Komite II DPD RI: Stok Beras Aman Sehingga Tidak Perlu Impor
A
A
A
JAKARTA - Beras adalah kebutuhan pokok rakyat Indonesia. Dan ketika harganya naik, banyak orang yang limbung, mulai dari rakyat kecil hingga istana. Pemerintah pun, seperti sebelum-sebelumnya, memilih jalan pintas ketika menghadapi masalah beras, yaitu impor. Pemerintah lewat Kementerian Perdagangan pada Kamis, 11 Januari lalu, memutuskan akan mengimpor beras sebanyak 500 ribu ton.
Penolakan pun datang dari beragam penjuru. Selain bukan solusi jitu, impor beras akan merugikan petani karena sebentar lagi akan memasuki masa panen raya. Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia pun menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan mengundang pemerintah, membahas gejolak harga dan pasokan beras.
Wakil Ketua Komite II DPD, Aji Mirza Wardana dan 18 anggota bertatap dengan pihak pemerintah yang diwakili Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Agung Hendriadi dan Direktur Impor Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana.
Berdasarkan laporan yang diperoleh dari daerahnya masing-masing, Komite II DPD menyatakan stok beras di wilayahnya cukup dan aman, sehingga tidak diperlukan impor beras. "Kami telah melakukan survei di wilayah masing-masing pada saat reses, dan diketahui bahwa stok dan ketersediaan beras cukup, bahkan aman sampai masuk panen raya pada awal Februari 2018," kata beberapa anggota DPD di Senayan, Jakarta, Rabu (17/1/2018).
Para anggota DPD juga menyuarakan bahwa kebijakan impor beras, meskipun hanya 500 ribu ton akan berdampak negatif ke petani yang sebentar lagi akan memasuki masa panen raya. Hal lain yang menjadi sorotan adalah terkait kebijakan impor antara lain, pelaksana impor awalnya oleh PT Perusahaaan Perdagangan Indonesia (PPI), kemudian akhirnya berubah ke Perum Bulog.
"Beberapa daerah wilayah timur Indonesia mayoritas masyarakat menyukai beras lokal, sehingga kebijakan impor beras medium yang akan digunakan untuk menstabilkan harga beras dipandang kurang pas," ujar beberapa anggota DPD dari Indonesia timur.
Point penting yang mengemuka dalam RDP adalah, terkait cadangan beras pemerintah (CBP) yang harus diperkuat. Mengingat CBP saat ini berkisar 240 ribu ton per tahun, dipandang tidak memadai untuk stabilisasi harga dan pasokan beras, khususnya pada saat harga beras naik seperti akhir-akhir ini.
Sementara itu, Agung Hendriadi mengatakan bahwa, stok beras dikatakan aman apabila pemerintah memiliki CBP sekitar 1 juta ton pada akhir tahun. "Oleh karena itu pada tahun 2018, Perum Bulog harus didorong untuk melakukan peningkatan serapan gabah atau beras, khususnya mengoptimalkan serapan pada saat panen raya di bulan Februari hingga Mei 2018," tambah Agung.
Secara rinci, dalam RDP terkait kebijakan impor beras, telah dihasilkan empat butir pernyataan sikap anggota Komite II DPD RI. Pertama, menolak kebijakan impor beras. Kedua, meminta pertanggungjawaban Kementerian Perdagangan dan Bulog tentang impor. Ketiga, mengembalikan fungsi Bulog sebagai stabilisator harga pangan pokok, menyerap gabah petani dan pendistribusian beras. Terakhir, meminta pemerintah menguatkan aturan agar Bulog dapat menyerap beras petani sesuai dengan target.
Penolakan pun datang dari beragam penjuru. Selain bukan solusi jitu, impor beras akan merugikan petani karena sebentar lagi akan memasuki masa panen raya. Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia pun menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan mengundang pemerintah, membahas gejolak harga dan pasokan beras.
Wakil Ketua Komite II DPD, Aji Mirza Wardana dan 18 anggota bertatap dengan pihak pemerintah yang diwakili Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Agung Hendriadi dan Direktur Impor Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana.
Berdasarkan laporan yang diperoleh dari daerahnya masing-masing, Komite II DPD menyatakan stok beras di wilayahnya cukup dan aman, sehingga tidak diperlukan impor beras. "Kami telah melakukan survei di wilayah masing-masing pada saat reses, dan diketahui bahwa stok dan ketersediaan beras cukup, bahkan aman sampai masuk panen raya pada awal Februari 2018," kata beberapa anggota DPD di Senayan, Jakarta, Rabu (17/1/2018).
Para anggota DPD juga menyuarakan bahwa kebijakan impor beras, meskipun hanya 500 ribu ton akan berdampak negatif ke petani yang sebentar lagi akan memasuki masa panen raya. Hal lain yang menjadi sorotan adalah terkait kebijakan impor antara lain, pelaksana impor awalnya oleh PT Perusahaaan Perdagangan Indonesia (PPI), kemudian akhirnya berubah ke Perum Bulog.
"Beberapa daerah wilayah timur Indonesia mayoritas masyarakat menyukai beras lokal, sehingga kebijakan impor beras medium yang akan digunakan untuk menstabilkan harga beras dipandang kurang pas," ujar beberapa anggota DPD dari Indonesia timur.
Point penting yang mengemuka dalam RDP adalah, terkait cadangan beras pemerintah (CBP) yang harus diperkuat. Mengingat CBP saat ini berkisar 240 ribu ton per tahun, dipandang tidak memadai untuk stabilisasi harga dan pasokan beras, khususnya pada saat harga beras naik seperti akhir-akhir ini.
Sementara itu, Agung Hendriadi mengatakan bahwa, stok beras dikatakan aman apabila pemerintah memiliki CBP sekitar 1 juta ton pada akhir tahun. "Oleh karena itu pada tahun 2018, Perum Bulog harus didorong untuk melakukan peningkatan serapan gabah atau beras, khususnya mengoptimalkan serapan pada saat panen raya di bulan Februari hingga Mei 2018," tambah Agung.
Secara rinci, dalam RDP terkait kebijakan impor beras, telah dihasilkan empat butir pernyataan sikap anggota Komite II DPD RI. Pertama, menolak kebijakan impor beras. Kedua, meminta pertanggungjawaban Kementerian Perdagangan dan Bulog tentang impor. Ketiga, mengembalikan fungsi Bulog sebagai stabilisator harga pangan pokok, menyerap gabah petani dan pendistribusian beras. Terakhir, meminta pemerintah menguatkan aturan agar Bulog dapat menyerap beras petani sesuai dengan target.
(ven)