh Perlahan
A A A
JAKARTA - Tingginya perhatian dunia terhadap perkembangan mode ternyata tidak selamanya menguntungkan industri fashion. Di tengah geliat fashion yang terus menciptakan tren, ratusan, bahkan ribuan, ritel fashion di seluruh dunia, termasuk milik merek high end, dikabarkan tutup.

Dilansir Businessinsider, lebih dari 3.500 gerai dikabarkan tutup di seluruh AS selama 2017, yang ikut menyeret beberapa merek mode Amerika yang paling ikonik. Sebut saja ritel seperti Macy's, Bebe, dan Payless, semuanya menutup puluhan, bahkan ratusan, toko pada 2017. Ritel mode Bebe dilaporkan menutup 170 tokonya.

Bloomberg melaporkan, Bebe berencana menutup tokonya dalam upaya fokus pada penjualan online. Penjualan Bebe merosot dalam beberapa tahun terakhir. Pada kuartal terakhir, perusahaan tersebut melaporkan bahwa penjualan toko turun 10,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, di mana penjualan turun 2,5%. Merek mewah lainnya, Guess, pun mengumumkan pada pertengahan Maret akan menutup 60 gerai pada akhir tahun. Guess sudah menutup 62 gerai dalam dua tahun terakhir, termasuk 10 pada kuarter terakhir saja.

"Saya fokus pada memperbaiki profitabilitas bisnis Amerika," kata CEO Victor Herrero dalam sebuah perbincangan dengan analis pada Maret.

Dilansir Businessinsider, Crocs pun berencana menutup 158 tokonya hingga akhir 2018. Dengan kata lain, hanya akan tersisa 400 toko dari 558 yang berdiri saat ini. "Selama beberapa bulan terakhir, karena terus fokus menghilangkan kerumitan yang tidak perlu dari bisnis kami, kami melakukan tinjauan menyeluruh terhadap struktur biaya kami," kata Presiden Crocs Andrew Rees saat melakukan percakapan dengan para analis pada Maret 2017.

Akhir-akhir ini, perusahaan ritel Michael Kors baru saja mengumumkan keputusannya menutup 125 toko selama dua tahun ke depan agar tetap bisa berjalan di tengah krisis ritel. Namun, Michael Kors tidak mengonfirmasi toko mana yang akan pergi untuk selamanya dan jangka waktu untuk transisi ini, menurut Los Angeles Times. Namun, pengecer ini akan membuka dan fokus pada toko-toko di daerah yang menguntungkan.

Penutupan sejumlah ritel fashion pun menimpa Indonesia. Belum lama ini Lotus Department Store ditutup dengan alasan pertimbangan tren ritel secara global. Begitu pula Debenhams yang mengalami nasib serupa. Bahkan, ritel yang akrab di masyarakat Indonesia, seperti Matahari dan Ramayana, pun seakan tidak berdaya dengan menutup beberapa outlet-nya.

Melihat lesunya bisnis ritel, khususnya di Indonesia, Advisory Board Indonesia Fashion Chamber (IFC) Taruna K Kusmayadi mengungkapkan, banyak faktor yang memengaruhi, yang berujung pada pemasukan. Bukan hanya sikap pembeli yang lebih memilih berbelanja secara online melalui gadget-nya, melainkan di tengah banyaknya pilihan produk fashion, minat membeli masyarakat secara kuantitas tetap sama. Misalnya, dalam satu bulan dia hanya membeli satu pakaian, sama seperti tahun sebelumnya.

Sedangkan, produk fashion di pasaran semakin unik dan beragam pada 2017 dengan hadirnya brand baru ke permukaan. Sedangkan, kalau dilihat sikap pembeli dari offline ke online di dunia masih berada di bawah 10% dan di Indonesia masih di angka 5%. "Ini yang masih belum terjawab secara utuh, bisa jadi sikap pembeli yang memang irit belanja atau kuantitasnya sama," ucap Taruna.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3462 seconds (0.1#10.140)