SP JICT Sebut Peralihan Vendor Operasional Mengkhawatirkan

Senin, 15 Januari 2018 - 09:32 WIB
SP JICT Sebut Peralihan...
SP JICT Sebut Peralihan Vendor Operasional Mengkhawatirkan
A A A
JAKARTA - Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP JICT) Firmansyah Sukardiman mengkritik proses peralihan vendor operasional di pelabuhan peti kemas tersebut.

"JICT rugi Rp8,7 miliar selama 12 hari vendor baru Multi Tally Indonesia (MTI) beroperasi. Belum lagi kerugian pengguna jasa mencapai Rp40 miliar. Padahal, nilai proyeknya hanya Rp14 miliar/tahun. Kenapa direksi bela mati-matian dengan memecat 400 karyawan supaya MTI langgeng, mengalihkan kapal-kapal dan mendatangkan back up operator dari Pelindo II? Ini yang terjadi di JICT sekarang," kata Firman dalam rilisnya, Jakarta, Senin (15/10/2018).

Dia menilai, hal tersebut ibarat persekongkolan dan mengkhawatirkan. Terlebih lagi, dampak kerugian bagi pelanggan, perusahaan dan keamanan negara sangat besar. "Direksi memindahkan bongkaran empat kapal peti kemas ke terminal lain agar JICT terlihat tidak terlalu repot dengan adanya vendor baru," papar Firman.

Adapun dwelling time Pelindo II tercatat naik 6 hari karena dampak vendor baru JICT. Ditambah kemacetan truk pengangkut peti kemas berjam-jam. "Dwelling time jelas terdampak. Produktivitas JICT hanya 10-15 mph (move per hour), jauh dari standar pemerintah (26 mph). Antrean truk mencapai 32 jam dan kapal-kapal delay hingga 44 jam," ungkapnya.

Firman menuturkan, sejak MTI beroperasi, ada lebih dari 14 kecelakaan kerja. Bahkan, ada dua peti kemas impor yang sudah sampai gudang tapi salah pemilik. SP JICT merasa perlu bersuara terkait vendor baru MTI.

Menurutnya, sama sekali tidak pantas direksi membela habis vendor yang tidak kompeten. Pasalnya, direksi JICT malah meminta bantuan operator dari Pelindo II. Dalam surat Direksi Pelindo II nomor KP 20.01/12/1/3/SBPSUM/PI.II-18 permintaan tersebut disetujui.

Direksi JICT sedang menggugat dan meminta pengesahan Pengadilan terkait perbuatan hukum perbantuan operator Pelindo II oleh RJ Lino di JICT sejak 2014. Kasusnya masih berjalan sampai saat ini. Ironisnya, direksi JICT main hakim sendiri dengan melaksanakan lagi perbantuan tersebut.

"Kalau vendor tidak cakap kinerjanya, harusnya ada evaluasi. Ini jelas sangat janggal. JICT dan pengguna jasa sudah rugi miliaran rupiah, produktivitas pelabuhan anjlok dan program pemerintah serta kemanan negara terancam. Tapi Direksi JICT bersama Pelindo II malah back up habis-habisan. Sepertinya memang persekongkolannya jelas," ujar dia.

Sementara, Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Ucok Sky Khadafi melihat, dampak pergantian vendor JICT ada kaitannya dengan kasus yang sedang disidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Ini pergantian vendor JICT dibikin heboh, tapi seolah jadi kamuflase agar publik lupa kasus perpanjangan kontrak yang sedang disidik KPK," ujar Ucok.

Menurut dia, dalam kasus tersebut, negara dirugikan Rp4,08 triliun. "Jangan-jangan memang PHK massal 400 karyawan outsourcing JICT karena mereka ikut aksi di KPK untuk mendorong kasus kontrak supaya terus berjalan. Jika benar, ini betul-betul kejahatan korporasi dan kemanusiaan," tuturnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0832 seconds (0.1#10.140)