Generasi Milenial Pilih Apartemen Ketimbang Rumah Tapak
A
A
A
JAKARTA - Generasi milenial akan memilih apartemen sebagai alternatif tempat tinggal ketimbang rumah tapak (landed house). Hal ini karena apartemen dianggap lebih praktis dengan segala fasilitasnya mulai dari kafe hingga tempat pertemuan (meeting). Faktor lain yang mendorong minat kaum milenial terhadap apartemen adalah sulitnya mendapatkan rumah tapak dengan harga terjangkau di Ibu Kota. Tren tersebut diperkirakan terus bergeser ke daerah penyangga yang tidak terlalu jauh dari Ibu Kota.
"Ke depan akan bergeser ke daerah penyangga seperti Bekasi, Depok, dan Tangerang. Mereka (kaum milenial) akan memilih tinggal di apartemen terutama di wilayah yang premium dengan lahan yang terbatas," kata ujar Senior Associate Director Colliers International Indonesia Ferry Salanto di Jakarta, Selasa (9/1/2018).
Berdasarkan kajian Colliers, ujar Ferry, apartemen menjadi pilihan karena kalangan muda saat ini menginginkan tempat tinggal yang dekat dengan aktivitas bisnis. Keberadaan apartemen ini kemudian diikuti dengan maraknya ruang berbagi kantor (co-working space) yang bisa disewa secara harian atau bulanan. Tumbuhnya perusahaan rintisan (startup) di Tanah Air turut mendorong tren co-working space.
Sementara itu, pembangunan gedung yang melebihi permintaan membuat harga sewa perkantoran di kawasan Central Business District (CBD) cenderung menurun. Secara umum, Ferry memperkirakan tahun ini industri properti rata-rata akan mengalami pertumbuhan sekitar 5% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, kata dia, menghadapi tahun politik tahun ini terdapat dua kemungkinan bagi calon investor, yaitu menjadikan momentum untuk berinvestasi atau menunggu kondisi terkini di Tanah Air.
Meski demikian, kondisi perekonomian nasional yang dinilai stabil akan menjadi salah satu indikasi semakin membaiknya industri properti di Indonesia. Hal tersebut juga sudah terlihat pada 2017, di mana industri properti sudah menunjukkan perbaikan dibandingkan tahun sebelumnya. "Untuk kawasan industri misalnya, dari segi harga kita masih lebih kompetitif dibandingkan Vietnam, yang menarik pasar kita banyak, dengan tenaga kerja yang lebih rendah secara biaya, ini bisa menarik investor," urainya.
Ferry juga menjelaskan bahwa kebutuhan rumah tapak akan tetap tinggi. Namun, yang harus diperhatikan adalah bagaimana kalangan menengah ke bawah bisa mendapatkan akses pembiayaan untuk mendapatkan rumah. "Isu di kalangan pengembang, mereka kurang mendapat dukungan dari pemerintah, terutama insentif pajak dan harga tanah yang sulit terjangkau masyarakat luas," urainya.
Data Colliers menyebutkan, sepanjang tahun lalu pasokan apartemen di Jakarta mencapai 8.130 unit, terendah dalam tujuh tahun terakhir. Jumlah tersebut merupakan 38,4% dari total yang rencananya dibangun sebanyak 21.167 unit. Untuk tahun ini, Colliers memperkirakan terdapat sekitar 34.043 unit apartemen. Angka tersebut terdiri atas 24.000 unit yang ditargetkan rampung pada 2018, ditambah dengan 10.000 unit apartemen yang tertunda penyelesaiannya pada 2017. Adapun untuk pasokan apartemen sepanjang 2018-2020 diperkirakan mencapai 62.116 unit.
Pengamat properti Panangian Simanungkalit menyatakan, industri properti pada 2018 akan didorong oleh segmen generasi milenial. Hal tersebut turut didukung oleh sejumlah pengembang yang memasarkan sejumlah produk properti untuk kalangan generasi muda. "Segmen ini berpotensi untuk terus tumbuh hingga 10 tahun mendatang," kata Panangian.
Menurut dia, daya beli kelompok generasi milenial di sektor properti adalah mereka yang didukung oleh orang tua yang sudah mapan secara ekonomi, sedangkan kemampuan mereka sendiri dalam membeli properti biasanya hanya berkisar antara Rp500 juta hingga Rp1 miliar. "Namun, jumlah penduduk dari segmentasi ini akan terus bertambah secara signifikan karena adanya bonus demografi sehingga berpengaruh terhadap industri ini," tutur dia.
Direktur Bidang Perkantoran Colliers International Indonesia Bagus Adikusumo memprediksikan, perusahaan berbasis digital turut berpotensi untuk meningkatkan penggunaan properti perkantoran di pusat kota Jakarta. Konsep dasar korporasi adalah memiliki head office di tengah kota untuk melayani pelanggan dan back up office yang terdapat di luar kawasan niaga terpadu. Pemisahan kantor tersebut dilakukan untuk menekan biaya serta meningkatkan produktivitas.
