Ini Catatan Akhir Tahun Sektor ESDM

Senin, 25 Desember 2017 - 15:10 WIB
Ini Catatan Akhir Tahun Sektor ESDM
Ini Catatan Akhir Tahun Sektor ESDM
A A A
JAKARTA - Pada 2017 menjadi buah dari reformasi birokrasi di sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sepanjang tahun ini, pemerintah telah menyederhakan berbagai perizinan di sektor ESDM, meliputi minyak dan gas bumi (migas), mineral dan batubara (minerba), ketenagalistrikan serta energi, baru, terbarukan dan konservasi energi (EBTKE).

Seperti dikutip dari lama resmi Kementerian ESDM, Senin (25/12/2017), untuk kali pertama, Kementerian ESDM hanya memiliki 15 perizinan dengan rincian 6 izin migas, 6 izin minerba, dan 3 izin EBTKE.

Sementara, untuk subsektor ketenagalistrikan, Kementerian ESDM hanya mengeluarkan tiga sertifikasi dan dua rekomendasi. Semua perizinan tersebut makin dipermudah melalui penerapan sistem daring (online).

Sebelumnya, 63 perizinan yang ditangani Kementerian ESDM telah dilimpahkan ke Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM).

Pengalihan perizinan tersebut mencakup layanan tiga jam perizinan ESDM (ESDM3J), yakni Izin Usaha Sementara yang di dalamnya terdapat Penyediaan Tenaga Listrik, Penyimpanan Minyak Bumi, Penyimpanan Hasil Olahan/CNG, Penyimpanan LPG, Pengolahan Minyak Bumi, Pengolahan Gas Bumi, Niaga Umum Minyak Bumi/BBM, dan Niaga Umum Hasil Olahan.

Di subsektor migas, Menteri ESDM Ignasius Jonan telah menerbitakan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 29/2017 tentang Perizinan Pada Usaha Minyak dan Gas Bumi. Permen ini diharapkan menata perizinan migas menjadi lebih sederhana, transparan, efektif, efisien dan akuntabel.

Dalam Permen ESDM tersebut, Kementerian ESDM hanya tinggal mengurusi 6 perizinan dan 4 non perizinan. Dua di hulu migas, yaitu Izin Survei dan Izin Pemanfaatan Data Migas serta 4 di hilir migas, yaitu Usaha Pengolahan Migas, Izin Usaha Penyimpanan Migas, Izin Usaha Pengangkutan Migas, dan Izin Usaha Niaga Migas.

Agar aktivitas industri hulu migas lebih produktif, Kementerian ESDM juga bersinergi dengan SKK Migas, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dan Pengelola Portal Indonesia National Single Window (PP INSW) mengembangkan sistem integrasi informasi terkait pemberian fasilitas fiskal atas impor barang operasi keperluan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk kegiatan usaha hulu migas.

Impor barang untuk kegiatan operasi hulu migas telah dipangkas dari semula 42 hari menjadi 24 hari. Selain itu, pemerintah juga menerapkan pengurusan perizinan migas secara online.
Sistem tersebut mampu mempercepat proses pengurusan izin yang semula 40 hari menjadi 10-15 hari. Bahkan, dengan sistem online, jangka waktu pengurusan izin bisa rampung menjadi sekitar lima hari.

Sementara, penyederhaan izin pada subsektor minerba tertuang dalam Permen ESDM Nomor 34/2017 yang mengatur 6 jenis perizinan yakni IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian, dan IUJP.

Deregulasi ini salah satunya menghapus IUP Operasi Produksi Khusus Pengangkutan dan penjualan yang selanjutnya digantikan dengan Tanda Registrasi, yang proses permohonannya diajukan secara online dan penerbitannya diumumkan melalui website Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) dalam dua hari kerja sejak permohonan diajukan.

Selain itu, permohonan IUP OP khusus Pengolahan dan Pemurnian tidak memerlukan lagi Izin Prinsip dan sebagian persyaratan administratif, teknis dan finansial dihapuskan.

Kemudian, penyederhanaan tahapan kegiatan Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi dua tahap saja (Eksplorasi dan Operasi Produksi).