Namun, tingginya suplai pembangunan gedung baru pada 2017 di kawasan CBD membuat harga sewa diperkirakan terkoreksi turun. Colliers mencatat pada 2017 terdapat tambahan sembilan gedung baru dengan luas 501.927 meter persegi di CBD Jakarta. Hal ini menambah akumulasi pasokan gedung menjadi 5,9 juta meter persegi setelah dikurangi Wisma Sudirman. Secara total, juga mengalami pertumbuhan sebesar 9% dibandingkan 2016.
"Ke depan akan bergeser ke daerah penyangga seperti Bekasi, Depok, dan Tangerang. Mereka (kaum milenial) akan memilih tinggal di apartemen terutama di wilayah yang premium dengan lahan yang terbatas," kata ujar Senior Associate Director Colliers International Indonesia Ferry Salanto di Jakarta, Selasa (9/1/2018).
Berdasarkan kajian Colliers, ujar Ferry, apartemen menjadi pilihan karena kalangan muda saat ini menginginkan tempat tinggal yang dekat dengan aktivitas bisnis. Keberadaan apartemen ini kemudian diikuti dengan maraknya ruang berbagi kantor (co-working space) yang bisa disewa secara harian atau bulanan. Tumbuhnya perusahaan rintisan (startup) di Tanah Air turut mendorong tren co-working space.
Sementara itu, pembangunan gedung yang melebihi permintaan membuat harga sewa perkantoran di kawasan Central Business District (CBD) cenderung menurun. Secara umum, Ferry memperkirakan tahun ini industri properti rata-rata akan mengalami pertumbuhan sekitar 5% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, kata dia, menghadapi tahun politik tahun ini terdapat dua kemungkinan bagi calon investor, yaitu menjadikan momentum untuk berinvestasi atau menunggu kondisi terkini di Tanah Air.
Meski demikian, kondisi perekonomian nasional yang dinilai stabil akan menjadi salah satu indikasi semakin membaiknya industri properti di Indonesia. Hal tersebut juga sudah terlihat pada 2017, di mana industri properti sudah menunjukkan perbaikan dibandingkan tahun sebelumnya. "Untuk kawasan industri misalnya, dari segi harga kita masih lebih kompetitif dibandingkan Vietnam, yang menarik pasar kita banyak, dengan tenaga kerja yang lebih rendah secara biaya, ini bisa menarik investor," urainya.
Ferry juga menjelaskan bahwa kebutuhan rumah tapak akan tetap tinggi. Namun, yang harus diperhatikan adalah bagaimana kalangan menengah ke bawah bisa mendapatkan akses pembiayaan untuk mendapatkan rumah. "Isu di kalangan pengembang, mereka kurang mendapat dukungan dari pemerintah, terutama insentif pajak dan harga tanah yang sulit terjangkau masyarakat luas," urainya.
Data Colliers menyebutkan, sepanjang tahun lalu pasokan apartemen di Jakarta mencapai 8.130 unit, terendah dalam tujuh tahun terakhir. Jumlah tersebut merupakan 38,4% dari total yang rencananya dibangun sebanyak 21.167 unit. Untuk tahun ini, Colliers memperkirakan terdapat sekitar 34.043 unit apartemen. Angka tersebut terdiri atas 24.000 unit yang ditargetkan rampung pada 2018, ditambah dengan 10.000 unit apartemen yang tertunda penyelesaiannya pada 2017. Adapun untuk pasokan apartemen sepanjang 2018-2020 diperkirakan mencapai 62.116 unit.
Pengamat properti Panangian Simanungkalit menyatakan, industri properti pada 2018 akan didorong oleh segmen generasi milenial. Hal tersebut turut didukung oleh sejumlah pengembang yang memasarkan sejumlah produk properti untuk kalangan generasi muda. "Segmen ini berpotensi untuk terus tumbuh hingga 10 tahun mendatang," kata Panangian.
Menurut dia, daya beli kelompok generasi milenial di sektor properti adalah mereka yang didukung oleh orang tua yang sudah mapan secara ekonomi, sedangkan kemampuan mereka sendiri dalam membeli properti biasanya hanya berkisar antara Rp500 juta hingga Rp1 miliar. "Namun, jumlah penduduk dari segmentasi ini akan terus bertambah secara signifikan karena adanya bonus demografi sehingga berpengaruh terhadap industri ini," tutur dia.
Direktur Bidang Perkantoran Colliers International Indonesia Bagus Adikusumo memprediksikan, perusahaan berbasis digital turut berpotensi untuk meningkatkan penggunaan properti perkantoran di pusat kota Jakarta. Konsep dasar korporasi adalah memiliki head office di tengah kota untuk melayani pelanggan dan back up office yang terdapat di luar kawasan niaga terpadu. Pemisahan kantor tersebut dilakukan untuk menekan biaya serta meningkatkan produktivitas.
Namun, tingginya suplai pembangunan gedung baru pada 2017 di kawasan CBD membuat harga sewa diperkirakan terkoreksi turun. Colliers mencatat pada 2017 terdapat tambahan sembilan gedung baru dengan luas 501.927 meter persegi di CBD Jakarta. Hal ini menambah akumulasi pasokan gedung menjadi 5,9 juta meter persegi setelah dikurangi Wisma Sudirman. Secara total, juga mengalami pertumbuhan sebesar 9% dibandingkan 2016.
(amm)