Kelebihan lainnya yaitu Surat Keterangan Terdaftar (SKT) yang sebelumnya wajib dimiliki pelaku usaha jasa pertambangan non inti, juga dihapus dan digantikan dengan Tanda Registrasi usaha jasa non inti yang proses pengajuannya disampaikan secara online dan akan selesai dalam lima hari kerja.

Kementerian ESDM juga telah meluncurkan dua aplikasi daring, yaitu Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) elektronik atau e-PNBP dan pemantauan produksi. Aplikasi tersebut akan mempercepat proses izin-izin paling lama dua pekan atau 14 hari kerja dengan catatan seluruh persyaratan lengkap.

Penataan perizinan di sektor minerba telah mendorong pengembangan pengusahaan, menjamin kepastian hukum, dan kepastian berusaha, transparansi melalui sistem online serta meningkatkan efektivitas pemberian perizinan di bidang usaha pertambangan mineral dan batu bara.

Namun, terhadap Permen ESDM Nomor 34/2017 sedang dilakukan perubahan untuk mengakomodir masukan dan tanggapan dari stakeholders. Di mana, perizinan yang cepat dan transparan harus disertai dengan pembinaan dan pengawasan yang lebih ketat lagi.

Hal ini dilakukan dengan memberikan syarat tambahan untuk IUP OPK pengangkutan dan penjualan, penambahan hak pemegang IUP/IUPK perbaikan hal-hal yang terkait IUJP, penggalian mineral aluvial, serta penambahan perizinan lain masuk terintegrasi dalam RKAB.

Untuk sektor ketenagalistrikan, penyederhanaan perizinan telah tercantum pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 12/2016, yang dilatarbelakangi upaya peningkatan pelayanan penyambungan tenaga listrik kepada konsumen tegangan rendah dan badan usaha berbadan hukum Indonesia yang melaksananakan pekerjaan pembangunan dan pemasangan instalasi pemanfaatan tenaga listrik tegangan rendah.

Hingga saat ini, Kementerian ESDM hanya mengawasi pelaksanaan tiga sertifikasi yang dilakukan Lembaga Independen Terakreditasi (sertifikasi instalasi tenaga listrik, sertifikasi kompetensi tenaga teknik ketenagalistrikan, dan sertifikasi badan usaha jasa penunjang tenaga listrik).

Selain itu, pemberian dua rekomendasi teknis yaitu Rencana Impor Barang untuk rekomendasi kepada Kemenkeu dan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) kepada Kemenaker.

Pada subsektor EBTKE, setelah sebagian besar perizinan telah dilimpahkan ke BKPM, kini hanya tiga perizinan dan tujuh jenis non perizinan yang masih ditangani Ditjen EBTKE yaitu terkait perizinan dan non perizinan.

Untuk perizinan, pertama, Izin Penerapan Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) dan Pencantuman Label Tanda Hemat Energi untuk Piranti Pengkondisi Udara (AC).

Kedua, Izin Pembubuhan Label Tanda Hemat Energi pada Lampu Swaballast. Ketiga, Izin Usaha Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel).

Sementara, terkait non perizinan, pertama, penerbitan sertifikat kelayakan penggunaan peralatan panas bumi. Kedua, penerbitan sertifikat kelayakan penggunaan instalasi panas bumi.

Ketiga, rekomendasi rencana penggunaan tenaga kerja asing dan keempat yaitu rekomendasi izin menggunakan tenaga kerja asing. Kelima, rekomendasi rencana impor barang panas bumi, keenam yaitu SKT Jasa penunjang konservasi energi (ESCO), dan terakhir, rekomendasi ekspor dan impor Bahan Bakar Nabati (BBN).

Capaian proses perizinan di sektor ESDM mampu mendongkrak minat para investor menanamkan modalnya di Indonesia. Bahkan, kepercayaan para investor ini mendapat apresiasi dari Bank Dunia (World Bank) dengan menempatkan Indonesia ke peringkat 72 pada 2018 dalam Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Business/EODB) di Indonesia.

Peringkat tersebut merupakan keberhasilan tersendiri setelah pada 2017 hanya menempati posisi ke-91 atau naik 19 peringkat. Untuk diketahui, kesepatakan perizininan atau (Dealing with Construction Permits) merupakan satu indikator utama atas penilaian tersebut.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3016 seconds (0.1#10.140)